Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim Pengawas DPR menyoroti penyelenggaraan haji yang dinilai amburadul.
Pemerintah seperti tidak memiliki mitigasi untuk menghadapi potensi masalah dalam penyelenggaraan haji.
Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi membentuk tim investigasi.
JAKARTA – Tim Pengawas Haji dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti penyelenggaraan ibadah haji tahun ini yang dinilai amburadul. Tim pengawas berencana memanggil Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk meminta penjelasan. “Setelah musim haji selesai, kami akan mengundang Kementerian Agama untuk melakukan evaluasi,” kata anggota Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk membenahi layanan haji, kata Ace, banyak catatan penting yang harus dievaluasi dan diperbaiki pemerintah. Di antaranya tentang Mashariq—perusahaan layanan haji—yang dinilai tidak memenuhi komitmen terhadap beberapa komponen masyair di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Terutama dalam penyediaan tenda dan kamar mandi. Fasilitas ini tidak sebanding dengan jumlah anggota jemaah haji Indonesia. Jadi, jemaah harus mengikuti antrean yang sangat panjang untuk mengakses toilet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama puncak pelaksanaan haji, Tim Pengawas juga menemukan banyak anggota jemaah yang tidak tertampung dalam tenda di Mina. “Belum lagi manajemen penempatan jemaah saat kedatangan yang sangat acak-acakan,” ucapnya. “Bahkan antarjemaah terpaksa rebutan tenda.”
Penyediaan konsumsi untuk jemaah selama di Mina juga dipersoalkan karena selalu datang terlambat. Begitu juga penyediaan fasilitas bagi orang lansia—kursi roda dan golf car—yang sangat minim. “Transportasi untuk jemaah tidak terkelola dengan baik,” kata Ace. “Dari semua temuan itu, pemerintah harus meninjau ulang keberadaan Mashariq dari pihak Arab Saudi.”
Jamaah haji menunggu kendaraan untuk mengantarkan mabit ke Muzdalifah di Arafah, Arab Saudi, 27 Juni 2023. ANTARA/Wahyu Putro A
Hamid Noor Yasin, anggota Tim Pengawas Haji, menguatkan pendapat Ace. Dia menyoroti masa tunggu yang terlalu lama. “Jika daftar pada tahun ini dengan setoran awal Rp 25 juta, kita diperkirakan baru bisa diberangkatkan 11 sampai 47 tahun ke depan,” ujarnya. “Kalau misalnya yang mendaftar umur 54 tahun, berarti bisa jadi nanti umur 101 tahun baru bisa berangkat haji.”
Tahun ini, kata Hamid, calon haji berusia di atas 65 tahun mencapai 67 ribu atau sekitar 30 persen dari total jemaah yang berangkat ke Tanah Suci sebanyak 229 ribu orang. Karena itu, pemerintah seharusnya menyiapkan fasilitas yang memadai untuk jemaah lansia, termasuk dalam pelaksanaan ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). “Di Armuzna, jemaah membeludak dan tidak tertangani dengan baik,” ucapnya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Agus Suyatmo, setuju untuk mengevaluasi pelaksanaan haji tahun ini yang sarat masalah. Apalagi keluhan yang muncul justru pada kebutuhan mendasar, seperti keterlambatan makanan dan transportasi hingga hunian jemaah. “Harus dicari siapa yang bertanggung jawab dan diberi sanksi,” ucapnya.
Menurut Agus, harus dipahami bahwa tidak semua jemaah haji berani secara langsung menyampaikan keluhan. Sebagian lagi memang tidak mau mengeluh karena khawatir akan mengurangi kekhusyukan ibadah. Kelompok ini menganggap segala sesuatu yang terjadi di Tanah Suci sebagai takdir sehingga mentoleransi masalah yang dihadapi.
Anggota Amirul Hajj meninjau persiapan fasilitas tenda di Mina, Mekah, Arab Saudi, 24 Juni 2023. ANTARA/Wahyu Putro A
Satu sumber Tempo yang mempunyai pengalaman menangani jemaah haji mengatakan pemerintah seperti tidak mempunyai mitigasi yang matang untuk menghadapi potensi masalah pelaksanaan ibadah haji. Padahal pelaksanaan ibadah haji rutin dilaksanakan setiap tahun. “Yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia harus mampu berkoordinasi, berkomunikasi, dan punya komitmen menjalankan tugas,” ucapnya.
Fakta yang ditemukan di lapangan, kata dia, banyak petugas haji justru tidak memahami regulasi yang dibuat pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Dengan demikian, saat terjadi masalah, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Alih-alih menyelesaikan masalah, para petugas haji ini justru menambah beban penyelenggara haji.
Yaqut Cholil Qoumas membenarkan bahwa pelayanan haji tahun ini banyak dipersoalkan. Dari kurangnya tenda, keterlambatan pemberangkatan jemaah dari Muzdalifah ke Mina, air bersih dan sanitasi, hingga keterlambatan katering.
Kementerian Agama, kata dia, bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Taufiq F. Al Rabiah untuk membahas masalah tersebut pada 30 Juni lalu. Dalam pertemuan itu, Menteri Haji Arab Saudi berjanji masalah yang dialami jemaah Indonesia tidak akan terulang. “Insya Allah ini akan menjadi kejadian yang terakhir kalinya,” ujar Yaqut menirukan pernyataan Taufik F. Al Rabiah.
Yaqut mengatakan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi bersepakat menginvestigasi berbagai persoalan yang muncul. Tim gabungan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menargetkan investigasi rampung dalam dua pekan. “Kita tunggu detail-detailnya kenapa di Arafah dan Mina bisa sampai seperti itu. Penyebabnya apa? Ini yang kita tunggu,” kata Yaqut.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo