Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dicari, Mahasiswa Jurusan Agama

Dianggap tidak sejalan dengan tuntutan pasar kerja, jurusan keagamaan ditinggalkan peminat. Perguruan tinggi agama melakukan aneka siasat untuk menarik mahasiswa baru kuliah di jurusan ini.

2 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lima mahasiswa Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, bergegas mempercepat langkahnya. Di satu titik di kampus itu, mereka berhenti, lalu mengerubuti sebuah laptop. Siang itu, Senin pekan lalu, mereka mengevaluasi beberapa tulisan, hasil reportase beberapa kru Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Ara-Aita yang belum tersunting.

Zubaidah, mahasiswi semester keempat Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah, berada di antara mereka. Sejak awal kuliah, dia bergabung di LPM Ara-Aita. "Peluang kerja di jurusan saya sangat kecil. Jurnalistik saya pilih untuk belajar menulis, siapa tahu bisa jadi wartawan profesional," katanya.

Bukan hanya Zubaidah yang menjadikan Ara-Aita batu loncatan buat mencari kerja. Belasan awak redaksi yang merupakan mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah, Bimbingan, dan Penyuluhan Islam serta Komunikasi Penyiaran Islam juga mengikuti jejaknya. Dunia di luar sana tak begitu ramah bagi anak-anak Fakultas Dakwah; mereka lebih tepat jadi juru dakwah ketimbang kerja kantoran—setidaknya begitulah gambaran umum yang mereka dapatkan.

Diam-diam kekhawatiran ini pun menghinggapi lulusan sekolah menengah atas dan madrasah tsanawiyah yang hendak mendaftar di fakultas dakwah dan fakultas keagamaan lainnya. Ya, peminat menurun. Di Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Fakultas Syariah, Dakwah, Ushuluddin, dan Adab kalah populer dibanding Fakultas Tarbiyah. "Bahkan, dari 20 ribu pendaftar, separuhnya memilih ke Tarbiyah," kata Rektor IAIN Sunan Ampel Prof Dr Nur Syam, MSi.

Fakultas Tarbiyah atau keguruan memiliki Jurusan Pendidikan Agama Islam, Matematika, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Kependidikan Islam. Dari 8.624 mahasiswa baru tahun 2011, Fakultas Tarbiyah menerima 2.565 orang. Lalu 2.013 mahasiswa masuk ke Syariah (hukum Islam) dan 2.262 ke Fakultas Dakwah. Fakultas Adab (sastra) menerima 1.070, dan paling kecil Fakultas Ushuluddin, 714 mahasiswa.

Kecilnya jumlah mahasiswa fakultas keagamaan (dakwah, adab, dan ushuluddin) ketimbang fakultas umum terjadi pula di perguruan tinggi agama Islam lainnya. Di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, misalnya, mahasiswa baru Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan Bimbingan Penyuluhan (keduanya di Fakultas Dakwah) hanya terdiri atas 40 orang alias satu kelas. Begitu juga dengan Jurusan Sejarah Perbandingan Islam di Fakultas Adab.

Di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, mahasiswa baru yang masuk setiap tahun hanya 40 orang. "Itu pun kami harus ke pesantren-pesantren untuk mendapatkan calon mahasiswa," kata Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Dr Jamhari, MA.

Jadi, menjelang tahun ajaran baru, para dosen disebar ke pesantren besar di Jawa. Mereka menemui Pak Kiai, menawarkan kuliah gratis di Fakultas Ushuluddin—memiliki tiga jurusan: Perbandingan Agama, Aqidah Filsafat, dan Tafsir Hadis—kepada para santri yang istimewa. Tanpa jurus jemput bola ini, menurut Jamhari, akan lebih sedikit mahasiswa baru yang kuliah di Fakultas Ushuluddin.

Dunia memang berubah. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof Dr Komaruddin Hidayat mengenang masa ketika masih kuliah di IAIN. Para mahasiswa, katanya, belajar untuk mendapatkan ilmu. "Kini orientasi mahasiswa pragmatis, untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga belajar hanya mengejar nilai ujian," ujar doktor dari Middle East Technical University, Ankara, Turki, itu.

Namun, bagi Komaruddin, hal ini bukan fenomena baru. Sejak dulu, jumlah mahasiswa fakultas ini paling sedikit. Itulah yang terjadi pada akhir 1970-an, ketika ia menjadi mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah. "Tapi lulusannya banyak yang hebat dan memimpin kampus," katanya sembari tertawa. Ia menyebutkan sejumlah nama yang berhasil menggondol gelar master atau doktor dari luar negeri: Nurcholish Madjid, Din Syamsudin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Bahtiar Effendy (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN), Saiful Mujani, dan Burhanudin Muhtadi.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pernah melakukan pemetaan terhadap para alumnusnya. "Ada 30 persen yang menjadi guru dan 30 persen wirausaha," kata Prof Dr Musa Asy'arie, rektor perguruan tinggi ini. Sisanya menjadi birokrat, politikus, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.

Musa menjelaskan, minimnya jumlah mahasiswa baru yang kuliah di fakultas keagamaan terjadi pada saat kampusnya masih bernama Institut Agama Islam Negeri. Setelah IAIN berubah menjadi Universitas Islam Negeri pada 2004, jurusan keagamaan tidak lagi mengalami kekurangan mahasiswa.

Jamhari beranggapan, minimnya jumlah mahasiswa itu berakar pada penghapusan jurusan agama di madrasah aliyah. Sejak empat tahun lalu, madrasah aliyah, yang setingkat sekolah menengah umum, hanya memiliki jurusan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.

Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama Prof Dr Dedi Djubaidi tidak melihat soal jurusan di madrasah aliyah sebagai faktor utama. Menurut dia, pilihan memasuki jurusan di perguruan tinggi bergantung penuh pada minat seseorang. "Kampus harus berkreasi agar fakultas ushuluddin dan dakwah diminati masyarakat," katanya. Hal ini dimulai dengan sosialisasi yang lengkap tentang manfaat menjadi mahasiswa di fakultas tersebut, perubahan kurikulum, dan peningkatan jejaring dengan institusi di masyarakat.

Pimpinan kampus telah menyiasati sejumlah cara agar lulusan sekolah menengah dan aliyah mendaftar di fakultas ushuluddin atau keagamaan lain. Pertama, memberi beasiswa, yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah dan IAIN Sunan Ampel.

Kedua, membuka program gelar ganda, yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah. Sejak tiga tahun lalu, Fakultas Ushuluddin bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, serta Fakultas Sains dan Teknologi. Jadi, kata Komaruddin, mahasiswa Fakultas Ushuluddin bisa mengikuti kuliah tambahan untuk mendapat gelar sarjana ilmu sosial atau ilmu ekonomi. "Sejak kami buka, banyak yang ikut program ini," ujarnya.

Sedangkan IAIN Sunan Ampel membuka program kelas internasional untuk Jurusan Tafsir Hadis. Program yang menggunakan bahasa Arab ini juga menerapkan model akselerasi sehingga mahasiswa dapat lulus hanya dalam waktu tiga tahun. "Mereka yang diterima harus bisa berbahasa Arab dan membaca kitab kuning gundul (tanpa harakat)," kata Nur Syam.

Ketiga, memfasilitasi alumnus fakultas ushuluddin menempuh gelar master atau doktor di perguruan tinggi luar negeri. UIN Syarif Hidayatullah sudah melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi terkenal di dunia. Seharusnya, ujar Komaruddin, pemerintah ikut membantu soal ini.

Keempat, membuka jurusan atau program studi baru. Langkah ini dilakukan IAIN Sunan Ampel, yang membuka Program Studi Politik Islam di Fakultas Ushuluddin, lalu Jurusan Komunikasi, Psikologi, dan Sosiologi di Fakultas Dakwah.

Aneka kiat dan iming-iming terus dilakukan pimpinan kampus. Musa Asy'arie hakulyakin kampusnya yang sudah berubah menjadi Universitas Islam Negeri makin berkibar dan lebih unggul ketimbang universitas sekuler lain. "Di sini, orang tua ingin anaknya cerdas dan saleh, kan? Di kampus umum, enggak ada itu," ujarnya.

Untung Widyanto, Fatkhurrohman Taufiq (Surabaya), Addi Mawahibun Idhom (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus