DALAM sederetan perwira tinggi yang dilantik pekan ini terdapat namanama Letjen. Feisal Tanjung, Mayjen. Wismoyo Arismunandar, dan Brigjen. Kuntara. Mereka adalah prajurit yang pernah mengenakan baju loreng dan baret merah suatu kesatuan di ABRI yang disebut Kopassus (Komando Pasukan Khusus). Kopassus tampaknya semakin bersinar. Kesatuan ini terbukti tak hanya ampuh di berbagai operasi militer dan jago melumpuhkan musuh. Kini cukup banyak jabatan teras di lingkungan ABRI yang dipegang oleh jebolan pasukan baret merah ini. Selain Feisal Tanjung sebagai Kasum (kepala staf umum) ABRI, Kasad Jenderal Eddy Soedradjat adalah alumni baret merah. Begitu pula Pangdam Jaya Mayjen. Kentot Harseno dan Pangdam Diponegoro yang baru, Mayjen. Suryadi. Ada pula alumni kesatuan ini yang menjadi menteri, seperti Menteri Hankam L.B. Moerdani, dan gubernur (Yogie S. Memet, Gubernur Jawa Barat), atau anggota DPR, seperti Mayjen. Samsudin. Boleh dibilang, komando pasukan elite ini menjadi pabrik penggodokan sumber daya manusia yang mengisi berbagai tempat penting di jajaran ABRI. Kenapa bisa? Bukankah anggota kesatuan ini disiapkan khusus untuk melumpuhkan musuh? Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Brigjen. Kuntara, yang dipromosikan menjadi Panglima Kostrad, melihat semua itu sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja, sebab yang masuk ke kawah Kopassus pun bukan sembarang prajurit. "Ibarat siswa SMA, anggota Kopassus itu NEM-nya (nilai ebtanas murni) tinggi," ujar Brigjen. Kuntara, yang pekan ini menjabat Pangkostrad. Untuk bergabung dengan Kopassus, menurut Kuntara, selain memenuhi syarat-syarat umum semacam jasmani dan rohani yang tangguh serta mental ideologi yang kokoh, mereka harus lolos tes psikologi yang ketat. Yaitu tes keberanian, tes kemampuan bekerja dalam tekanan yang tinggi, dan sebagainya. Tingkat kecerdasan mereka pun harus tinggi. "Kayak di SMA Taruna Nusantara, kan syaratnya beda dengan SMA biasa. Kalau NEM-nya rendah, ya, ndak nututi," Kuntara menambahkan. Untuk eselon perwira, para calon anggota Kopassus diambil dari sepuluh lulusan terbaik AMN. Mereka diseleksi, antara lain lewat penyaluran bakat dan berbagai perangkat tes psikologi lainnya. Di tingkat bintara dan tamtama, calon penyandang baret merah adalah prajurit terpilih dari berbagai kesatuan AD. Mereka lalu digojlok di Batujajar, Bandung, sampai masuk dalam klasifikasi pasukan khusus. Meski komandan pasukan khusus ini cuma berbintang satu (Brigjen.), Kopassus sejajar dengan Kostrad dan Kodam dalam strukturnya di AD. Itulah yang dikenal sebagai 3 kotama (komando utama) di AD. Tapi sebenarnya, menurut Letjen. (purnawirawan) Hasnan Habib, Kopassus dan Kostrad ada bedanya: Kopassus ditugasi operasi khusus sedangkan Kostrad operasi tempur reguler. Hasnan melihat pasukan Baret Merah, dalam banyak kasus, dikirimkan dulu sebagai pasukan pendobrak, baru diterjunkan pasukan Baret Hijau Kostrad. "Kalau di AS, Kopassus itu disebut green beret," kata Hasnan yang bekas dubes di AS itu. Menurut sebuah sumber, anggota Kopassus sendiri sebenarnya masih bisa diklasifikasikan menjadi para komando dan sandhi yudha. Yang masuk klasifikasi sandhi yudha itu berasal dari para komando, dengan bakat dan kemampuan tertentu. Mereka mendapat tambahan pengetahuan: bagaimana mengubah musuh menjadi bersimpati, atau bagaimana menaklukkan lawan tanpa peluru. Untuk itu mereka harus belajar psikologi, kebudayaan, dan sebagainya. Pasukan ini umumnya menguasai adatistiadat berbagai suku di sini serta mahir dalam beberapa bahasa daerah. Kopassus (komandannya yang baru adalah Kolonel Taroeb), kini memiliki kekuatan 4 grup pasukan. Yakni 2 grup Para Komando di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, serta 2 grup Sandhi Yudha di Cijantung (Jakarta) dan Kartasura (Jawa Tengah). Kopassus berkembang dari gagasan Letkol. Slamet Riyadi pada 1950 tatkala ia jadi panglima operasi menumpas pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku. Ketika itu ia terkesan akan ketangguhan pasukan istimewa RMS: Baret Merah dan Baret Hijau yang ulet. Meski kemudian Slamet Riyadi gugur dalam operasi itu, gagasannya tak pupus. Tahun 1952 Panglima Siliwangi Kolonel Kawilarang dibantu Mayor Moch. Idjon Djanbi membentuk Kesatuan Komando Teritorial III, yang lalu dikomandani Idjon Djanbi. Dalam perjalanan selanjutnya pasukan khusus itu mengalami beberapa kali pergantian nama. Dari Korps Komando AD (KKAD), Resimen Pasukan Komando AD, lalu pada 1959 diubah lagi menjadi nama yang begitu lekat di benak masyarakat: RPKAD (Resimen Para Komando AD). Tahun 1971, RPKAD menjadi Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha), lalu sejak 1983 menjadi Kopassus. Kopassus telah terlibat dalam begitu banyak operasi. Mulai operasi DI/TII di Jawa Barat (1954-1956), Operasi Seroja di Timor Timur (1975-1991), Operasi Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok (1981), dan terakhir Operasi Aceh (1991-1992). Untuk itu sudah ratusan prajurit Baret Merah yang gugur. Nama-nama mereka tertoreh pada sebuah marmar cokelat muda di markas Kopassus di Cijantung, Jakarta. Ardian Taufik Gesuri, Wahyu Muryadi, Nunik Iswardhani, Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini