Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Golkar: Parliamentary Threshold Harus Ada

Partai Golkar telah mengkaji soal angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang relevan.

17 Januari 2025 | 20.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung (tengah) bersama Wakil Ketua dan Anggota Komisi II DPR RI memberikan keterangan pers capaian kinerja 2019-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 September 2024. Komisi II DPR RI telah menyelesaikan 160 Undang - Undang selama periode 2019-2024 yang diantaranya Undang - Undang mengenai Pemilu, Reformasi Agraria, dan Penataan Tenaga non-ASN (Honorer). TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golkar menilai keberadaan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tetap diperlukan. Adapun ambang batas parlemen saat ini mencapai 4 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau saya, namanya parliamentary threshold harus ada, cukup diatur saja," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia di kantor DPP Partai Golkar pada Jumat, 17 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Doli berujar partai beringin telah mengkaji soal angka ambang batas parlemen yang relevan. Kajian tersebut, kata dia, tidak hanya melingkupi parliamentary threshold, tapi juga soal perbaikan sistem politik, termasuk sistem pemilu di dalamnya. "Sudah dibentuk tim oleh DPP (untuk kaji sistem politik)," ujar Doli.

Ia juga mengusulkan, agar penerapan parliamentary threshold nantinya tidak hanya berlaku di tingkat legislator Senayan. Ia berharap penerapan ini juga berlaku untuk di tingkat daerah seperti DPRD provinsi atau kabupaten/kota. "Supaya fair, jangan cuma di DPR-MPR saja," kata Doli.

Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Mahkamah Konstitusi atau MK berpeluang membatalkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional.

“Setelah ada putusan presidential threshold, kemungkinan besar MK juga membatalkan parliamentary threshold yang selama ini selalu dipersoalkan oleh partai-partai politik,” kata Yusril di Denpasar pada Senin malam, 13 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Yusril menilai putusan MK yang membatalkan atau menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen akan berdampak terhadap ketentuan ambang atas parlemen tersebut. 

Pada 2 Januari lalu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menguji Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berkaitan dengan syarat persentase Presidential Threshold.

Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua Mahkamah Saldi Isra mengatakan syarat Presidential Threshold berapa pun besaran persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Menurut Mahkamah, mempertahankan ketentuan Presidential Threshold hanya akan memberikan dampak minimnya pengusungan calon Presiden dan Wakil Presiden. Apabila dibiarkan, kemungkinan potensi Pemilu diikuti calon tunggal juga amat besar.

Sehingga, kata Saldi, jika hak tersebut terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi.

"Agar pelaksanaan kedaulatan rakyat dan partisipasinya meluas sesuai perkembangan demokrasi," ujar Saldi.

M. Raihan Muzzaki dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus