Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Goyang Setya ke Posisi Semula

Setya Novanto didorong kembali menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Kalangan internal Partai Golkar gaduh.

10 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANEKA pujian terlontar dari Kahar Muzakir terhadap cara Setya Novanto memimpin Partai Golkar. Pelaksana tugas Ketua Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat itu menjadikan sejumlah hasil survei sebagai tolok ukur keberhasilan Setya. Dalam berbagai sigi, tingkat keterpilihan Golkar yang mulanya delapan persen kini bergerak ke angka dua digit.

Secara sederhana, Kahar mengasumsikan kenaikan elektabilitas itu menunjukkan rakyat menyukai Setya. Di tengah tren positif itu, kata Kahar, wacana menjadikan Setya sebagai Ketua Dewan menjadi relevan. Secara politik, posisi tersebut dinilai bagus untuk tren kenaikan elektabilitas partainya. "Kami testing the water, sengaja mau lihat. Oh, lu enggak setuju," ujar Kahar, Kamis pekan lalu.

Akhir tahun lalu, Sudirman Said melaporkan Setya ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Setya diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo ketika bertemu dengan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Sudirman menjadikan rekaman pertemuan Setya dengan Maroef sebagai bukti untuk memperkuat laporannya. Setya pun diadili di Mahkamah Kehormatan yang dipimpin Kahar Muzakir. Namun, belum juga putusan hendak dibacakan, Setya memilih mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR.

Belakangan, Setya menggugat ketentuan informasi elektronik sebagai bukti hukum dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta ketentuan permufakatan jahat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Setya meminta informasi elektronik tak bisa dijadikan alat bukti hukum. Pada awal September lalu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Setya.

Menurut Mahkamah Konstitusi, informasi elektronik bisa menjadi alat bukti yang sah sepanjang dilakukan atas permintaan penegak hukum. Berbekal putusan ini, Setya mengajukan permohonan rehabilitasi namanya di Mahkamah Kehormatan Dewan. Permohonan ini dikabulkan Mahkamah Kehormatan. Mereka memutuskan merehabilitasi nama baik Setya. Sejak saat itu, keinginan mengembalikan posisi Setya pun semakin kuat.

Dua pekan lalu, Setya menemui Jokowi untuk melaporkan perkembangan dinamika ini. Pertemuan itu kemudian diceritakan Setya kepada lingkaran dekat pengurus Golkar. Kepada Presiden, Setya menyampaikan wacana mengganti Ade Komarudin sebagai Ketua DPR. Presiden, menurut sejumlah politikus, tak mengiyakan atau menolak permintaan ini. Setya Novanto membenarkan kabar tentang pertemuannya dengan Jokowi. "Kami membicarakan hal-hal strategis terkait dengan kepentingan program dan politik ke depan," ujar Setya.

Di kalangan internal Golkar, sejumlah kader juga mulai bermanuver. Jumat dua pekan lalu, Kahar mengundang semua anggota Fraksi Golkar mengikuti rapat pleno. Agendanya tunggal: menyikapi putusan Mahkamah Kehormatan Dewan atas pemulihan nama baik Setya Novanto. Dalam suratnya, Kahar juga mencantumkan sedikit "ancaman". "Bagi yang tidak hadir dianggap tidak setuju pemulihan nama baik dan posisi Setya Novanto," kata Kahar dalam suratnya.

Sejumlah pendukung Ketua DPR Ade Komarudin, seperti Firman Soebagyo dan Bambang Soesatyo, hadir dalam rapat itu. Firman menuturkan, pembicaraan dalam rapat tertutup amat normatif. Menurut dia, Kahar mengingatkan posisi Golkar sebagai partai pendukung Presiden Jokowi. Karena itu, Kahar meminta anggota Fraksi Golkar juga menjaga sikap atas program pemerintah. "Saat tanya-jawab, seorang anggota mengusulkan Pak Novanto kembali menjadi Ketua DPR," ujar Firman.

Kahar mengingatkan, saat ini Setya merupakan Ketua Umum Golkar. Kapan pun mau menjadi Ketua Dewan, kata Kahar, Setya tinggal mengirim surat kepada fraksi. Kahar sadar betul adanya penolakan terhadap keinginan ini. Hanya, dia menganggap intrik dalam politik sebagai sesuatu yang lumrah. "Yang tidak setuju sabar-sabar saja. Tidak perlu menghujat," ujar Ketua Badan Anggaran DPR ini.

Wacana itu menimbulkan gejolak di kalangan internal partai berlambang beringin ini. Ketua Golkar Roem Kono mengingatkan Fraksi Golkar agar tunduk pada pengurus pusat. "Jangan mendahului, keputusan apa pun harus lewat DPP," kata Roem.

Menurut sejumlah politikus, Setya hanya melibatkan lingkaran dekatnya saat mendiskusikan keputusan strategis. Salah seorang yang dianggap dominan adalah Kahar Muzakir. Dominasi Kahar terlihat dalam sejumlah posisi penting yang dia pegang. Dia menduduki beberapa jabatan strategis di partai, yakni Ketua Koordinator Kepartaian dan Ketua Mahkamah Partai. Di Senayan, dia menjabat Ketua Badan Anggaran dan pelaksana tugas Ketua Fraksi Golkar.

Kahar membantah sengaja mendominasi aneka posisi. Menurut dia, posisi Ketua Badan Anggaran DPR diberikan kepadanya saat kepemimpinan Aburizal Bakrie. "Sebagai reward atas kepemimpinan saya di Mahkamah Kehormatan," ujarnya. Mengenai kedekatannya dengan Setya, Kahar memilih tak ambil pusing. "Kalau orang dekat, masak tak boleh?"

Seorang politikus mengatakan model kepemimpinan Setya dianggap mirip dengan Aburizal Bakrie. Menurut politikus ini, rapat-rapat penting acap digelar bukan di kantor Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Pada era Aburizal, rapat memang kerap digelar di kantornya di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan. Kini salah satu lokasi favorit pertemuan elite Golkar adalah Restoran Patio di Jalan Wijaya, persis di seberang kediaman pribadi Setya Novanto.

Senin pekan lalu, Setya juga memilih restoran tersebut dalam pertemuan terbatas dengan pengurus inti Golkar. Agenda pertemuan itu adalah pembicaraan pendahuluan tentang agenda rapat pleno, Kamis pekan lalu, yakni perayaan ulang tahun Golkar. Salah seorang yang bersuara agak keras dalam pertemuan itu adalah Yorrys Raweyai. Seorang peserta rapat mengatakan Yorrys mengingatkan kembali soal aturan partai, termasuk mekanisme pengambilan keputusan. "Fraksi jangan mengambil keputusan sendiri," ujar Yorrys.

Yorrys juga bersuara keras tentang wacana pencalonan Setya sebagai Ketua DPR. Dia berkaca pada pengalaman saat Aburizal Bakrie menjadi calon presiden. Ketika itu, elektabilitas Golkar sedang baik. Namun, akibat rencana pencalonan Aburizal, konsolidasi tak berjalan maksimal sehingga suara Golkar tergerus pelan-pelan. "Kita seharusnya berfokus pada konsolidasi organisasi," kata Yorrys.

Kahar mengabaikan tudingan itu. Dia yakin pengembalian posisi Setya justru bisa menjadi tren positif untuk partai. Karena itu, menurut Kahar, dia sebenarnya tinggal menunggu perintah Setya soal posisi Ketua DPR, meskipun dia juga menyadari rencana ini pasti bakal menimbulkan intrik di lingkup internal. "Tapi apa ini buruk? Nyatanya, elektabilitas partai justru naik," dia menyergah.

Di tengah debat tentang posisi Ketua Dewan yang terus bergejolak, Setya memilih mengerem wacana ini. Rabu pekan lalu, dia menegaskan, usul soal ini hanya datang dari anggota Fraksi Golkar yang mendukungnya. Namun dia tak pernah berpikir kembali menduduki posisi yang ditinggalkannya. "Saya tidak berpikiran terlalu jauh," ujarnya. Ade Komarudin juga memilih tak mau berpolemik. "Saya tak mau mendiskusikan hal itu. Saya mau bekerja saja dengan baik," katanya.

Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus