Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dua Pembunuhan

Pembunuhan pertama dipersimpangan jalan matraman terhadap bambang heru sunarso, 31. pelaku iwan anak laksamana al. pembunuhan kedua terhadap sopir ppd oleh kerabat istri perwira abri. (nas)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARGA Jakarta bukan malaikat, kata Gubernur Ali Sadikin pekan lalu. Tapi apa juga bukan koboi? Dua peristiwa penembakan beruntun dalam dua hari pekan lalu mengingatkan orang pada keadaan kota Manila beberapa tahun lalu sebelum diundangkannya undang-undang keadaan darurat. Bahkan harian Kompas dalam pojoknya hari Jum'at minggu yang lewat menggambarkan peristiwa itu bak zaman koboi-koboi "tempo doeloe" -- di jaman wild west. Sore itu, hari Selasa 16 Nopember yang lalu, Bambang Heru Sunarso, 31, bersama empat temannya kongko-kongko di rumah Brigjen Saparjo sekjen Golkar. "Kami berbincang soal perkawinan Bambang", ujar seorang yang turut serta dalam pertemuan itu. Jam tujuh malam mereka bubaran, kecuali Bambang yang masih terus tinggal. Tiga jam kemudian ia baru pamit untuk pulang ke rumah Jalan Dipati Unus Kebayoran. Tatkala menunggu taksi bersama seorang kawannya di Jalan Persojo Tebet sebuah Holden B-1658 SS tiba-tiba menyerempet mereka. Bambang yang agaknya bertemperamen tinggi tidak dapat menerima serempetan tersebut. Ia lalu berteriak. Karena diteriaki, penumpang Holden itu turun ambil batu, lalu meIempar Bambang kemudian kabur arah jalan Tambak. Mendapat perlakuan seperti itu Bambang kemudian balik ke rumah Saparjo. Oleh anak Sekjen Golkar itu, yang juga bernama Bambang, Bambang Heru lalu diantar dengan Toyota. Namun arah jip tersebut tidak langsung ke Dipati Unus tapi mencari jejak Holden beserta penumpangnya. Di persimpangan Jalan Matraman, lebih kurang seratus meter dari pos polisi setempat, kedua mobil itupun bertemu. Jip lalu menyalib Holden. Bambang Heru yang lebih dikenal dengan panggilan Bobby turun menuju arah mobil Holden. Kaca pintu Holden diketok (keterangan lain mengatakan dipecahkan). Tapi tiba-tiba penumpang Holden mencabut pistol tipe FN terus menarik picu. Bobby kena pada dada dan perut lalu rebah. Pertolongan yang diberikan tidak banyak membantu. Ia segera meninggal. Penembaknya mencoba melarikan diri, tapi petugas polisi akhirnya menemukannya. Dua teman lainnya juga berhasil ditangkap. Begitu pula pistol FN yang dipakai menembak. Dari pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya diketahui penembak itu bernama Iwan anak Laksamana Atung Sudibya, asisten pengamanan KSAL. Enam belas jam kemudian Bambang Heru, mahasiswa Universitas Indonesia jurusan kriminologi dan seorang perwira cadangan AD dengan pangkat letnan dua, dimakamkan di Tanah Kusir dengan upacara militer lengkap. Tapi dalam suasana upacara yang besar itu, Ketua Dewan Mahasiswd Ul Dipo Alam dengan nada pilu berharap agar kejadian seperti itu "jangan terus terjadi". Sebuah appeal kemudian dike]uarkan ke alamat Menhankam agar yang terakhir ini "bertindak terhadap oknum ABRI ataupun keluarganya yang menyalah gunakan senjata mencabut nyawa manusia dalam peristiwa main hakim sendiri". Ajakan yang ditanda tangani Dipo Alam selaku ketua umum DMUI dan Djodi Wuryantoro selaku sekjen, pun meminta agar disiplin ABRI ditingkatkan dalam "memakai haknya untuk menggunakan senjata dalam membela dan melindungi rakyat. Bukan sebagai oknum yang menggunakan senjata mencabut nyawa manusia bagaikan nyawa hewan". Kejadian itu memang menarik perhatian sementara pejabat tinggi di lingkungan ABRI. Kas Kopkamtib Laksamana Sudomo yang akhir-akhir ini hanyak mengomentari berita Newsweek, memberi jaminan bahwa peristiwa ini akan segera diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Orang tua anak yang menembak itu, pun sudah menyatakan kesediaannya dipecat jika ternyata sang anak bersalah. Pernyataan itu mengingatkan orang pada peristiwa tiga tahun lalu ketika beberapa anggota parlemen meminta Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidamlo -- ketika itu Kadapol Metro Jaya -- mengundurkan diri menyusul penembakan terhadap diri sopirnya yang dilakukan oleh anaknya sendiri. Betapapun juga harapan DM-UI dan orang banyak tetap tinggal harapan. Sebab belum lagi karangan bunga layu di atas pusara Bambang Heru, belum lagi seluruh pengantar jenazahnya kembali istirahat di rumah masing-masing, peristiwa baru terjadi hanya satu kilometer dari tempat Bambang tertembak. Kali ini korbannya seorang sopir bis PPD yang menyerempet sebuah Holden lain. Penembaknya sopir Holden dan ia kerabat isteri seorang perwila menengah ABRI. Yang ditembak mati, dan penembaknya ditangkap. Tapi selama senjata api dirasakan lebih kuasa ketimbang hukum, orang Jakarta boleh terus cemas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus