Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAHNYA seperti batu: tenang dan dingin. Ekspresi itulah yang ditunjukkan Nurhadi Djazuli, 56 tahun, ketika memasuki ruang rapat di Departemen Luar Negeri, Pejambon, Jakarta, Senin pekan lalu. Di ruang berpenyejuk udara besar itu sudah menunggu Usman Hamid dan beberapa anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir. Inilah saatnya memeriksa mantan Sekretaris Utama BIN itu terkait dengan pembunuhan aktivis HAM, Munir.
Pertemuan diawali basa-basi singkat. Lalu selama dua jam berikutnya anggota TPF mencecar Nurhadi dengan 20 pertanyaan. Dimulai dengan pertanyaan enteng seputar tugas Sekretaris Utama BIN hingga hubungan Nurhadi dengan Pollycarpus, tersangka pembunuh Munir. Bisa ditebak, Nurhadi mengaku tak tahu apa-apa. "Saya tidak tahu pembunuhan Munir," ujar Nurhadi, seperti ditirukan seorang anggota TPF.
Pemeriksaan Nurhadi ini boleh dibilang sebuah langkah maju bagi TPF. Maklum, berkali-kali mantan pejabat di lembaga telik sandi itu menolak panggilan pemeriksaan. Pernah dengan lantang dia menyatakan TPF tak berhak memanggil dirinya. "Siapa TPF? Yang berhak memeriksa orang adalah polisi," ujar Sujono, pengacara Nurhadi. kini dia tak bisa mengelak lagi.
Berhasil memeriksa Nurhadi tak berarti TPF sukses mengorek banyak informasi darinya. Itu sebabnya, lembaga bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini kembali mengirim surat panggilan pemeriksaan susulan. Menurut rencana, pria yang baru dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Nigeria itu mesti menghadap TPF lagi pada pekan depan. Pemeriksaan susulan itu diperlukan, kata Usman, "Untuk melengkapi fakta dan data yang sudah dimiliki TPF."
Usman mengakui pemeriksaan Nurhadi menambah semangat kerja TPF. "Pemeriksaan Nurhadi memperkuat dugaan keterlibatan lembaga intelijen," katanya. Ia bahkan menjanjikan bakal ada tersangka baru. Sayang, ia enggan membuka identitas calon tersangka baru itu.
Kelar diperiksa TPF, tak berarti Nurhadi bisa segera berleha-leha. Selang dua hari setelah pemeriksaan TPF, ia diperiksa polisi. Ketua TPF Brigjen Polisi Marshudi Hanafi yang merekomendasikan penyidik untuk memanggil Nurhadi. Bertempat di Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Rabu pekan lalu, Nurhadi lagi-lagi menjalani pemeriksaan maraton.
Kali ini dibutuhkan waktu 10 jam bagi polisi untuk menyidik Nurhadi. Banyak pertanyaan yang berkaitan dengan pembunuhan Munir mesti dihadapi Nurhadi. Penyidik berharap jawaban Nurhadi membuka misteri pembunuhan sang aktivis di pesawat Garuda jurusan Jakarta-Amsterdam pada September 2004 itu.
Toh, lagi-lagi penyidik seperti membentur tembok. Meski sudah dikonfrontir dengan Pollycarpus, tersangka eksekutor pembunuhan Munir, Nurhadi tetap bergeming. Kepala Bareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Suyitno Landung, mengatakan, saat ditanya, Nurhadi banyak memberi jawaban "tidak tahu". Bahkan saat dipertemukan dengan Pollycarpus, "Mereka mengaku tidak saling mengenal."
Jurus bungkam Nurhadi itu sudah diperkirakan. Dalam konferensi pers di Rumah Makan Sari Kuring, Jakarta, pada 27 April lalu, Nurhadi secara tegas menolak tudingan terlibat pembunuhan Munir. Saat wartawan menanyakan apakah dia merekrut Pollycarpus menjadi anggota BIN, Nurhadi menjawab singkat, "No way."
Jawaban Nurhadi ini idem ditto dengan keterangan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. Hingga kini Syamsir berkukuh menolak dugaan bahwa Pollycarpus adalah agen intelijen. Syamsir mengaku telah memeriksa dokumen anggota BIN. Hasilnya, tak ditemukan nama Pollycarpus dalam daftar agen mereka. "Kalau memang ada, tunjukkan SK pengangkatannya," ujar Syamsir.
Walhasil, kesan lamban dalam upaya pengungkapan terbunuhnya Munir belum juga pupus. Enam bulan sudah polisi menyidik, tapi belum juga terendus siapa dalang di balik pembunuhan keji itu. Hingga kini baru tiga awak Maskapai GarudaPollycarpus Budihari Priyanto, Oedi Irianto, dan Yeti Susmiartiyang dijadikan tersangka.
Hal ini membikin Suciwati, istri almarhum Munir, nyaris frustrasi. Dia hakul yakin pembunuhan Munir dilakukan oleh institusi intelijen yang memiliki jaringan rapi. "Dalang pembunuh ayah anak-anak saya masih berkeliaran," ujar Suciwati.
Setiyardi, Dariyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo