Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat berencana menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, jika pemerintah menyatakan tidak menghendaki rancangan undang-undang tersebut disahkan. Dewan saat ini tengah menunggu jawaban dari pemerintah apakah akan mengirim surat presiden atau tidak.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, mengatakan RUU Pancasila telah disepakati sebagai inisiatif Dewan untuk dibahas dan disahkan dalam rapat paripurna. “Surat dari DPR dan RUU HIP sudah ada di pemerintah. Pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk menjawab surat itu,” kata Baidowi kepada Tempo, kemarin.
Pemerintah, kata dia, wajib menyampaikan surat presiden untuk menunda atau melanjutkan pembahasan sebuah RUU. Ia mengatakan pemerintah sejauh ini baru menyampaikan penundaan pembahasan secara lisan. “Kemarin, pemimpin DPR menyampaikan, begitu menerima surat dari pemerintah, maka akan ditindaklanjuti (menunda pembahasan).”
Ia menjelaskan, setelah menerima surat dari Presiden, pemimpin Dewan akan menggelar rapat Badan Musyawarah atau rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah. Adapun rapat tersebut membicarakan sikap pemerintah yang tertulis dalam surat presiden.
Setelah itu, masing-masing fraksi di Badan Musyawarah akan mengambil sikap apakah akan menugaskan Badan Legislasi untuk menyempurnakan draf RUU Pancasila atau justru mengeluarkannya dari Program Legislasi Nasional. “Hal itu bisa dilakukan ketika rapat kerja evaluasi Prolegnas yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama pemerintah mendatang,” kata dia.
Menurut Baidowi, Badan Legislasi saat ini tidak bisa mengambil keputusan karena masih menunggu sikap resmi pemerintah dan belum menerima penugasan dari pemimpin Dewan. “Kalau pemerintah tidak kirim surpres, ya tidak jalan,” ucap politikus Partai Persatuan Pembangunan tersebut.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyatakan pemerintah meminta Dewan membahas ulang RUU Pancasila. Ia berujar, secara prosedur, pemerintah tidak bisa mencabut RUU Pancasila karena undang-undang itu diusulkan Dewan. “Karena itu kami kembalikan ke sana, tolong dibahas ulang. Soal mau dicabut atau tidak, itu bukan urusan pemerintah,” ucap Mahfud.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin, menyatakan pihaknya memiliki komitmen untuk menghentikan pembahasan RUU Pancasila melalui mekanisme tata tertib, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. “Kami berkomitmen melakukan penyetopan, tentu melalui mekanisme,” ucap dia.
Azis juga mengaku menyoroti Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 7 dalam RUU Pancasila mengenai istilah sendi pokok Pancasila yang merupakan keadilan sosial. Menurut dia, pasal ini menjadi catatan penting bagi pemimpin Dewan untuk menghentikan pembahasan undang-undang itu.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, berujar pemimpin Dewan masih menunggu daftar inventarisasi masalah masing-masing fraksi. Menurut dia, RUU Pancasila dirancang untuk memperkuat Pancasila sebagai ideologi yang dinamis dan melekat dalam diri setiap warga negara.
“RUU HIP bukan bermaksud membuka jalan bagi masuknya paham komunis, tapi lebih pada tujuan menguatkan Pancasila sebagai ideologi negara,” ucap dia.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Bambang Wuryanto, menyatakan partainya marah atas insiden pembakaran bendera PDIP yang terjadi ketika adanya demonstrasi menolak RUU Pancasila. Dia menyebutkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengerahkan kader untuk merapatkan barisan.
“Kami marah besar. Ini soal kehormatan partai,” ucap dia, kemarin.
Sebelumnya, PDIP menyatakan kecewa atas sikap beberapa fraksi yang lepas tangan terhadap RUU Pancasila. Politikus PDIP mengatakan, dalam rapat pembahasan, semua fraksi telah setuju membawa RUU ini ke rapat paripurna. Namun pihak semua lepas tangan ketika publik mengkritik rancangan tersebut.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | AVIT HIDAYAT
DPR Tunggu Sikap Resmi Pemerintah untuk Hentikan RUU Pancasila
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo