Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan peluncuran Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit atau Hospital Based pada hari ini, Senin, 6 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan dia kerap melakukan inspeksi mendadak alias sidak ke RS hingga puskesmas di sejumlah daerah selama enam bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya Jokowi menyebut dia sangat senang bahwa alat-alat yang diperlukan, seperti USG sudah tersedia di puskesmas. Kepala negara juga menyoroti di provinsi maupun kabupaten kota sudah ada MRI, mammogram, hingga cath lab.
Namun, Jokowi menyayangkan jika daerah kepulauan maupun daerah terpencil minim tenaga dokter spesialis.
“Tapi selalu, keluhan di daerah utamanya di provinsi kepulauan selalu adalah dokter spesialis yang tidak ada," kata Jokowi dalam sambutan saat meresmikan PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan di Halaman Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
Sebanyak 59 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa
Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Presiden menyebut sebaran dokter spesialis juga 59 persen terkonsentrasi di Jawa. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis. “Artinya memang sangat kurang sekali,” kata Jokowi.
Presiden menyebut penambahan program pendidikan yang diresmikan Senin pagi merupakan terobosan untuk memperkuat bidang kesehatan. Sementara itu, penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 68,3 persen dari total populasi.
"Harus ada trobosan. Kita harus membuat terobosan," kata Jokowi dalam sambutannya. "Bonus demografi 10, 15 tahun ke depan akan percuma kalau kesehatannya tidak baik."
Ia melanjutkan, dengan pemenuhan dokter spesialis, maka tingkat GDP atau produk domestik bruto Indonesia bisa tinggi, seperti di negara maju.
Menkes: Jadi masalah hampir 80 tahun
Dalam keterangannya melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2024, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, distribusi tenaga dokter yang belum merata di Indonesia sudah menjadi masalah selama hampir 80 tahun.
Menurut Budi, berbagai program untuk meningkatkan jumlah dokter sudah dilakukan karena sebagian besar dokter berasal dari dari masyarakat kota. "Banyak yang sulit lulus masuk dan diterima," ujarnya.
Butuh 15 tahun penuhi rasio WHO
Dalam keterangan yang sama, Budi memperkirakan butuh 15 tahun bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis sesuai rasio yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 0,28 berbanding 1.000 penduduk di Indonesia melalui keberadaan 117 fakultas kedokteran.
Kemenkes buka 6 Prodi
Atas sederet fakta miris tersebut, Kemenkes berupaya memecahkan persoalan akut terkait pemenuhan rasio kebutuhan dokter spesialis di Indonesia dengan membuka enam program studi (prodi) di rumah sakit penyelenggara pendidikan utama, yang telah diresmikan Jokowi pada Senin pagi.
Melalui program Transformasi Kesehatan memfasilitasi rumah sakit pendidikan di 420 rumah sakit, lanjut Budi Gunadi, untuk mendidik lebih banyak dokter dan dokter spesialis di luar jalur universitas.
"Kita punya 3.000 rumah sakit, 420 rumah sakit sebagai rumah sakit pendidikan untuk mendidik lebih banyak dokter dan dokter spesialis. Dengan demikian, lebih cepat pemenuhan dokter dan dokter spesialis di seluruh Indonesia," kata Budi.
Prioritaskan dokter putra daerah
Dikatakan Budi, program tersebut akan memprioritaskan dokter-dokter putra daerah sebagai peserta pendidikan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan.
"Nanti pemenuhan dokter spesialis ke seluruh daerah akan dilakukan bersama-sama, baik pendidikan melalui universitas, maupun pendidikan yang berbasis rumah sakit," kata Budi.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya yang menjelaskan, program ini gratis dan menyasar para dokter di daerah, khususnya Indonesia Tengah dan Timur.
"Sasaran peserta program adalah dari daerah terpencil perbatasan dan kepulauan. Setelah menempuh pendidikan, peserta wajib kembali ke daerahnya untuk mengabdi," ujarnya selepas acara peresmian program PPDS di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta Barat, Senin, 6 Mei 2024.
Tersebar di 6 RS
Pada tahap awal, kata Budi, terdapat enam program studi kedokteran spesialis di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama, yakni spesialis mata, jantung, anak, saraf, orthopedi, dan ongkologi.
Adapun enam rumah sakit pendidikan yang dimaksud yakni RS Mata Cicendo, RS Ortopedi Soeharso, RS Pusat Otak Nasional (PON), RS Kanker Dharmais, RSAB Harapan Kita, dan RSJPD Harapan Kita.
Peserta pendidikan tidak bayar
Dengan program Hospital Based, peserta tidak perlu membayar namun dapat jaminan bekerja. Meski gratis, Budi memastikan kualitas pendidikan akan memiliki standar sama dengan program universitas bahkan internasional.
Dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, program ini rencananya akan bekerja sama dengan 420 rumah sakit yang berpotensi menjadi Rumah Sakit Pendidikan, termasuk rumah sakit swasta. Targetnya, tiap rumah sakit di daerah setidaknya memiliki tujuh dokter spesialis.
Adapun jumlah dokter spesialis di Indonesia saat ini berkisar 48.785 orang yang mayoritasnya terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Sejumlah wilayah dengan jumlah dokter spesialis kurang dari 100 orang adalah Provinsi Papua Barat nol dokter spesialis, Maluku Utara 98 dokter spesialis, dan Sulawesi Barat 85 dokter spesialis.
DANIEL A. FAJRI | ILONA ESTHERINA | HENDRIK YAPUTRA