Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Garam, tak lagi mandi limun

Pemerintah berusaha memperbaiki nasib petani garam. sk menperdag menyebuntukan pembelian garam rakyat harus lewat kud garam. tapi pelaksanaan sk terlambat, hingga petani terperangkap tengkulak. (dh)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENETAPAN tersebut tercantum dalam kontrak jual-beli yang ditandatangani 11 September antara Dirut PN Garam Sudiat dengan para manager KUD di Madura dan Jawa Timur. Hal itu sesuai dengan bunyi SK Menperdag 270 & 349/1977 yang menyebutkan "pembelian garam rakyat harus lewat KUD garam." Itu berarti pelaksanaan SK tersebut terlambat 2 tahun. Apa sebabnya tidak jelas. Tapi yang pasti selama ini petani garam sudah terlanjur terjerumus dalam perangkap tengkulak. Misalnya para petani garam di sekitar Pengarengan, (Sampang, Madura) selama ini menjual kepada tengkulak dengan harga Rp 5,5/kg untuk semua kelas. Itu belum termasuk ongkos angkut dari tambak karena tengkulak hanya mau memarkir truk di pinggir jalan besar. "Setiap ton saya harus membayar Rp 1.000 karena garam harus diangkut dengan perahu dulu," ujar Haji Abdul Rahman, salah seorang petani garam di sana. Tidak cukup dengan seribu saja, pak haji juga musti bayar lagi Rp 240/ton sebagai retribusi truk, yang konon untuk dana pembangunan. "Jadi setiap kilogram saya hanya menerima Rp 2 saja," tutur pak haji lagi. Selain Sumenep dan Kalianget, Sampang merupakan pusat tambak gararn dMadura. Tambak milik rakyat di Pengarengan saja hampir meliputi 1.000 ha, yang setiap musim menghasilkan sekitar 50.000 ton. Areal PN Garam sendiri yang 5.700 ha hampir semuanya ada di Pengarengan. Mandi Limun Tapi di sana juga terkenal banyak buruh-tani garam yang nasibnya sama merosotnya dengan para petani garam itu sendiri. Cerita salah seorang petani di sana, Hanifah 55 tahun, menarik. "Dulu orang Pengarengan suka sesumbar, bukan orang Pengarengan kalau belum mandi limun di musim Danen garam," katanya. Ini untuk menunjukkan betapa makmurnya petani garam waktu itu "Di zaman muda saya dulu, zaman penjajahan, garam rakyat dibeli semua oleh pabrik dengan harga mahal. Mungkin ketika itu hanya di sini orang bikin garam dan bisa dikirim ke negeri-negeri lain jajahan Belanda," tutur Hanifah. Sekarang, Pengarengan bagaikan koea yang ditinggalkan penghuni. Banyak bangunan megah runtuh, sementara taman-taman luas membelukar. "Padahal dulu seperti kota saja. Dan wanitanya berkalung emas segede rante sepur," Hanifah tertawa. Sekarang, petani yang memiliki tambak 1 ha misalnya, dalam semusim paling-paling hanya menghasilkan Rp 180.000 bersih. Kenaikan harga garam rakyat se]ak pertengahan September lalu, mustinya bisa melipat-gandakan penghasilan petani 3 kali lipat. Tapi karena jarak waktu antara pengumuman dan pelaksanaan pembelian hampir sebulan, para tengkulak sudah lebih dulu memborongnya. Walhasil, seorang petugas BUUD di Sampang menyimpulkan "seolah-olah Pemerintah memberi kesempatan kepada pedagang untuk cepat-cepat membeli garam sebelum harga dinaikkan." Tentu saja Pemerintah tidak bermaksud begitu. Cuma keterlambatan pemberitahuan itulah tentu yang jadi biang soalnya. "Kalau beberapa hari sebelumnya sudah tahu akan ada kenaikan, tentu diusahakan agar pembelian oleh pedagang direm," ujar seorang pejabat di Pemda Sampang. Siapa yang salah? Bupati Sampang, Mursyim, menjawab: "PN Garam memang tidak mengontak Pemda." Karena itu bupati buru-buru turba menyelenggarakan rapat-rapat kilat. Di Pengarengan sendiri, ternyata hanya sedikit saja yang dibeli oleh PN Garam. "Pembelian tahap pertama hanya 9.400 ton, padahal produksi sekitar 50.000 ton," kata Camat Camplong, Hadiroso.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus