Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA hari setelah mengikuti seminar pencegahan korupsi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 10 Desember lalu, Bupati Lombok Barat Zaini Arony justru menjadi tersangka korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi, pengampu sarasehan kepala-kepala daerah itu, menyangka dia memeras seorang pengusaha yang meminta izin perluasan lapangan golf di gigir pantai Bawun, 23 kilometer dari bandar udara Praya.
Menurut Wakil Ketua Komisi Zulkarnain, para penyelidik sudah lama mengikuti kasus ini. Izin pengembangan lapangan golf seluas 200 hektare diajukan PT Business Djaja Group pada 2011. Komisi mulai menyelidikinya dua tahun kemudian karena ada laporan izin tersebut dikeluarkan dengan imbalan Rp 2 miliar. "Januari tahun lalu kami ke sana karena ada info pemberian uang, tapi operasi tangkap tangan gagal," kata Zulkarnain, Rabu pekan lalu.
Para penyelidik pun mengungkai dugaan suap dan pemerasan itu dengan memeriksa saksi-saksi dan dokumen perizinan. Pelapor dan para pejabat Lombok Barat diperiksa tentang pengeluaran izin tersebut yang dikeluarkan Zaini pada periode pertama jabatannya, 2009-2014. Hasilnya, dugaan rasuah itu kian kuat. "Ada dua bukti pemerasan itu terjadi," ujar Zulkarnain, tanpa merinci bukti yang sudah dipegangnya itu.
Dari wawancara dengan para pejabat di Lombok Barat, laporan pemerasan itu bermula dari persaingan dua calo yang berebut dan saling klaim mendapat surat izin dari Zaini Arony. Tersebutlah dua makelar yang sama-sama mengaku sebagai utusan PT Djaja, yakni Putu Wijaya dan Paulus. "Sewaktu ekspose perluasan izin, saya lihat keduanya ikut hadir," kata Baehaki, Kepala Badan Perencanaan Pengembangan Daerah Lombok Barat.
Menurut Baehaki, keduanya membawa dokumen PT Djaja, yang beralamat di Jalan Pemuda II Nomor 4 Renon, Denpasar, Bali. PT Djaja dikenal sebagai pengelola Meang Peninsula Resort seluas 500 hektare. Putu dan Paulus mengajukan tambahan seluas 200 hektare untuk menggenapi area wisata dan olahraga itu hingga ke tanjung di Teluk Sepi di sisi selatan. "Saya hanya ikut ekspose dan tak tahu proses pengeluaran izinnya," ujar Baehaki.
Rupanya, izin prinsip tersebut oleh Zaini diberikan kepada Putu. Di Dusun Meang, nama dia sangat terkenal sebagai bohir tanah yang akan membeli lahan-lahan milik warga Desa Bawun. Ada 100 keluarga pemilik tanah di area yang akan dibeli untuk perluasan lapangan golf itu. "Mereka sudah bernegosiasi dengan Putu Wijaya," ucap Kepala Desa Hadi Suhaili.
Menurut Suhaili, kabar pembebasan lahan itu memancing broker lokal membeli tanah-tanah sebelum dijual ke Putu. Sejak 2012, banyak orang datang ke desa yang berlokasi di tebing pantai Bawun yang dikelilingi hutan bakau itu. Merasa tanah-tanahnya banyak yang mengincar, warga Meang memasang harga tinggi. Kata Suhaili, harga tanah di Meang Rp 500 ribu per meter persegi.
Samsudin, warga Meang, pernah melihat Putu pada 2012 ketika mengambil sampel air untuk uji analisis mengenai dampak lingkungan. Menurut dia, belum semua lahan untuk lapangan golf itu dibeli Putu. Ada 12 keluarga yang bertahan di sana karena belum sepakat dengan harga yang disodorkan Putu. "Ada yang ditawar Rp 70 ribu per meter persegi," ujarnya.
Ini lokasi yang sempurna untuk lapangan golf. Desa Bawun tak terlalu terjal dan berada persis di pinggir pantai berpasir putih. Di balik dinding bakau yang mengelilingi desa, tebing karang menjulang memecah ombak menghasilkan debur-debur yang menggemakan Teluk Sepi. Berbeda dengan Senggigi yang ramai dikunjungi wisatawan, pantai Bawun salah satu yang baru dikembangkan para investor.
Ketika transaksi jual-beli tanah itu masih berlangsung, tiba-tiba Paulus bercerita ke banyak pejabat Lombok Barat bahwa ia punya piutang kepada Putu. Untuk membayarnya, ia meminta dibarter dengan izin prinsip yang sudah dikeluarkan Zaini Arony. Seorang pejabat yang mendengar cerita itu adalah Budi Darmajaya, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. "Dia meminta kepada Bupati agar izin tersebut diberikan kepadanya," kata Budi.
Paulus bahkan mengklaim telah mengantongi izin perluasan, tak hanya izin prinsip seperti yang didapat Paulus. Kepada para pejabat, ia bercerita akan membeli tanah-tanah yang sudah ditetapkan menjadi lokasi perluasan lapangan golf itu.
Gertakan Paulus cukup efektif. Putu Wijaya, yang sudah keluar uang banyak untuk membeli tanah-tanah di Dusun Meang, menurut para pejabat di Lombok Barat, khawatir Zaini betul-betul memberikan izin perluasan kepada Paulus. Kisruh dua calo ini kian terang setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki korupsi di balik pemberian izin tersebut.
Zulkarnain tak mau membuka siapa yang melaporkan kasus ini. Menurut dia, setelah laporan itu masuk ke bagian pengaduan masyarakat, para penyelidik mulai memantengi dan memantau gerak-gerik Zaini. Ketua Golkar Lombok Barat ini, demikian laporan yang diterima Komisi, diduga menerima uang yang ia minta dalam tiga tahap.
Di kantor pemerintah daerah Lombok Barat, para pejabat mendengar pengakuan bahwa Putu sendiri yang melaporkannya ke KPK. Ia mengaku telah menyuap Zaini dengan dalih diperas. Putu geram karena menganggap Zaini ingkar janji. Ia juga khawatir percaloan tanahnya gembos karena posisi Paulus lebih kuat. "Setahu kami, Paulus utusan Peninsula Resort," ujar Budi Darmajaya.
Putu dan Paulus tak bisa dikontak. Alamat kantornya di Bali yang diterakan di berkas-berkas pengajuan perluasan izin bukan alamat kantor Djaja Group. Tempo mendatangi alamat tersebut pada Kamis pekan lalu. Bangunan di Jalan Pemuda II yang tutup karena Bali sedang merayakan Galungan itu bukan kantor Djaja Group.
Tak ada nama Peninsula Resort. Bangunan di sela rumah penduduk itu kantor sebuah perusahaan pengembang properti. Seorang petugas jaga mengatakan baru mendengar nama Business Djaja Group atau Peninsula Resort. "Mungkin salah alamat," katanya. Di sepanjang jalan itu, yang sebagian besar rumah penduduk, juga tak ada kantor dengan nama tersebut.
Zaini Arony tak mau berkomentar atas tuduhan telah menerima suap dari Putu. "Saya ikut saja proses hukum di KPK," katanya di sela memimpin rapat di kantornya pada Rabu pekan lalu. Jika tuduhan KPK terbukti di pengadilan, ia terancam masuk bui 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Menurut Zulkarnain, setelah menetapkan Zaini sebagai tersangka, para penyidik masih memburu pejabat lain yang diduga ikut kecipratan uang pemerasan itu. Para penyidik masih mengembangkan kasus ini dan tak tertutup kemungkinan ada unsur penyuapan. "Karena uangnya tak hanya Rp 2 miliar," ujarnya.
Linda Trianita (Jakarta), Akhyar M. Nur (Lombok), Rofiqi Hasan (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo