Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gertak Politik Pengujung Laga

Masukan politikus Golkar membuat Prabowo berkeras menolak pemilihan presiden di saat akhir. Kualitas data bukti kecurangan belum jelas.

28 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STRATEGI politik menghadapi hasil rekapitulasi suara nasional pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum itu dirancang di ruang tamu rumah Akbar Tandjung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pertemuan yang berlangsung hingga Selasa dinihari pekan lalu itu sedianya dihadiri juga oleh Hashim Djojohadikusumo dan Mahfud Md. "Pak Mahfud baru datang tengah malam, Pak Hashim tidak hadir," kata Akbar, Rabu malam pekan lalu.

Kekalahan sudah membayang di hadapan tiga pentolan tim kampanye pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu. Meski hasil resmi baru diumumkan esok harinya, mereka sudah memperkirakan perolehan suara pasangan itu kalah jauh dari duet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Mereka bertemu guna membahas strategi lain buat menghadapi kekalahan ini.

Menurut Akbar, pertemuan itu juga dihadiri dua ahli hukum. Salah satunya Chudry Sitompul dari Universitas Indonesia. Mahfud, ketua tim kampanye, dimintai masukan sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Mereka membicarakan berbagai kemungkinan, termasuk rencana menggugat hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Pilihan ini tidak diambil karena perbedaan suara yang terlampau besar, sekitar 8,4 juta. "Peluang untuk menang di Mahkamah Konstitusi kecil," ujar Akbar menirukan Mahfud. Mahfud mengakui memberikan masukan itu. "Masih ada banyak masukan lain," katanya tanpa merinci.

Pembahasan menghasilkan empat poin, yang semuanya berkaitan dengan penilaian terhadap kinerja KPU. Mereka mencantumkan rencana melaporkan KPU ke kepolisian dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum. Akbar menjelaskan, pilihan sikap itu lebih strategis secara politis karena akan bergaung di publik lebih besar dan terus-menerus. "Sedangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi menghasilkan putusan yang final dan mengikat," ujar Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar itu. "Artinya, setelah diputus, tak bisa lagi."

Empat poin tersebut lantas dibawa ke rapat tim sukses di Rumah Polonia, markas pemenangan Prabowo-Hatta, pada Selasa siang. Rapat dihadiri para pemimpin partai yang berkoalisi mencalonkan pasangan itu. Hadir Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Taufik Ridho, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua, dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Malem Sambat Kaban. Beberapa pengurus Partai Amanat Nasional juga hadir. Tapi Hatta, ketua umum partai itu, justru absen. Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais muncul belakangan.

Ketika itu, di gedung KPU sedang digelar rapat pleno rekapitulasi suara nasional. Penjagaan ketat digelar di luar gedung, termasuk dengan menutup ruas Jalan Imam Bonjol, tepat di depan kantor komisi itu. Pada siang hari, penghitungan suara di 29 provinsi telah disahkan. Artinya, tinggal empat provinsi tersisa, sebelum kemenangan Jokowi-Kalla resmi diumumkan.

Rapat di Rumah Polonia selama sekitar dua setengah jam sejak pukul 11.00 berjalan mulus. Semua sepakat pernyataan sikap yang disusun di rumah Akbar akan dibacakan Prabowo paling lambat pukul 14.00. Dan semua berjalan sesuai dengan rencana. Ia menganggap KPU telah melanggar konstitusi dan bertindak tidak adil. "Kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung," kata Prabowo membacakan pernyataan sikap, yang disiarkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi swasta.

Prabowo meminta saksi dari koalisi pendukungnya di KPU meninggalkan rapat. Sejurus kemudian, tim saksi Koalisi Merah Putih yang dipimpin Rambe Kamarulzaman, politikus Golkar yang dekat dengan Akbar, keluar dari ruang rapat di gedung KPU.

Ada lima butir sikap yang dibacakan Prabowo. KPU dinilai tidak adil dan sering melanggar aturan main. Lalu KPU dianggap mengabaikan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu. Prabowo juga menuduh banyak terjadi tindak pidana pemilu yang dilakukan penyelenggara dan "pihak asing". KPU juga dituduh selalu mengalihkan masalah ke Mahkamah Konstitusi. Poin terakhir, Prabowo menuding terjadi "kecurangan masif dan sistematis" untuk mempengaruhi hasil pemilu. "Poin kelima itu tambahan dari Pak Prabowo," ujar Akbar.

Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuziy mengatakan tak tahu rencana pembacaan sikap itu. Pada pertemuan terakhir di Hotel Four Seasons, Jakarta Pusat, yang ia ikuti, menurut dia, hanya dibahas temuan kecurangan. Tak ada rencana menarik diri dari proses pemilihan. Karena itu, dia tak menghadiri pembacaan sikap oleh Prabowo.

Para petinggi PAN pun gelagapan. Baru pada Selasa pagi ada undangan untuk Hatta. "Konferensi pers itu tak direncanakan," ucap seorang petinggi partai ini Kamis pekan lalu. Semula disepakati, partai koalisi akan berkumpul di Rumah Polonia pada Selasa malam setelah pengumuman KPU. Mereka belum merumuskan sikap yang akan disampaikan Prabowo dan Hatta.

Pada sore hari yang sama, Hatta malah berencana memberikan pernyataan pers di kantor pusat PAN di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. Ia hendak menyatakan menerima dan menghormati hasil pemilihan. Setelah pernyataan Prabowo, rencana itu dibatalkan. "Kami tak ingin ikut memanaskan suasana," ujar politikus itu.

Ketua PAN Bara Hasibuan ketika dimintai konfirmasi tak banyak berkomentar. "Sejak awal, PAN ingin menghormati hasil pemilu dan keputusan KPU," katanya.

Pada Selasa malam, melalui Hashim, Akbar meminta Prabowo menggelar rapat esok harinya. Pertemuan lalu diadakan di bilangan Menteng. Kali ini Hatta hadir bersama para petinggi partai koalisi. Menurut Akbar, di situlah muncul usul mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Prabowo menanyakan kesiapan tim, terutama dari Partai Keadilan Sejahtera, tentang bahan kecurangan penghitungan suara. "Mereka bilang bahan akan disiapkan tim internal PKS," ujar Akbar. Tim hanya punya waktu sampai Jumat pekan lalu untuk mengajukan gugatan.

Prabowo menyebutkan ada kecurangan di 52 ribu tempat pemungutan suara. Menurut Akbar, Prabowo mengklaim memiliki "senjata" untuk melawan keputusan KPU. "Tapi saya enggak tahu juga apa senjatanya itu," katanya.

Kartika Candra, Tri Suharman


Hasil Akhir Komisi Pemilihan Umum

Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
62.576.444 suara (46,85%)

Joko Widodo-Jusuf Kalla
70.997.833 suara (53,15%)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus