Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Regulator pendidikan tinggi India telah menghapus syarat kandidat doktor mengirim artikel ke jurnal yang ditinjau oleh rekan sejawat sebelum mendapatkan gelar PhD. Ini adalah bagian dari revisi signifikan terhadap kriteria mereka yang eligible, penerimaan, dan proses evaluasi untuk gelar doktoral di negara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, setiap kandidat PhD diwajibkan oleh University Grants Commission (UGC), regulator, mempresentasikan dua makalah di konferensi atau seminar dan menerbitkan setidaknya satu di antaranya untuk bisa mengajukan tesis. Dalam revisi regulasi yang mengatur persyaratan minimum dan prosedur pemberian gelar PhD yang dirilis 7 November lalu, kandidat tak perlu lagi melakukan publikasi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Indian Institutes of Technology, kampus terkemuka di India di mana tak pernah ada syarat publikasi untuk PhD, UGC mengantisipasi penghapusan syarat wajib itu akan berdampak lingkungan riset yang kurang kompetitif bagi mahasiswa dan universitas. Karenanya, Ketua UGC Mamidala Jagadesh Kumar telah berupaya meredam kekhawatiran akan menurunnya kualitas riset.
Disebutkan, meski tak ada lagi syarat wajib itu, riset kualitas tinggi akan berujung ke publikasi di jurnal-jurnal bergengsi. "Saat lulusannya mengajukan diri untuk posisi post-doctoral ataau pekerjaan tertentu, itu akan berguna," katanya.
Cemas Kualitas Riset di Bawah Standar
Beberapa akademisi mencatat bahwa menghapus syarat wajib publikasi jurnal justru sesuai dengan standar internasional. Menerbitkan makalah sebelum mendapatkan gelar PhD memang tidak diwajibkan di sebagian besar negara. Tetapi, hal itu dianggap perlu bagi setiap peneliti yang kompeten.
Beberapa akademisi dan mahasiswa juga percaya bahwa perubahan ini akan mengakhiri praktik para peneliti yang membayar agar makalah mereka bisa diterbitkan di jurnal-jurnal yang di bawah standar dan diduga jurnal 'predator'. Istilah yang terakhir dikenal juga sebagai 'cash for trash'.
Belum lama ini terungkap kalau secara periodik India adalah satu dari antara konsumen terbesar jurnal-jurnal seperti itu di dunia. Sebuah studi 2018 oleh Profesor Bhushan Patwardhan dari University of Prune mengungkapkan bahwa 88 persen dari daftar jurnal yang direkomendasikan oleh universitas dan disetujui oleh UGC berada di bawah standar atau 'meragukan'.
Sebuah studi yang lebih baru dari UGC melaporkan bahwa wajib publikasi tidak efektif menjaga standar kualitas penelitian akademis. Studi itu menemukan, dari 2.573 peneliti di IIT dan seluruh perguruan tinggi negeri lain di India, sekitar 75 persen pengajuan tesis tidak diterima di jurnal bergengsi dan terindeks Scopus.
Namun, sebagian akademisi lainnya berpendapat bahwa publikasi dan kutipan di jurnal menentukan reputasi si peneliti dan universitas. Selain itu, pendanaan juga bergantung kepada metrik publikasi dan kutipan itu. Tanpa adanya syarat wajib itu, pembimbing doktoral dan komite penasihat penelitian universitas yang sekarang bertanggung jawab untuk mendorong para peneliti menerbitkan makalah di publikasi bereputasi.
Dengan aturan seperti itu, mantan anggota Dewan Eksekutif Universitas Delhi, Rajesh Jha, mempertanyakan bagaimana bisa meningkatkan kualitas PhD. Dia menyatakan bahwa UGC telah “mengizinkan kelas online untuk praktik” dan “menghapus periode residensi juga”, yang mana keduanya dianggapnya berpotensi menurunkan standar.
Kriteria Baru Penerimaan Mahasiswa Doktoral
UGC juga mengumumkan modifikasi persyaratan untuk penerimaan serta pengenalan program PhD paruh waktu yang ditargetkan untuk pekerja. Selain itu, UGC mengubah peraturan untuk menerima siapa pun yang menerima gelar sarjana empat tahun untuk mendaftar PhD.
Berdasarkan peraturan baru, siapa pun yang telah menyelesaikan program sarjana empat tahun dengan nilai kumulatif minimum 75 persen atau setara dapat mendaftar untuk gelar PhD. Sebelumnya, kandidat untuk gelar doktor membutuhkan gelar magister dengan rata-rata keseluruhan setidaknya 55 persen.
Akademisi memperingatkan bahwa opsi untuk mengejar gelar PhD segera setelah mendapatkan gelar sarjana empat tahun dapat meningkatkan jumlah peneliti yang membutuhkan bimbingan. Menurut laporan terbaru dari All India Survey on Higher Education, jumlah kandidat PhD yang terdaftar di India meningkat dari 126.451 pada 2015-16 menjadi 202.550 pada 2019-20.
THE KNOWLEDGE REVIEW
Baca juga:
Tragedi Sirup Obat Batuk di Gambia Ungkap Sisi Buruk Industri Farmasi di India
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.