Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyatakan demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Tingkat demokrasi di negara ini menurun hingga seperti negara baru merdeka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fadli berkaca kepada kondisi politik Indonesia yang masih diramaikan isu tak menggembirakan menjelang pemilihan umum serentak 2019. Dia mencatat, ada beberapa persoalan politik sepanjang 2018. “Mulai dari jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat yang menurun, intimidasi terhadap lawan politik, hingga manajemen pemilu yang amburadul,” tulis dia di akun Twitternya, @fadlizon, Selasa, 1 Januari 2019.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga mengutip data The Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2017. Peringkat demokrasi Indonesia turun 20 peringkat ke posisi 68 dari 48 pada 2016. Fadli membandingkannya dengan peringkat demokrasi Timor Leste yang berada di urutan 43 pada 2017.
Politikus Partai Gerindra itu juga menggunakan data Freedom House, organisasi independen pengawas kebebasan dan demokrasi di dunia. “Meningkatnya ancaman kebebasan sipil, menurut Freedom House, telah mendorong Indonesia turun status dari negara ‘bebas’ (free) menjadi negara ‘bebas sebagian’ (partly free) di tahun 2018,” katanya. Data tersebut kembali dibandingkan Fadli dengan capaian Timor Leste. Negara tersebut mengalami kenaikan status dari negara partly free menjadi free.
Fadli mengklaim data-data di atas sejalan dengan keluhan masyarakat. Dia menyebut keluhan terkait dengan persekusi terhadap ulama yang kritis hingga upaya pembungkaman dan kriminalisasi terhadap tokoh di kubu oposisi pemerintah.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga itu juga menyebut demokrasi Indonesia dinodai praktik manajemen pemilu yang amburadul. Hal ini dianggap mengancam kredibilitas pelaksanaan pemilu 2019. Dia mencontohkan pelanggaran administrasi kependudukan mulai dari kasus jual beli blanko KTP elektronik, tercecernya ribuan KTP elektronik, serta isu 31 juta pemilih yang belum masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Fadli Zon menyebut kondisi ini sebagai ironi di pemeritahan Presiden Joko Widodo. Dia mendesak kondisi ini harus segera dibenahi. “Jika tidak, kecurigaan publik terhadap proses pemilu yang manipulatif, akan semakin meningkat,” ujarnya. Dia menyatakan tak ingin Pemilu 2019 hanya sekadar menjemput takdir demokrasi yang lebih buruk. Terlebih anggaran untuk ajang tersebut mencapai triliunan.