Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI telah menetapkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sebagai tersangka penerima suap.
Mereka menjadi tersangka karena diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan surat jalan dan red notice Joko Soegiarto Tjandra, yang saat itu berstatus terpidana buron kasus cessie Bank Bali.
Polisi menyita barang bukti uang US$ 20 ribu atau sekitar Rp 280 juta.
JAKARTA — Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI telah menetapkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sebagai tersangka penerima suap. Mereka menjadi tersangka karena diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan surat jalan dan red notice Joko Soegiarto Tjandra, yang saat itu berstatus terpidana buron kasus cessie Bank Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan sejumlah barang bukti pun disita. "PU (Prasetijo Utomo) dan NB (Napoleon Bonaparte) ditetapkan sebagai tersangka penerima," kata dia di Markas Besar Kepolisan RI di Jakarta, kemarin. Argo mengatakan penetapan status tersangka ini dilakukan setelah Bareskrim melakukan gelar perkara. Adapun barang bukti yang disita berupa uang US$ 20 ribu atau sekitar Rp 280 juta, surat, dan sejumlah barang bukti elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersamaan dengan penetapan status tersangka penerima suap terhadap dua jenderal tersebut, Bareskrim Polri juga menetapkan status tersangka pemberi suap pada Joko Soegiarto dan pengusaha Tommy Sumardi. "Untuk pemberi, kami menetapkan saudara JST (Joko Soegiarto Tjandra) dan kedua adalah saudara TS (Tommy Sumardi)," kata Argo, di kantornya di Jakarta, kemarin.
Argo mengatakan kepolisian menjerat kedua orang itu dengan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman terhadap pemberi maksimal 5 tahun penjara.
Pada 27 Juli lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penetapan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus pemalsuan surat untuk Joko Tjandra. Listyo mengatakan penetapan status tersangka atas Prasetijo ini berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik yang tergabung dalam tim khusus pengungkapan kasus surat jalan Joko Tjandra. "Dari hasil gelar perkara tersebut, hari ini kami menetapkan status tersangka untuk Brigjen PU," kata Listyo.
Menurut dia, penetapan status tersangka terhadap Prasetijo dilakukan setelah tim penyidik mengumpulkan keterangan para saksi dan bukti-bukti. “Kami telah melakukan pemeriksaan beberapa keterangan saksi dan kami mendapatkan barang bukti sekaligus kami dalami terkait obyek yang dimaksudkan, yaitu Surat Jalan Nomor 77 tanggal 3 Juni 2020, Surat Keterangan Covid Nomor 990, Surat Jalan Nomor 82 tanggal 19 Juni 2020 atas nama JST, di mana dua surat jalan tersebut dibuat atas perintah tersangka PU," katanya.
Ada juga Surat Keterangan Pemeriksaan Covid Nomor 1561 dan Surat Rekomendasi Kesehatan Nomor 2214 yang dibuat di Pusdokkes Polri. "Dengan konstruksi pasal tersebut, maka tersangka PU telah menyuruh membuat dan menggunakan surat palsu tersebut di mana Saudara Anita Kolopaking dan JST berperan menggunakan surat palsu tersebut," tutur jenderal bintang tiga itu.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim telah memulai penyidikan (SPDP) pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang. Hal itu sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 421 KUHP, dan/atau Pasal 221 KUHP yang diduga dilakukan oleh Brigjen Prasetijo Utomo dan kawan-kawan.
Buntut menerbitkan surat jalan Joko Tjandra, Prasetijo Utomo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Akibatnya, Prasetijo harus menerima sanksi disiplin, kode etik, dan pidana. Pada saat itu, Bareskrim Polri juga menetapkan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, sebagai tersangka baru kasus pemalsuan surat jalan. "Hasil gelar perkara setuju menetapkan tersangka, yaitu JST," kata Argo.
Argo mengatakan Joko dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2, Pasal 426, serta Pasal 221 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Joko merupakan tersangka ketiga dalam kasus surat jalan palsu.
M ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo