PIMPINAN Partai Demokrasi Indonesia jengkel. Dua kali mereka
gagal menemui Menteri P dan K Daoed Joesoef. Pertama tanggal 25
November. Rombongan DPP PDI yang dipimpin Sunawar Sukowati
terdiri dari Achmad Sukarmadijaya, Soemario dan Notosukardjo
tidak semuanya bisa masuk ruang kerja Menteri di Jalan Jenderal
Sudirman. Sesuai dengan permohonan hanya Sunawar sebagai wakil
ketua DP yang dipersilakan masuk.
Pembicaraan pun tidak menyangkut masalah yang sudah disiapkan
Sunawar, yaitu soal izin yang seret keluar bagi calon anggota
DPR dari PDI yang bekerja pada Departemen P dan K. "Karena
beliau minta bertemu sebagai Wakil Ketua DPA, maka saya terima
sebagai Wakil Ketua DPA pula," kata Menteri.
"Lolos Butuh"
DPP PDI yang meminta bertemu Daoed Joesoef gagal lagi 17
Desember lalu. Menurut Sekjen DPP PDI Sabam Sirait yang
mengontak sekretaris Menteri, Daoed Joesoef bersedia menerima
mereka Kam is minggu lalu . Rencana itu batal karena ternyata
Menteri belum memutuskan kesediaannya. Hari itu ia sibuk dengan
tamunya Kyu Ho Rhee Menteri P&K Korea Selatan.
Kegagalan itu membuat pimpinan E'DI gusar. Mereka belum berhasil
memintakan izin bagi 38 guru dan karyawan Departemen P dan K
yang dicalonkan. "Presiden sendiri telah mengatakan pada kami,
bahwa itu tidak adil. Calon Golkar diizinkan, tapi calon untuk
PDI kok dilarang," kata Hardjantho Sumodisastro, Ketua DPP PDI
pada TEMPO. Anggota DPR yang juga pengusaha besar itu
mempermasalahkan soal pencalonan para menteri dan pegawai negeri
oleh Golkar. "Menteri sendiri masuk daftar calon tapi mengapa ia
tidak mengizinkan anak buahnya dicalonkan?" kata tokoh PDI yang
selalu berdandan neces itu. Rencananya, ia akan memimpin
delegasi DPP PDI bertemu Daoed Joesoef 22 Desember 1981.
Sebagian besar calon PDI yang tidak diberi izin Departemen P dan
K adalah guru. "Saat ini negara membutuhkan tenaga guru untuk
pendidikan. Dan yang membuat ketentuan itu bukan saya," kata
Daoed Joesoef selesai melapor Presiden Rabu minggu lalu . Yang
dimaksudnya rupanya Surat Edaran Ketua BAKN no. 03/SE/1981 yang
antara lain menyebutkan bila dipandang akan dapat mengganggu
kelancaran tugas dinas, permintaan izin ditolak. "Ada ketentuan
lagi, bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya di bawah pimpinan
pemerintah," kata Ismael Hassan, Kepala Humas Korpri Pusat dan
Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
Calon PDI untuk DPR yang harus mendapat izin Departemen P dan K
dan menempati "nomor jadi" antara lain Dudy Singadilaga dan Bey
Suryawikarta (Ja-Bar), Sutarjo Suryoguritno (DIY), Wauran Markus
dan Mamarimbing Maurits (Sul-Ut). Yang lain umumnya Guru SD dan
sebagian besar menempati urutan "bawah" untuk calon anggota DPRD
tingkat II. Karena tipisnya harapan bakal menduduki kursi DPRD,
mereka juga kurang gigih mencari surat "lolos butuh" itu. Namun
rupanya pimpinan PDI memanfaatkan isu ini untuk pemanasan
menjelang kampanye.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengalarni kesulitan
yang sama. "Kami tahu, pemerintah tidak akan mundur. Karenanya,
PPP tidak akan ngemis-ngemis, kata Amin Iskandar dari F-PP.
Sekitar 195 orang calon untuk DPR dan DPRD dari PPP telah
memutuskan berhenti sebagai pegawai Departemen Agama. "Setiap
kami mengajukan permohonan izin, pejabat telah siap dengan surat
keputusan pemberhentian," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini