YASRI Yacoub SH, pembela Cik Nang, jauh-jauh hari katanya sudah
menyiapkan eksepsi. Tapi ketika tiba saatnya, hakim ketua
mengingatkan tak ada gunanya melakukan hal tersebut. Ternyata
sang pembela mengalah: menerima persidangan tanpa tangkisan.
Demikian juga pembela-pembela untuk perkara Boediadji dan Makka
Malik.
Eksepsi umumnya berkisar pada kompetensi pengadilan untuk
memeriksa perkara termauk di dalamnya perihal tuduhan jaksa --
walaupun tangkisan-tangkisan tersebut, sepanjang sejarah
pengadilan, pada umumnya ditolak oleh majelis hakim.
Dengan demikian pengadilan tinggal mengikuti arah sebagaimana
terungkap dalam tuntutan jaksa.
Terhadap Boediadji, Makka Malik dan Cik Nang yang sedang diadili
di Balikpapan itu, UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan
Kegiatan Subversi adalah tuduhan Utama, alias tuduhan primer.
Peraturan yang satu ini memang cukup mashur dan meremangkan bulu
roma. Baik Boediadji, Makka Malik dan Cik Nang dalam tuduhan
primer dituduh melanggar pasal yang sama, yaitu: pasal 1 ayat 1
angka 1 b dan d serta pasal 13. Tuduhan itu berkisar pada
perbuatan "menggulingkan, merusak atau merongrong kekuasaan
negara atau kewibawaan pemerintah yang sah atau aparatur
negara", serta "mengganggu, menghambat atau mengacaukan bagi
industri, produksi, distribusi, perdagangan, koperasi atau
pengangkutan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
berdasarkan keputusan pemerintah, atau yang mempunyai pengaruh
luas terhadap hajat hidup rakyat". Barangsiapa terjaring oleh
ketentuan-ketentuan ini diancam dengan hukuman mati, seumur
hidup tau 20 tahun.
Ketiga tertuduh menolak keras tuduhan maut ini. "Saya menolak
tuduhan subversi, karena saya tidak merasa melakukan tindak
pidana tersebut", tangkis Boediadji.
Mata kail yang kedua adalah tuduhan korupsi: jadi kalau lolos
dari tuduhan primer masih ada yang subsider. Pasal 1 ayat 1 a
dan b dinilai penuntut umum kena untuk mereka. Sebab orang-orang
beras ini "dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan
perekonomian negara". Paling tidak mereka tahu bahwa perbuatan
tersebut dapat berakibat demikian.
Ketiganya juga dituduh menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada pada mereka karena jabatan mereka untuk
keuntungan diri sendiri atau orang lain - padahal perbuatan
tersebut, langsung atau tidak, dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara. Tambahan untuk Cik Nang, selain ayat 1 a
dan b juga dikenakan yang c yaitu melakukan beberapa kejahatan
yang diancam pasal-pasal KUHP.
Hukumannya? Penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun,
atau denda setinggi-tingginya 30 juta rupiah.
Masih ada mata pancing- ketiga, atau istilah teknis kejaksaan
tuduhan "lebih subsider". Boediadji dan Makka Malik dibebani
tuduhan penggelapan. Di sini mereka bisa kena dera lima tahun.
Sementara Cik Nang untuk bagian lebih subsider ini masih
diiming-iming tuduhan memalsukan surat-surat yang menurut pasal
263 KUHP bisa dihukum 6 tahun. Tapi pasal ini juga diancamkan
pada Boediadji dan Makka Malik sebagai tuduhan keempat, atau
tuduhan yang "lebih subsider lagi".
Tinggal tunggu mata pancing mana yang dapat manggaet para
tertuduh itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini