Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH mendirikan salat Jumat di Masjid Jami al-Mujahidin di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, pada 15 Februari lalu, Budi Karya Sumadi memperkenalkan diri sebagai Ketua Dewan Pembina Masyarakat Cinta Masjid (MCM). Menteri Perhubungan itu kemudian menceritakan tujuan pembentukan MCM pada akhir Desember tahun lalu, yakni memakmurkan masjid.
Untuk itu, Budi mengingatkan jemaah dan pengurus masjid agar menjadikan masjid semata-mata sebagai tempat ibadah. Ceramah, kata Budi, mesti berisi pesan-pesan damai, bukan malah menyebarkan informasi sesat dan ujaran kebencian. “Pak Budi menyampaikan semua itu sekitar 10 menit,” ujar Sandizar, anggota jemaah Masjid Jami al-Mujahidin, Kamis, 21 Maret lalu. Dua anggota jemaah lain yang ditemui pada kesempatan yang sama, Rahmat dan Dedi Setiadi, mengatakan hal serupa.
Dalam situs MCM, mcmi.co.id, Budi mengatakan dakwah yang adem perlu digalakkan. Tak hanya disampaikan ustad pada saat salat Jumat, tapi juga pada waktu isya, subuh, dan kesempatan lain. “Hal ini menjadi pesan khusus Pak Presiden,” ujar Budi.
Menurut Ketua Umum MCM Wisnu Dewanto, Budi dan organisasinya mendatangi Masjid Jami al-Mujahidin lantaran rumah ibadah itu masuk kategori “merah”. Maksudnya, kata Wisnu, ceramah di masjid yang didirikan pada 1946 tersebut kerap menyudutkan pemerintah dan Presiden Joko Widodo.
Wisnu merasakan sendiri kerasnya sikap pengurus masjid ketika ia datang beberapa waktu sebelum salat Jumat bersama Budi Karya di sana. Ia ditolak pengurus dan sejumlah anggota jemaah masjid lantaran dicap sebagai orang pemerintah. Alasannya, pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla dianggap tidak berpihak kepada umat Islam. Menurut Wisnu, anggapan itu disandarkan pada informasi sesat yang dilontarkan dalam banyak kesempatan, termasuk dalam ceramah di masjid.
Karena itu, kata Wisnu, MCM dibentuk untuk “menetralkan” masjid. “Kami ingin menjaga umat Islam agar tak terbawa kepentingan golongan politik tertentu,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Hanura itu.
Imam Masjid Jami al-Mujahidin, Ahmad Sulaiman, meradang ketika tahu bahwa masjidnya diberi label merah. Menurut Sulaiman, memang pernah ada ceramah yang menampar pemerintah, termasuk menyebut pemerintah mengkriminalisasi ulama, seperti pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Syihab, yang pernah menyandang status tersangka dugaan percakapan mesum. “Yang disampaikan itu fakta, bukan hoaks dan ujaran kebencian. Jemaah sekarang sudah pintar-pintar,” tuturnya.
Sulaiman menduga Masjid Jami al-Mujahidin dianggap merah karena salah satu guru mengaji dan penceramah di sana adalah Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain. Menjadi bagian dari juru kampanye Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Zulkarnain beberapa kali menuduh pemerintah berdasarkan informasi sesat. Misalnya soal isu tujuh kontainer dari Cina berisi surat suara yang sudah dicob-los untuk Jokowi-Ma’ruf Amin dan pelegalan zina oleh pemerintah bila Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan.
Maka, untuk meredam politisasi masjid, MCM bergerak ke pelosok. Selain di Jakarta, MCM terbentuk di 24 provinsi lain. Mereka mendekati para khatib agar memberikan ceramah yang menyejukkan. Di Jakarta, Wisnu Dewanto mengklaim sudah ada sekitar seribu penceramah yang isi ceramahnya membawa pesan damai. Selain merangkul penceramah, MCM menggandeng polisi.
Upaya menjadikan masjid sebagai tempat ibadah belaka juga dilakukan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal DMI, Arief Rosyid, mengatakan pengurus pusat sudah menginstruksikan anggotanya di seluruh Indonesia agar melarang kampanye di masjid. “Ini sesuai dengan perintah Ketua Umum DMI, Pak Jusuf Kalla,” tuturnya. Dalam beberapa kesempatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla memang menyatakan masjid bukan tempat untuk berpolitik praktis. “Tidak boleh mengkampanyekan calon tertentu ataupun menghina calon lain,” ujarnya, 9 Maret lalu.
Sebagaimana MCM, DMI bekerja sama dengan kepolisian. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal membenarkan info bahwa lembaganya berkolaborasi dengan DMI dan MCM untuk menetralkan masjid. “Anggota polisi, termasuk kapolda, bahkan ada yang menjadi penceramah,” katanya.
Salah satunya Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara, yang rutin berkeliling melakukan salat subuh berjemaah. Zulkarnain juga menugasi 170 personel dari 15 kepolisian resor menemui para pengurus masjid. Tak mengenakan baju dinas, mereka mengimbau pengurus masjid agar menjaga areanya supaya tidak terkontaminasi urusan politik. “Ini salah satu tugas Satgas Nusantara,” ujar Zulkarnain.
Satuan Tugas Nusantara dipimpin Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono. Menurut Gatot, cikal-bakal gugus tugas tersebut terbentuk pada akhir 2016, ketika ramai tuntutan memenjarakan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, yang dianggap menodai agama. Waktu itu, Satgas bergerak meredakan demonstrasi dengan mendekati tokoh-tokoh penggeraknya. Kini, tugas Satgas adalah meredam informasi sesat dan ujaran kebencian yang kerap disiarkan di rumah ibadah. “Kami sebagai -cooling system di semua tempat ibadah,” kata Gatot ketika berkunjung ke kantor Tempo, 4 Maret lalu.
Polisi pun memasang spanduk di sejumlah masjid dengan pesan menolak rumah ibadah dijadikan tempat kampanye. “Kami membagikan spanduk sebagai bentuk imbauan keamanan dan ketertiban masyarakat,” ujar juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo.
Salah satu masjid yang dipasangi spanduk tersebut adalah Masjid Jami al-Ikhlash di Jalan Empang Bahagia Raya, Jakarta Barat. “Dikasih Desember lalu. Polisi mengawasi spanduk dan ceramah kami saat salat Jumat,” kata anggota Dewan Kemakmuran Masjid Jami al-Ikhlash, Suryadi Mukmin.
MARAKNYA ceramah di masjid yang menyudutkan pemerintah, yang berlandaskan informasi sesat, dibahas secara khusus oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, penyokong utama pemerintah Jokowi. Menurut salah seorang Ketua PDIP Perjuangan, Hamka Haq, dalam rapat koordinasi partai pada Rabu, 13 Maret lalu, Presiden Jokowi bahkan hadir dan menyinggung masalah tersebut.
Di sejumlah daerah, kata Hamka, masjid menjadi ajang kampanye mendiskreditkan Jokowi. Akibatnya, elektabilitas Jokowi tak kunjung beranjak, bahkan melorot. “Seperti di Jawa Barat dan Sumatera Barat,” ujar Ketua Baitul Muslimin Indonesia ini. Dalam sejumlah survei, di kedua provinsi itu, pasangan Jokowi-Ma’ruf tertinggal dari Prabowo-Sandiaga.
Deklarasi Dewan Kemakmuran Masjid dan Forum Silaturrahim Takmir Masjid menolak segala bentuk politisasi masjid di Jakarta, Kamis, 14 Maret lalu. nu.or
Pemerintah sebenarnya sudah mendeteksi sejumlah masjid yang ceramahnya kerap membakar jemaah. Di lingkungan kementerian dan badan usaha milik negara, misalnya, ada 41 masjid yang dianggap radikal. Sebanyak 17 masjid masuk kategori sedang dan 7 masjid dinilai terpengaruh radikalisme tahap ringan. “Sebagian besar terhubung dengan Hizbut Tahrir Indonesia, yang sudah dibubarkan,” kata juru bicara Forum Silaturrahim Takmir Masjid Kementerian/Lembaga dan BUMN, Faizi Zaini.
Data ini sejalan dengan pemantauan polisi. Selain di lembaga pemerintah, polisi menemukan 124 masjid dan pesantren yang tersebar di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan dikuasai kelompok radikal. Dalam salinan dokumen yang diperoleh Tempo tersebut, pengurus masjid itu disebut terafiliasi ke kelompok Islam kanan, seperti Hizbut Tahrir Indonesia, Jamaah Ansharut Tauhid, dan Jamaah Ansharud Daulah. Di luar data itu, sejumlah masjid juga disinyalir pernah diisi penceramah yang khotbahnya menjelek-jelekkan pemerintah Jokowi.
Untuk meredam ceramah berisi fitnah, Hamka Haq mengatakan partainya menugasi para kader mengklarifikasi segala tuduhan saat berkampanye dari pintu ke pintu. Ketua PDI Perjuangan Riau, Kordias Pasaribu, membenarkan ada perintah tersebut. “Agar tempat ibadah kembali menjadi ruang ibadah dan berada di tengah,” tuturnya.
Di Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, isu masjid digunakan sebagai tempat berkampanye juga menjadi perhatian. Bagaimanapun, masalah ini merugikan pasangan nomor urut satu itu. Maka Tim Kampanye menghimpun relawan yang bergerak dari masjid ke masjid seperti MCM yang dibina Budi Karya Sumadi. “MCM bagian dari organ relawan,” ujar Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Maman Imanulhaq.
Ketua Partai Gerindra Sodik Mujahid mengakui banyak pengurus partainya dan anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menjadikan masjid sebagai tempat berpolitik. Misalnya, kata Sodik, dengan mengingatkan agar memilih pemimpin yang sesuai dengan Islam. “Ini tidak resmi dari partai. Tapi tidak melanggar aturan karena ini edukasi politik,” ujarnya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, RAYMUNDUS RIKANG, AHMAD SUPARDI (PALEMBANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo