TIBA-tiba terdengar suara berdentang. Sebuah plang nama kayu setinggi 1,5 meter melayang dan jatuh menimpa lantai di depan meja pimpinan. Menpora Abdul Gafur, yang sedang melayani acara tanya jawab dengan para peserta Kongres KNPI di ruang pertemuan asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur, agak terkejut. Plang yang bertuliskan nama "Sulawesi Tenggara" itu jatuh sekitar 10 meter dari podium tempat dia berdiri. Suasana pagi jadi panas, sekalipun di langit-langit gedung 14 kipas angin besar senantiasa berputar. Dengan sebelah tangan mengacak pinggang, sang menteri menatap arah datangnya lemparan. Beberapa saat kemudian situasi aman kembali, dan acara dilanjutkan, seperti tak terjadi apa-apa. "Ah, sebetulnya plang itu cuma terjatuh karena pemiliknya mengacungkannya terlalu bersemangat," kata Abdullah Puteh, Ketua Umum KNPI. Mungkin apa yang terjadi Sabtu pagi pekan lalu di Kongres KNPI ke-5 itu menggambarkan suasana: inilah pertemuan para pemuda. Kongres yang dibuka Presiden Soeharto di Balai Sidang Senayan, Jakarta, pada 28 Oktober itu -- bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda ke-59 memang memiliki keistimewaan dibanding kongres-kongres sebelumnya. Inilah untuk pertama kalinya ormas pemuda diikutsertakan sebagai peserta penuh dalam kongres KNPI. Ada 31 ormas yang lolos dari saringan Departemen Dalam Negeri dan boleh bergabung di sana. Di antaranya, HMI, GMKI, GMNI, PMII, PMKRI, FKPPI, dan Pemuda Pancasila. Kriteria yang dipakai Depdagri untuk memihh ormas, selam sudah terdaftar dl departemen itu, cabang yang dimiliknya di seluruh Indonesia minimal 14. Sebelumnya, utusan ormas cuma didudukkan KNPI sebagai peninjau. Karena sekalipun lima eksponen dari HMI, PMKRI, GMKI, GMNI, dan PMII turut sebagai penanda tangan Deklarasi Pemuda 23 Juli 1973, yang mendasari terbentuknya KNPI, secara formal organisasi-organisasi itu tidak tergabung di KNPI. Malah mereka bertentangan dengan KNPI, yang banyak mendapat kemudahan dari pemerintah. Belakangan pertentangan kian mencair. Apalagi dengan keluarnya UU Keormasan Nomor 8/1985, yang selain menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua ormas, juga menegaskan KNPI sebagai wadah berhimpun ormas-ormas pemuda. Maka, sebelum kongres ini, ada Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di Cisarua, Bogor, pertengahan Agustus lalu, yang menghasilkan kesepakatan ormas bergabung di KNPI. Pemilihan ketua umum juga agak berbeda. Ada lima calon yang akan dipilih. Syaratnya, tiap calon didukung sedikitnya 5 utusan (ormas dihitung 31 utusan, DPD tingkat I ada 27, ditambah DPP dan dewan pertimbangan pemuda, masing-masing dihitung satu utusan). Para calon akan diberi kesempatan berkampanye dengan makalah di depan floor. Lalu yang menentukan siapa yang jadi ketua umum adalah 7 formatir yang dipilih floor secara langsung. Hadirnya ormas, menurut Abdullah Puteh, membuat pertemuan besar ini lebih dinamis. Banyak peserta yang pernah turut dalam kongres sebelumnya juga menganggap suasana kali ini lebih demokratis. Kalau melihat suasana di Pondok Gede, ungkapan itu memang tak salah. Sampai di hari kelima, sehari sebelum formatir dibentuk, tak satu pun nama yang bisa dipastikan menjadi ketua umum. "Sampai sekarang saya sendiri tak tahu siapa yang akan terpilih," kata Puteh. Maka, yang terjadi, sejumlah nama mencuat dan jadi bahan bisik-bisik peserta, kemudian jatuh. Naik nama lain, besoknya berganti yang lain lagi. Seusai sidang MPP KNPI di Cisarua, misalnya, sudah berkibar nama Daryatmo Mardiyanto. Bekas Ketua Umum GMNI yang sekarang menjadi salah satu ketua DPP KNPI itu disebut-sebut sudah mendapat restu Golkar. Tapi begitu kongres dimulai, namanya tak lagi hangat dibicarakan peserta, sebab dua pekan sebelumnya Menpora Abdul Gafur memberi keterangan kepada wartawan bahwa Dewan Pembina KNPI menyepakati usia pimpinan KNPI tak lebih dari 35 tahun. Dewan Pembina itu dipimpin oleh Mendagri Soepardjo Rustam, dengan anggota antara lain Menteri Penerangan, Menteri P dan K, Menteri Sosial, Mensesneg, dan Menpora: Dengan patokan umur itu, Daryatmo memang terbabat. Begitu pula sejumlah nama lainnya yang sempat muncul tapi berumur di atas 35 tahun, seperti Sarwoko Suryohusodo dan Datuk Labuan, pengurus KNPI lainnya. Terkerek kemudian nama Didit Daryadi, 32 tahun, Ketua I DPP FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawm Indonesia). Sarjana fisika UI itu sudah sejak 1977 bergabung dengan KNPI, dan kini jadi salah satu pengurus DPP. Nama Didit sempat tergeser sejak Kamis malam, dan tiba-tiba melonjak saja nama Harris Ali Moerfi, putra bekas Menteri Penerangan Almarhum Ali Moertopo. Menurut seorang ketua DPD KNPI tingkat I kepada TEMPO, peserta ramai menyebut Harris setelah nama itu disebut Pangab Jenderal L.B. Moerdani -- sewaktu memberi ceramah -- sebagai contoh salah satu anak muda yang berhasil menjadi anggota MPR. Selain itu, masih ada nama lain yang punya pendukung untuk bertarung memperebutkan jabatan puncak di organisasi pemuda itu. Misalnya Andi Mattalatta (Sulawesi Selatan), Wahab Sugiharto (Sumatera Utara), dan Awal Kusumah (Jawa Barat). Tapi, di antara ketua-ketua KNPI provinsi ini, yang paling menonjol adalah Tjahjo Kumolo, Ketua KNPI Jawa Tengah. Kenapa begitu banyak nama beredar tanpa satu pun yang lebih pasti? "Sekarang tak ada lagi memo-memo dan titipan," kata Abdullah Puteh. Dan itu bisa dijadikan petunjuk adanya kemauan politik pemerintah untuk memberi kesempatan kepada KNPI agar bisa lebih menadiri. Sikap Golkar pun jelas. "Kami tak berminat mencampuri kongres," kata Sarwono Kusumaatmadja. Menurut Sekjen Golkar itu, sudah saatnya pemuda-pemuda itu bermain di kongresnya sendiri. "Masa, nunggu instruksi terus," tambahnya. Petunjuk lain yang menarik: Wahab Sugiharto dari Sumatera Utara tak sungkan mengkritik "imbauan" Menpora Abdul Gafur tentang batas umur 35 tahun. Gafur merasa perlu membicarakan soal itu, sesuai dengan batasan pemuda menurut organisasi pemuda internasional, WAY. "Mereka sering heran melihat wakil pemuda kita sudah pada berewokan," kata Menpora. Wahab mengingatkan Gafur pada keputusan MPP KNPI di Cisarua yang menetapkan batas itu 40 tahun. Gafur tampak menjawab agak kesal dengan nada suara tinggi, "MPP kita hormati, tapi sekarang kita punya gagasan untuk dimajukan di kongres ini, apa salah?" Menurut Yapto Soerjosoemarno, "Salah." Ketua Umum Pemuda Pancasila itu malah menuduh landasan umur 35 tahun itu "inkonstitusional", bertentangan dengan Keppres Nomor 23 Tahun 1979, yang mengatur pola pembinaan generasi muda. Di situ disebutkan batas usia pemuda 40 tahun. Karena itu, sekalipun kongres menyetujui klausul 35 tahun, kata Yapto, "Kita tidak mau menandatangani keputusan yang tak betul itu." Ketua KNPI Abdullah Puteh pun tak tegas mendukung Gafur. "Sesuai dengan MPP, batas usia itu memang 40 tahun, tapi dengan tidak melupakan masalah regenerasi," katanya. Artinya, sekalipun dia lebih memilih usia yang lebih muda, tidak berarti umur 40 tahun sudah kartu mati. Soal usia memang jadi sengit, karena hampir separuh pimpinan KNPI di daerah berumur di atas 35 tahun. Bursa kandidat ketua umum mungkin bakal lebih ramai bila saja ormas-ormas diperkenankan mencalonkan diri. Tapi rupanya 12 Oktober yang lalu para ketua DPD KNPI sudah mengadakan kesepakatan di Jakarta bersama DPP KNPI dan Menpora, bahwa syarat menjadi calon ketua umum harus pernah menjadi pengurus KNPI di pusat atau di provinsi minimal satu periode. Itulah kemudian yang tercantum di pasal 35 peraturan tata tertib yang disahkan di hari pertama kongres. Banyak pimpinan ormas merasa terkicuh, lalu memprotes karena tak sempat membaca teliti konsep tata tertib yang dibagikan panitia 15 menit menjelang sidang dimulai. Konsep itu disatukan dengan rencana perubahan anggaran dasar/rumah tangga, serta program organisasi, dalam bentuk buku 46 halaman. Tiba-tiba Abdullah Puteh sudah menghantamkan palu di meja mengesahkan peraturan itu. "Tata tertib itu tak bisa diganggu gugat lagi sampai kongres berakhir," kata Puteh. Amran Nasution, Yopie Hidayat (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini