BAIT-bait bernada persatuan berbahasa Batak itu mengalun di Gereja HKBP Jalan Sudirman, Medan, Ahad lalu. Ratusan umatnya tampak khusyuk menyanyikan lagu yang menjadi tema Sinode Agung Istimewa (SAI) HKBP itu. Lalu upacara pelantikan Ephorus HKBP, Pendeta Parlindungan Wilfrits Togar (P.W.T.) Simanjuntak, Sekjen S.M. Siahaan, serta fungsionaris periode 1992-1998 pun berlangsung khidmat. Usai kebaktian, hadirin menyalami dwitunggal Ephorus dan Sekjen. Ada seorang gadis berbaju putih memberikan bunga berwarna kuning kepada ephorus baru. Barangkali itulah harapan agar setelah ini damai turun atas HKBP. Memang, sinode yang berlangsung sejak Kamis pekan lalu di Convention Hall Tiara Medan itu adalah lanjutan dari sinode yang gagal memilih pengurus baru akhir November. Proses pencalonan kali ini datang dari floor. Untuk ephorus muncul delapan calon, dan sekjen 18 calon. Keduanya dipilih dengan pemungutan suara yang dilakukan sebuah panitia, disaksikan 466 peserta. ''Jadi, pemilihan ini sama sekali tanpa campur tangan Bakorsta- nasda,'' kata Siahaan kepada TEMPO. Bakorstanasda belakangan memang populer di kalangan warga HKBP. Ketuanya, Mayjen. H.R. Pramono, bahkan dituduh mencampuri urusan intern HKBP. Sebab, 23 Desember lalu, ia menerbitkan surat keputusan yang menunjuk Siahaan sebagai pejabat ephorus dan melaksanakan sinode itu. Padahal ia melakukan itu, katanya, tak lain karena permintaan dari Majelis Pusat HKBP untuk menyelesaikan konflik intern (TEMPO, 30 Januari 1993). Namun, apa pun yang diputuskan aparat keamanan, Na- baban merasa tetap sebagai ephorus. Ia menggugat Pramono ke PTUN. Dalam sidang pertama, Ketua PTUN Lintong O. Siahaan menangguhkan surat keputusan Bakorstanasda itu. Artinya, Nababan menang dan Siahaan tak boleh melaksanakan sinode. Tapi belakangan, majelis PTUN, yang diketuai Imam Soebechi, memberi dispensasi kepada Siahaan untuk melaksanakan sinode (TEMPO, 13 Februari 1993). Perpecahan dalam HKBP memang bermula dari gerakan pemurnian Kristen yang dipimpin Ephorus Nababan untuk membersihkan HKBP dari pengaruh sinkretisme, sejak Oktober 1987. Tapi gerakan ini ditentang 38 pendeta HKBP dengan menerbitkan buku Bahaya di Tubuh HKBP. Nababan bahkan dituduh meniupkan ajaran baru yang menyimpang dari HKBP. Tak syak, Nababan memecat para pendeta itu dan sekutunya pada sinode di Pematangsiantar, November 1988. Sejak itu konflik dalam HKBP pun merebak. Pelbagai faksi bermunculan menentang Nababan. Ada Sekretariat Bersama Pemurnian HKBP di Medan dan ada Tim Damai yang dipimpin Jenderal (Purn.) M. Panggabean di Jakarta. Serangkaian demo jemaat HKBP dan mahasiswa Universitas Nommensen Medan pun meletus. Aspirasi faksi-faksi inilah yang berkonfrontasi dengan kubu Nababan di sinode November lalu, sehingga gagal memilih ephorus baru. Tapi, dalam SAI pekan lalu di Medan itu, dua kubu yang berkonflik tadi kebetulan sama-sama tak muncul. Konon, 30% pendeta semasa Nababan tak hadir. Toh sinode itu dihadiri 80% peserta sehingga memenuhi kuorum. Memang, menurut Siahaan, sebagian tokoh yang menjadi penyebab konflik telah digantinya sebelum sinode. Sebagai pejabat ephorus, Siahaan menganggap itu tugasnya. ''Gereja tak mungkin tanpa pendeta, jadi saya tunjuk saja pelaksananya,'' katanya. Konon banyak pendeta lari ke Jakarta atau tak datang ke sinode karena menganggap Nababan tetap ephorusnya. Nababan pun tak tinggal diam. Ia, Rabu lalu, membuat pernyataan di Jakarta. Ia menilai sinode itu tak sah karena hanya berdasarkan SK Bakorstanasda. Lagi pula, SK ini masih dalam proses pemeriksaan PTUN Medan. Nababan juga mengadukan soal itu kepada Pemerintah, Senin pekan lalu, termasuk kasus pemukulan terhadap warga HKBP yang ditahan. ''Itu jelas fitnah,'' ujar Wakil Asisten Intel Kodam I/Bukit Barisan, Letkol. Paris Ginting, kepada TEMPO. Unik memang. Ephorus HKBP telah terpilih, tapi PTUN masih belum memvonis SK Bakorstanasda itu. Tapi PTUN, menurut ketuanya, Charis Soebiyanto, tak berwenang menunda sinode, karena izinnya dari polisi. Bagaimana jika Nababan menang di PTUN 20 Februari ini? ''Tentu ia bisa saja menggugat ke meja hijau,'' kata Lintong. Sebaliknya, peserta sinode istimewa itu pun mengeluarkan pernyataan bersama Sabtu pekan lalu. Isinya, mereka tak mengakui keephorusan Nababan, yang tak berhak mewakili HKBP di dalam dan luar negeri. Juga terhadap, misalnya, PTUN. Karena itu, penunjukan kuasa hukum atas nama ephorus HKBP pun batal. Agaknya, konflik HKBP belumlah tuntas. SAI memang memutuskan agar Majelis Pusat menempatkan kembali para pendeta yang dipecat Nababan dulu. Tapi bagaimana dengan kubu Nababan? ''Saya akan mencoba bertemu dengan Pak Nababan,'' kata Ephorus Simanjuntak. Agaknya inilah tugas berat duet ''dua teolog'' itu: Simanjuntak, doktor teologi Universitas Heidelberg, Jerman (1990), dan Siahaan, doktor teologi Universitas Hamburg, Jerman (1973). Tugas duet itu tentu menyatukan umat dari konflik pimpinannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini