Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ganti sebuah pergantian menjelang sidang

Try Sutrisno menduduki jabatan pangab menggantikan LB Murdani. Edi Sudrajat menjadi KSAD. Wawancara dengan Try Sutrisno. ABRI di bawah LB Murdani. Profil Try Sutrisno dan Edi Sudrajat.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada yang menyangka akan muncul sebuah berita besar. Rabu pekan lalu itu, 10 Februari, ada tiga tamu yang diterima Presiden Soeharto di kediamannya Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Yang pertama, pada pukul 09.00, adalah Pangab Diraja Brunei Darussalam, Mayor Jenderal Dato Seri Pahlawan Haji Mohammad bin Haji Daud. Di sebelahnya, Pangab Jenderal L.B. Moerdani. Ia mengenakan seragam hijau upacara, mendampingi sang tamu. Usai bertemu Presiden, Pangab Brunei keluar. Jenderal Benny mengantar. Tapi ia kemudian masuk kembali ke ruang tunggu dalam. Presiden sedang akan menemui tamu berikutnya, Direktur Utama PT Krakatau Steel Tungky Ariwibowo. Setelah pembicaraan dengan Ariwibowo selesai, barulah Pangab menghadap Presiden. Pertemuan itu tampaknya tidak lama. Benny keluar, mengarahkan pandangannya ke tumpukan puntung rokok dalam pot bunga di depan ruang kerja Presiden. Ia menegur komandan jaga, agar melarang orang menaruh rokok di pot bunga Presiden. Disiplin nasional juga menyangkut soal kecil seperti bagaimana seharusnya membuang puntung, ia mengingatkan. Tapi dengan segera perhatian tak lagi soal puntung yang terbuang. Pangab, yang segera dikerumuni wartawan, mula-mula menjelaskan soal pertemuan Presiden Soeharto dengan Pangab Brunei. Tapi seorang wartawan kemudian bertanya tentang rencana tour of duty di pimpinan Angkatan Darat. Jawab Benny, "Tour of duty -. KSAD akan digantikan oleh Letjen Sudrajat sebelum akhir bulan. Dan Pangab akan diganti oleh Jenderal Try Sutrisno pada minggu pertama bulan Maret. Cukup?" Para wartawan geger. Berita bahwa Jenderal Try akan digantikan oleh Letjen Edi Sudrajat memang telah lama tercium. Begitu juga sudah mulai ada bisik-bisik - biarpun di kalangan terbatas - tentang pergantian Benny oleh Try. Tapi pergantian Pangab pada minggu pertama Maret? Bukankah itu akan terjadi di tengah Sidang Umum MPR? Bukankah selama ini semua menduga, nama Pangab yang baru akan diumumkan bersama susunan kabinet baru, seperti yang terjadi lima tahun silam ? Selalu pandai memberikan jawab, Jenderal Benny menyahut, "Tidak apa. Itu menunjukkan kita aman." Dan ia malah menyebutkan kapan harinya yang persis. "Tepatnya tanggal 7 Maret. Hebat toh ya?" Pangab kemudian menjelaskan, Letjen Edi Sudrajat akan dilantik pada 20 Februari. Serah terima KSAD akan diselenggarakan pada 22 Februari. Serah terima jabatan Pangab akan dilakukan pada 8 Maret di Mabes ABRI Cilangkap. "Tidak perlu besar-besaran, cukup satu unit saja dari tiap angkatan. Karena menghemat. Sederhana saja," katanya. Yang belum terjawab ialah apa nanti jabatan Benny yang baru, dan apakah yang diserahterimakan Benny kepada Try termasuk jabatan Pangkopkamtib. Jenderal Benny - yang dalam masa jabatannya memegang kedua kendali itu sekaligus - hanya menyahut, "Pertanyaan bagus itu. Saya belum bisa jawab sekarang." Hampir semua media massa - termasuk koran dan radio serta televisi di Asia Tenggara dan Australia - kemudian menempatkan rencana pergantian KSAD dan Pangab itu sebagai berita utama. Pada saat yang sama, pelbagai pertanyaan yang belum terjawab secara resmi masih beredar. Apalagi di Jakarta. Maklum saja. Sidang Umum MPR sedang mendekat. Kabinet, termasuk Presiden, harus akan melalui pengangkatan kembali. Tentang Presiden sudah tak ada soal: dukungan sudah berkumandang untuk Pak Harto. Tapi belum jelas siapa wakil presiden - seandainya wakil presiden yang sekarang, Umar Wirahadikusumah, tidak menjabat lagi. Untuk kesekian kalinya, tak ada suara dari MPR tentang itu. Yang pasti belum jelas siapa saja yang akan jadi menteri nanti, mengingat itu yang menentukan adalah Kepala Negara. Maka, semua menanti. Atau berspekulasi, dalam suasana "demisioner". Keadaan "demisioner" itulah agaknya yang menyebabkan ada kabar, bahwa pelantikan Jenderal Try sebagai Pangab diajukan waktunya menjadi 27 Februari, sementara serah terima menjadi 29 Februari persis sehari sebelum Sidang Umum MPR mulai. Menurut sumber resmi, pemajuan itu agaknya bukan supaya lebih cepat. Tanggal semula yang dipilih memang tak cocok dengan formalitas politik yang selama ini dipegang: saat itu Presiden resminya sedang dalam proses dipilih, dan tak bisa mengangkat atau melepas pembantunya yang baru. Benny ataupun Try termasuk pembantunya. Mungkin sebab itu kalangan ABRI khususnya, termasuk yang sudah tak menjabat, menganggap pergantian yang terjadi sebelum Sidang Umum itu soal yang lumrah. Bekas Pangkopkamtib Jenderal (Purn.) Soemitro pada TEMPO misalnya menegaskan,tidak ada apa-apa di balik pergantian itu. "Setelah saya cek, ndak ada permasalahan." Jenderal Benny sendiri tampaknya sudah lama siap untuk melepaskan jabatannya. Itu juga terlihat pada pilihannya untuk tetap berkantor di Merdeka Barat serta kantornya yang lama di Tebet. Kabarnya- selama ini cuma beberapa kali ia memakai ruang kerja Pangab di Mabes ABRI yang baru di Cilangkap, Jakarta Timur. "Biarlah itu dipakai oleh Pangab yang baru kelak,'- ujar seorang perwira tinggi, mengulangi alasan yang dikemukakan Benny. Pangab yang baru itu datang, dan, seperti sudah digariskan, dari kalangan generasi baru: Try Sutrisno. Ia agaknya memang sudah saatnya untuk segera tampil. Umurnya kini 52 tahun, lebih tua dari umur Benny waktu memegang jabatan Panglima. Tatkala itu, Jenderal Benny Moerdani 50 tahun 6 bulan. Kesempatan bagi Try sebelum pensiun sangat pendek, apabila usia pensiun adalah 55 tahun. Kecuali bila gagasan yang seperti dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang Keprajuritan berhasil di DPR. Dalam RUU itu ditetapkan bahwa bagi perwira berpangkat kolonel ke atas, bila diperlukan, bisa diperpanjang masa dinas aktifnya sampai usia 60 tahun. Batas usia pensiun yang selama ini berlaku adalah 55 tahun, meskipun Presiden bisa memperpanjang dinas aktif seorang perwira tinggi (dengan status perwira cadangan aktif) selama satu tahun, maksimal sampai lima kali berturut-turut. Jika berdasar Deraturan lama, yang masih berlaku, praktis yang bisa ditunjuk menjadi Pangab akhirnya hanya seorang yang berusia sekitar 50 tahun - mengingat masa jabatan Pangab adalah lima tahun. Maka, tanpa adanya perpanjangan batas usia pensiun seperti tercantum dalam RUU Keprajuritan, sulit bagi Jenderal Try Sutrisno - yang dilahirkan 15 November 1935 - untuk ditunjuk menjabat Pangab. Sebab, menurut aturan yang sedang akan diubah sekarang, segera ia tak akan berdinas lagi, mengingat umurnya. Namun, tak berarti RUU Keprajuritan disiapkan khusus untuk memungkinkan Jenderal Try -- yang memang sudah lama dipersiapkan - menjabat Pangab. RUU itu agaknya lahir dari gagasan bahwa pemensiunan seorang perwira tinggi pada usia 55 tahun kurang tepat, sebab di usia itu sebenarnya seorang sedang mencapai puncak kematangannya. Di banyak negara lain, batas usia pensiun perwira tinggi umumnya 60 tahun lebih. "Kita rugi kalau tidak memanfaatkan perwira yang sedang matang-matangnya itu," kata seorang pejabat teras Mabes ABRI Di bawah Jenderal Benny, RUU itu disiapkan. Mungkin bersama tugasnya untuk menjembatani peralihan kepemimpinan ABRI dari perwira generasi 45 ke perwira generasi muda. Benny sebagai perwira lulusan P3AD Bandung memang termasuk generasi peralihan. Sedang yang tergolong "perwira generasi muda" adalah lulusan AMN. Setelah Akademi Militer Yogya - yang dibentuk di masa awal kemerdekaan ditutup pada 1950, ABRI mengirimkan perwira-perwiranya ke Belanda. Lulusan Akademi Militer di Breda ini antara lain Rudini dan Soelarso. AMN Magelang dibuka kembali pada 1957. Lulusan pertamanya, angkatan 1960, antara lain Edi Sudrajat, Soegiarto, Sudjana, dan Harsudiono Hartas. Sebelumnya, pada 1956, dibuka Akademi Zeni yang kemudian diganti menjadi Akademi Teknik AD di Bandung. Try Sutrisno termasuk lulusan pertamanya. Jenderal Try Sutrisno, kini sudah jadi Pangab, serta Letjen Edi Sudrajat, kini sudah sebagai KSAD, dengan begitu contoh berlangsung proses peralihan kepemimpinan yang paling jelas di Indonesia. Kini semua jabatan tertinggi sampai pejabat teras terendah telah sepenuhnya di tangan perwira lulusan AMN atau akademi sejenisnya. Tak mengherankan bila para perwira ABRI menunjukkan kebanggaan bahwa proses peralihan itu - setidaknya di tingkat panglima angkatan - berjalan tanpa yang yang tua menjadi degil dan mencoba bertahan terus, sementara yang muda tak sabar. Kata Rudini, jenderal yang sudah purnawirawan, yang beberapa tahun yang lalu digantikan Try sebagai KSAD, "Artinya, tidak pernah timbul keributan." Rudini menilai, pilihan Try sebagai Pangab tepat. "Dia seorang perwira yang memiliki identitas sebagai perwira TNI, merakyat." Try juga dinilai Rudini pandai bekerja sama serta luwes: bisa berdialog dengan yang muda, bisa ngemong pada yang tua. Bahkan persoalan latar belakang pendidikan Try, yang berasal dari- zeni, dan bukan dari infanteri, tak menimbulkan masalah yang mengganggu -- menurut Rudini. "Kalau sudah perwira tinggi, tidak ada pembedaan antar-angkatan. Semuanya dianggap punya kemampuan memimpin" katanya. Jenderal Soemitro malah membayangkan, suatu waktu kelak bila keadaan sudah baik, Pangab bisa dipegang bergantian dari ketiga angkatan. Yang penting, tentu saja, kualitasnya sebagai pemimpin. Soemitro tak bermaksud menilai Try. Ia hanya melihat, ada perbedaan antara tantangan yang dihadapi Benny dan yang dihadapi Try. Meskipun di masa Benny anggaran sudah sempit, Soemitro berpendapat Try harus menghadapi keadaan sosial ekonomi yang semakin berat. Maka, ada satu hal yang menurut Soemitro perlu dilakukan orang No.1 baru dalam ABRI kini: membuka dialog dalam tubuh ABRI sendiri. ABRI, menurut bekas Pangkopkamtib yang banyak mengemukakan konsepnya ini, sebagai kekuatan sosial, membutuhkan kemampuan memonitor perkembangan sekitar. Alasan Soemitro, "Kalau ada situasi krisis, tepat pada waktursya dia bisa jump in dan tahu persis apa yang dikerjakan. Untuk itulah diperlukan latihan, monitor." Jika monitor perlu disakukan dengan dialog, agaknya Try Sutrisno adalah orang yang tepat untuk itu. Rudini menyebutnya luwes, pandai membawakan diri. Letjen (Purn.) Sayidiman, yang mengenal Try waktu muda, menilainya punya kekuatan dalam hubungan antarmanusia. Mereka yang melihat Try menemui rakyat memang punya kesan yang sama: ramah. ABRI, akhirnya, memang bukan hanya senapan dan mobil berlapis baja. Apalagi tiap zaman harus punya jawabannya sendiri. Susanto Pudjomartono, Bambang Harymurti, Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus