KABAR itu mencuat sepekan sebelum Kongres HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dibuka di Pekanbaru 30 November lalu. Ketua Umum HMI 1990-1992, Ferry Mursyidan Baldan, dipecat. Berita itu telah menenggelamkan bursa calon ketua periode berikutnya, yang dalam kongres sebelumnya sering diwarnai isu calon titipan atau kongres tandingan. Memang, dalam kongres yang berlangsung sampai 9 Desember ini, sedikitnya delapan calon sudah beredar. Namun, ya itu tadi, gaungnya masih kalah ketimbang pemecatan Ferry. Alasan pemecatan oleh Pleno PB HMI 23 November lalu adalah Ferry mengeluarkan pernyataan terima kasih kepada Golkar yang telah mencalonkan kembali Presiden Soeharto. "Sebelumnya kan sudah dirapatkan dengan PB. Tapi sekarang mengapa begini," kata Ferry. Apa pun kata Ferry, hampir sebagian besar peserta kongres menilai pernyataannya itu sudah kelewat batas. Bahkan seorang anggota HMI cabang Jakarta menuding HMI bukan lagi organisasi perjuangan umat dan bangsa, melainkan wadah untuk meniti karier politik pribadi. "Sekalipun statusnya independen, HMI sudah menjadi kepanjangan tangan Golkar. Contohnya Ferry itu," kata seorang utusan Jawa Timur. Santernya isu bahwa HMI tak independen memang merebak di kongres. Apalagi setelah empat menteri dan gubernur yang hadir di kongres terang-terangan memberi bantuan uang. Benarkah HMI mulai condong ke Golkar? "Tidak benar HMI sudah tak independen. Saya misalnya, bukan anggota HMI lagi. Tak ada masalah," kata bekas Sekjen HMI, Mar'ie Muhammad yang kini adalah Dirjen Pajak. Bantahan serupa juga datang dari para pengurusnya. Terlepas dari soal independensinya, kongres menjadi menarik ketika membicarakan pertanggungjawaban PB HMI. Ruang sidang berubah menjadi arena gebrak meja. Sidang yang dimulai pukul 9.00 itu menjadi panas ketika sebagian peserta minta agar Ferry diberi hak untuk melakukan pembelaan. Tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Hiruk-pikuk itu baru berakhir tatkala azan Jumat berkumandang. Apa mau dibilang, soal pemecatan Ferry itu akhirnya merebak juga ke bursa calon ketua. Bahkan pemilihan formatur yang dijadwalkan Ahad lalu tertunda sampai Selasa pekan ini. Kini bursa calon nampaknya terkotak jadi tiga kelompok. Yang pertama adalah pendukung Ferry. Dari kelompok ini muncul nama Amieh Alhumami dengan bempernya Evan Teguh Wibowo (Badko Ja-Bar). Pendukungnya bisa jadi cuma dari Ja-Bar dan Kalimantan. Kedua, Jakarta menjagoi Bursah Zarnubi. Bekas Ketua HMI cabang Jakarta ini namanya mulai mencuat saat mendekati hari pemilihan. Konon untuk pemilihan kali ini Bursah didukung oleh tokoh-tokoh Kodel dan Petisi 50. Selain dari Jakarta, Bursah juga didukung cabang Depok dan Serang. Ganjalan Bursah yang mungkin timbul adalah usia. Ia sudah 11 tahun -- batas maksimum keanggotaan HMI -- jadi mahasiswa. Calon lainnya datang dari kelompok yang mem-PHK Ferry, yaitu Asrian Hendi Caya. Sekjen HMI ini tampaknya punya kans besar untuk menduduki jabatan ketua. Mahasiswa S2 di Ekonomi UI ini pernah menjadi mahasiswa teladan tahun 1988, dan hampir semua jabatan di HMI pernah dipegangnya. Lawan kuat Asrian mungkin M. Yahya (bekas Sekjen PB HMI). Yahya, mahasiswa S2 di UI itu disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Menteri Akbar Tandjung. Kandidat lain adalah Rachman Syagaff, penjabat Ketua HMI setelah Ferry dipecat, dan Sapto Martiono (Ketua PB). Sapto adalah jago dari "timur", yang biasanya dianggap bersih, bukan titipan dari atas atau berbau pesan sponsor. Bambang Aji (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini