Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Gugat cerai brawijaya

Sejumlah mahasiswa politeknik universitas brawijaya unjuk rasa. menuntut agar politeknik berdiri sendiri. tanggapan dari rektor. politeknik masih membutuhkan waktu 3 sampai 5 tahun untuk mandiri.

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 500 mahasiswa Politeknik Universitas Brawijaya, Malang, Senin dua pekan lalu berdemonstrasi. Bukan di ruang praktek atau laboratorium. Dan lagi, yang didemonstrasikan tak ada kaitannya dengan mesin atau listrik, walau sebagian mahasiswa mengenakan pakaian praktek. Persisnya, demonstrasi tersebut dilancarkan di depan gedung laboratorium. Mereka menggelar sejumlah spanduk dan poster. "Kami Resah", "Kami tak Ingin yang Lain. Kami Ingin Mandiri". Mau mandiri? Memang begitulah yang dituntut mahasiswa lewat poster dan spanduk. Aksi pun segera mengundang perhatian. Apalagi pengunjuk rasa duduk-duduk dan tak masuk kuliah segala. Suasana baru reda setelah Direktur Politeknik Dr. Umar Nimran beserta stafnya turun. Salah seorang mahasiswa, M. Heru Maliki, yang juga ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), tampil mewakili teman-temannya. Intinya, mahasiswa menuntut agar Politeknik berdiri sendiri dan tak mencantol ke Universitas Brawijaya seperti sekarang. Alasannya, hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah tentang pendidikan tinggi. Politeknik untuk pendidikan profesional dan universitas bagi sejumlah disiplin ilmu pengetahuan. Upaya "cerai" sudah mereka mulai Agustus lalu. Para mahasiswa menyebar 225 angket mengenai status politeknik. Dari angket yang masuk, 222 setuju politeknik pisah dari universitas yang menaunginya. "Kami telah mengirimkan hasil angket itu ke Dirjen Pendidikan Tinggi dan tembusannya ke Menteri P dan K," kata Heru Maliki. Rektor Universitas Brawijaya, Achmady, tak mau menanggapi tuntutan mahasiswa itu. "Bagi saya, yang penting keputusan menteri. Usul itu boleh bermacam-macam, terserah. Tapi yang menentukan kan menteri," katanya bergegas masuk mobil. Meletupnya protes mahasiswa itu konon dimulai dari munculnya surat Dirjen Pendidikan Tinggi sekitar keharusan pemisahan politeknik dari universitas yang menaungi. Rektor Universitas Brawijaya pun lantas melayangkan jawaban. Sesuai dengan keputusan rektor universitas yang punya politeknik di Jawa Timur -- Universitas Jember, Brawijaya, dan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) -- politeknik masih perlu digabungkan dengan perguruan tinggi induknya sebagai program non-gelar. Dalam surat rektor juga dicantumkan saran direktur politekniknya. Politeknik, demikian saran Umar Nimran, tetap berada di bawah Universitas Brawijaya sebagai satuan organisasi. Sedangkan pengelolaannya akan dipegang koordinator yang disupervisi oleh dekan fakultas yang punya hubungan dengan program studinya. Sejak kelahirannya, 1981, politeknik itu secara administratif memang bagian dari Universitas Brawijaya. Namun, penyelenggara pendidikan, kurikulum, training, dan peningkatan mutu staf tergantung Pusat Pengembangan dan Pendidikan Politeknik di Bandung. Dana penyelenggaraan, 70% dari daftar isian proyek (DIP) dan 30% dari uang kuliah. Sedangkan dana dari Bank Dunia dipakai untuk pengadaan fasilitas dan sarana. Staf pengajarnya, untuk jurusan listrik dan elektronika, 60% dari Universitas Brawijaya. "Tak semua kebutuhan dosen dipenuhi dari Universitas Brawijaya. Misalnya telekomunikasi," kata Setiyo Seksomo, Asisten Direktur Bidang Akademik. Sedangkan praktikum, politeknik yang punya 1.297 mahasiswa itu banyak memakai tenaga alumni sendiri. Sesuai dengan peraturan pemerintah, menurut Oetomo Djajanegara, sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, memang sebaiknya politeknik itu mandiri. Namun, keputusan pisah itu masih butuh persiapan. Untuk Politeknik Universitas Brawijaya, kata Oetomo, dibutuhkan waktu 3 sampai 5 tahun lagi. Kenapa? "Karena masih perlu kemantapan organisasi, ketenagaan, dan tersedianya fasilitas dan dana. Semuanya itu masih belum siap," katanya. Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus