Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gundul, Subversi, Dan Adu Jotos

Di jakarta perkelahian pelajar diwarnai isu sara. kejahatan pelajar meningkat sampai membajak bus kota. kodam kerahkan pasukan sepeda motor. bisa kena pasal subversi?

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HATI-HATI berkendaraan di Jakarta pada hari Sabtu antara pukul 10.00 dan 14.00. Bisa-bisa Anda terperangkap perkelahian pelajar yang kini lagi musimnya. Menurut catatan Kodam Jaya, pada hari dan jam itulah paling sering terjadi tawuran di jalan. Tak cuma berkelahi. Ada juga acara membajak bus, merusak bus, dan merampas barang penumpang. Korban tewas tercatat sepuluh orang tahun ini. Barangkali, yang terjadi ini sudah tak bisa lagi dibilang sekadar kenakalan pelajar. Maka Panglima Kodam Jaya Mayjen K. Harseno mengancam: pelajar yang tertangkap bisa diperlakukan sebagai pengacau tindakan subversif. Langkah keras Harseno mulai terlihat Senin pekan lalu. Sekitar 300 pasukan bermotor meluncur dari Kodam Jaya keliling Jakarta. Masih ada dua kompi pasukan yang berjaga di sekitar sekolah-sekolah rawan berhantam. Lima kodim di seantero Jakarta dikerahkan. Seluruhnya ditaksir 1.500 personel. Kodam terpaksa turun lapangan sejak perkelahian pelajar itu diwarnai isu SARA dua pekan silam. Alkisah, diisukan ada seorang pelajar sebuah sekolah di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, membakar kitab suci sebuah agama. Tetangga sekolah ini, tanpa mengecek benar tidaknya, merencanakan penyerbuan. Tempat pertempuran pun disiapkan di depan bioskop Rivoli, Jak-Pus. Namun aparat keamanan mengendusnya, 16 siswa diciduk. Angin isu tadi keburu bertiup ke mana-mana. Sabtu dua pekan lalu ada rencana "apel" pelajar di Lapangan Banteng, dihadiri sekitar 500 murid SLTA se-Jabotabek. Dari Banteng, ada rencana untuk menyerbu sekolah yang disebut dalam isu tadi. Rencana ini buyar. Aparat, kata Harseno, menjaring sekitar 75 pelajar yang mau apel itu. Sampai Sabtu lalu sekolah sasaran serbuan tadi masih dijaga ketat oleh aparat keamanan, dan diliburkan menghadapi ulangan semester. Yang juga jadi "mode" adalah membajak bus. Selasa pekan lalu bus tingkat PPD Nomor 508 tengah melaju ke arah Rawamangun. Sekitar 30 pelajar dari Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Utara, naik secara bergiliran di tiga tempat. Ada yang di atas, di bawah, dan dekat sopir. Di Jalan Pramuka, ketika beraksi, tanpa diduga mereka dihujani batu dan botol oleh "lawan"-nya dari bawah. Kaca bus pun hancur. Sopir lantas banting setir ke kantor polisi. Dan pelajar tadi digiring ke Polsek Matraman. Polisi menemukan sejumlah senjata tajam dan rantai. Pembajakan serupa terjadi akhir Oktober lalu di Jalan Diponegoro. Wilayah yang paling rawan tampaknya Jakarta Pusat. Dalam dua bulan lalu Jak-Pus mencatat "rekor" dengan 25 kali kasus perkelahian. Di sini beredar segala macam selebaran, termasuk isu yang berbau SARA tadi. Dan masih tanda tanya: apa para pelajar sudah begitu canggihnya sampai membuat selebaran begini. Maka Kodim Jak-Pus adalah yang paling sibuk urusan berhantam ini. Di jajaran polisi, Polda Metro Jaya telah pula meluncurkan Operasi Tuntas di Jak-Pus. Sekitar 300 personel diterjunkan. Dan sistem "ring" diterapkan. Di ring pertama, aparat sekolah akan memonitor gerak-gerik muridnya. Kalau kelas kosong, para guru langsung mengontak polisi dan mencarinya. Polisi, di ring kedua, mengawasinya di luar pagar. Kalau masih lolos, ada tentara yang berjaga di ring ketiga, termasuk lokasi tempat menggelar adu jotos. Yang tertangkap digunduli. Dan hukuman gundul itu tak hanya untuk yang bergelut. Adalah Pacul, bukan nama sebenarnya, murid STM PGRI di Matraman, Jak-Pus. Di depan Sarinah di Jalan Thamrin, pekan lalu, Pacul rupanya "mengompas" seorang siswa SLTA lain. Sial, dia ketahuan petugas dan langsung dibawa ke Polres Jak-Pus. Kepada TEMPO, anak ini mengaku kehabisan ongkos untuk pulang ke Pasar Minggu. Toh dia tetap protes ketika kepalanya digunduli sebelah. Apa boleh buat. Pangdam Jaya Harseno agaknya tak mau tanggung-tanggung menuntaskan urusan perkelahian dan kejahatan pelajar ini. "Apalagi sudah keterlaluan. Sudah mengarah ke pertentangan agama. Tak ada jalan lain, Kodam harus ikut campur tangan," ujar Harseno. Kecuali menurunkan pasukan, Ahad lalu Pangdam juga mengumpulkan sekitar 1.000 pemuka agama Islam se- Jabotabek. Awal pekan ini untuk pemuka agama yang lain. "Kita jangan termakan isu selebaran gelap untuk mengeroyok bangsa sendiri," kata Harseno. Dan setelah dicek, katanya, isu itu sama sekali tak benar. Psikolog Sarlito Wirawan menilai tindakan Kodam Jaya benar. "Asalkan yang dikenai hukuman harus yang benar tertangkap basah," ujar Sarlito kepada Bina Bektiati dari TEMPO. Sudah begini bejatkah mereka? Nanti dulu. Yang terlibat perkelahian diduga seribu orang, dari sekitar 238 ribu pelajar Jakarta. Kalau "gerakan" seribu orang ini begitu merepotkan, tentu harus "diberesi". Apalagi menjelang Sidang Umum MPR. Repot juga kan kalau bus wakil rakyat dibajak atau sidang tertunda karena ada perkelahian di jalan. Toriq Hadad, Diah Purnomowati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus