Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CHOIRUL Anam berseri-seri. Ketua Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur yang dibekukan Dewan Pengurus Pusat hasil Muktamar II Semarang itu seolah tidak gentar terhadap sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Sabtu lalu, ia justru berhitung kekuatan di provinsi basis NU ini. Itulah tenggat bagi Dewan Pengurus Cabang PKB se-Jawa Timur untuk mengirimkan surat resmi kesetiaan pada PKB kubu Alwi Shihab.
Hasilnya mencengangkan. Dari 38 cabang, 32 di antaranya telah mengirimkan surat mendukung. Tidak dalam bentuk faksimile, tapi diantar langsung oleh pimpinannya ke kantor PKB Ja-Tim di Graha Astra Nawa, Jalan Gayungsari Timur 35 Surabaya. Surat itu sekaligus mencantumkan pernyataan resmi menolak hasil Muktamar Semarang, 16-18 April. DPC yang belum mengirimkan surat kesetiaan adalah Surabaya, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Nganjuk, Jombang, dan Bangkalan.
Ini adalah buntut perseteruan PKB kubu ketua terpilih Muhaimin Iskandar yang didukung Gus Dur versus kubu Alwi Shihab. Kubu Alwi menilai muktamar Semarang tak demokratis. Alih-alih rujuk, keduanya malah menghimpun kekuatan.
Anam yang duduk di sisi Alwi Shihab girang karena ia sukses membuktikan PKB Jawa Timur masih dalam genggaman, walau tidak sebulat dulu lagi. Ia paham untuk bisa menguasai PKB, Jawa Timur harus bisa dirangkul. Maklum, provinsi ini menyumbang hampir 7 juta dari 12 juta suara yang didulang PKB pada Pemilu 2004. Di Jawa Tengah, tempat PKB mendulang 3 juta suara, ketua wilayahnya, KH Hanif Muslich, juga mendukung Alwi. Sisanya, sekitar 2 juta, terbagi dari 31 provinsi lain.
Namun, kubu Muhaimin, lewat Imam Nachrawi, anggota DPR yang ditunjuk sebagai caretaker Ketua PKB Jawa Timur, menuding, ketua cabang memberi surat dukungan karena ditekan Anam. "Mereka diancam," kata Nachrawi, Sabtu lalu.
Besarnya dukungan untuk PKB Alwi juga tersirat Sabtu pekan sebelumnya. PKB Jatim versi Alwi punya hajat unjuk kekuatan yang dikemas sebagai apel kesetiaan di depan Graha Astra Nawa, Surabaya. Paling tidak, seribu orang memadati halaman gedung yang hanya berjarak setengah kilometer dari Masjid Al-Akbar Surabaya itu. Apel serupa juga digelar di Semarang, Kamis pekan lalu, oleh PKB setempat. "Saya ini hampir 30 tahun mendampingi Gus Dur. secara pribadi saya tidak memiliki masalah dengan beliau. Tapi, apakah demi seseorang harus mengorbankan partai?" ujar Anam kepada Tempo.
Apel kesetiaan tadi kian mengukuhkan dukungan kiai kepada PKB Alwi. Di Pondok Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Jumat dua pekan lalu, sejumlah kiai dari kantong-kantong pendukung NU datang. Di sana ada KH Idris Marzuki (Lirboyo, Kediri), KH Mas Ahmad Subadar (Besuk, Pasuruan), KH Nurul Huda Jazuli dan KH Zainuddin Jazuli (Ploso, Kediri), KH Sholeh Qosim (Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo), KH Ubaidillah Faqih (putra KH Abdullah Faqih, Langitan, Tuban) dan KH Muhaiminan Gunardo (Parakan, Temanggung).
Ada juga KH Dimyati Rois dan KH Hanif Muslich (Demak), KH Ahmad Badawi Basir (Kudus), Yahya Staquf (anak KH Mustofa Bisri, Rembang), KH Attabik Ali dan KH Warsun Munawir (Krapyak, Yogyakarta), KH Abdurrahman Chudlori (Tegalrejo, Magelang). Sekretaris Jenderal PKB versi Alwi, Saifullah Yusuf juga ada di sana. Pertemuan kiai ini membulatkan keputusan, meminta PKB Alwi hasil Muktamar Luar Biasa Yogyakarta menghajatkan musyawarah nasional alim ulama untuk membahas masa depan PKB. Kini, untuk keperluan Munas yang bakal berlangsung di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, 28-29 Mei ini, Khofifah Indar Parawansa ditunjuk sebagai panitia pengarah dan Choirul Anam sebagai panitia pelaksana.
Dukungan untuk PKB Alwi juga dipertontonkan sebelumnya. Selasa 3 Mei lalu, di rumah KH Ahmad Warsun Munawir (Krapyak, Yogyakarta), setidaknya dua ratus kiai PKB se-Jawa Tengah dan Yogyakarta hadir di sana. Tokoh sentralnya KH Abddurrahman Chudlori dan Muhaiminan Gunardo. Alwi, Saifullah, dan Mohammad A.S. Hikam mengawal pertemuan itu.
Para kiai ini mendukung keputusan Forum Kiai Langitan agar mengembalikan Alwi Shihab sebagai ketua umum dan Saifullah Yusuf sebagai sekretaris jenderal sesuai hasil Muktamar Luar Biasa Yogyakarta. Tentu, bagi kubu Alwi, dukungan para kiai ini cukup menggembirakan. Sebab, mereka selama ini dikenal sebagai pendukung setia Gus Dur. Forum Kiai Langitan, yang hingga pemilihan presiden 2004 berada di belakang Gus Dur, berubah posisi menjadi berseberangan dengan bekas presiden itu.
Kubu Alwi makin di atas angin ketika Departemen Hukum dan HAM mengambil sikap menghadapi kemelut PKB. Melalui surat tertanggal 10 Mei 2005 yang ditujukan kepada pengurus pusat partai itu, Depkum dan HAM menolak pengajuan surat permohonan pendaftaran pergantian pengurus PKB 2005-2010 hasil Muktamar II Semarang. Surat resmi departemen ini ditandatangani Dirjen Administrasi Hukum Umum, Zulkarnain Yunus SH MH, atas nama Menteri Hamid Awaluddin. Surat ini merupakan respons atas surat yang diajukan kubu Muhaimin Iskandar pada 27 April.
Departemen Kehakiman menolak pergantian pengurus PKB dengan merujuk Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 2002. Di sana disebutkan, untuk menerbitkan keputusan tentang kepengurusan PKB yang baru, pihak mereka harus menunggu putusan Pengadilan Negeri yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraag van gewijsde).
Loyokah kubu Muhaimin Iskandar? Tidak juga. Bagaimanapun, Gus Dur tetap memiliki daya pikat. Sejumlah figur yang selama ini berada pada barisan kiai khos masih setia pada cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari ini. Sebut saja, misalnya, KH Abdullah Abbas (Buntet, Cirebon) dan Tuan Guru Turmudzi (Lombok, NTB). KH Iljas Ruchijat (Pondok Cipasung, Tasikmalaya) dan KH Abdullah Sachal (Bangkalan, Madura) masih berdiri di belakang Abdurrahman.
Melihat rapatnya barisan Kubu Alwi, Gus Dur tidak mau ambil pusing. Di kantor PB NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, pekan lalu, ia menganggap enteng mereka. "Paling kiainya kan itu-itu saja, ada Gus Ubed (Ubaidillah Faqih), Anwar Iskandar (Ketua Dewan Syuro PKB Ja-Tim-Alwi), Gus Din Ploso (anak Gus Mik), dan Kiai Idris (Lirboyo). Selebihnya tidak ada masalah," katanya.
Di depan, Gus Dur tampak pede abis; di belakang, pasukan tak tinggal diam. Mereka berusaha menerobos barikade yang dipasang Alwi-Syaiful. Muhaimin Iskandar, misalnya, menggunting kekuatan Krapyak dengan mengunjungi KH Zamakhsari, pengasuh Pondok Pesantren Ploso Kuning, Yogyakarta, Ahad pekan lalu. Muhaimin juga bersafari ke sejumlah pondok pesantren di Jawa Tengah. "Yang kecewa paling hanya 15 orang, sementara yang mendukung jutaan," katanya yakin. Gus Dur juga mengunjungi Pondok Buntet, Cirebon, hanya beberapa hari setelah Muktamar Semarang.
Di Jawa Timur, kubu Muhaimin menghadang laju kubu Alwi dengan mendatangkan Gus Dur di Pondok Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Senin dua pekan lalu. Bersamaan dengan itu, kubu Alwi menggelar doa bersama di Pondok Al-Hamdaniyah, Panji, Sidoarjo, yang hanya berjarak dua kilometer dari lokasi acara Gus Dur. Malam sebelumnya, Gus Dur juga sempat bertemu pendukungnya di Alun-alun Sidoarjo. Hanya saja, kedatangan Gus Dur kali ini terasa beda. Tak seperti kunjungan sebelumnya, kali ini warga NU tak membludak hingga membuat macet jalan raya.
Kubu Muhaimin juga mengutus Ali Masykur Musa, Wakil Ketua Umum PKB versi Muktamar Semarang, untuk bergerilya ke sejumlah kantong NU di Ja-Tim pekan lalu. Ali sempat pula bertemu Ketua PW NU Ja-Tim Ali Maschan Musa, kakak kandungnya. Untuk menyaingi musyawarah nasional alim ulama PKB Alwi, kubu Muhaimin juga menggelar acara serupa di lapangan depan Pondok Sidogiri, Pasuruan, yang direncanakan berlangsung pada 23 Mei. Sumber Tempo menyebutkan, putri Gus Dur, Zannuba Chafsoh Rahman, telah berkeliling ke sejumlah pesantren untuk menghimpun mereka agar hadir di acara itu.
Tak semua kiai NU sudah ambil sikap, memang. Mereka di antaranya adalah Ketua Umum MUI KH Sahal Mahfudz (Kajen, Pati), KH Kholil As'ad (anak almarhum KH As'ad Ali, Situbondo) dan KH Musthofa Bisri (Rembang) dan KH Sufyan Miftahul Arifin (Situbondo). Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi pun menyatakan tidak memihak kepada salah satu kubu dan meminta jalan islah. Tentu, banyak pendukung PKB yang bermimpi rekonsiliasi bukan sekadar omongan.
Sunudyantoro, Adi Mawardi, Jojo Raharjo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo