KESINTINGAN dan linglungnya Durna ketika mendengar Aswatama meninggal pada perang Bharata Yudha, bila ditarik ke masa kini, tercermin pada orang yang meminta agar anaknya mendapat suntikan vaksin hepatitis B. Sebetulnya penyakit itu tidak mudah mewabah, karena virus hanya ada dalam darah dan cairan tubuh. Jadi, cara penularannya agak eksklusif, mirip dengan AIDS. Namun, kini di mana-mana, di kampung, di sekolah, di kantor, dan media massa, vaksinasi hepatitis B sedang intensif dipromosikan. Berbagai kiat dilakukan untuk menggalakkan bisnis vaksin ini, mulai dari iklan, bonus, sampai komisi. Tentu sangat mulia mengupayakan rakyat sehat, terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkan kanker hati. Patut mendapat acungan jempol usaha membina mutu kesehatan sumber daya manusia, untuk pencapaian tujuan pembangunan. Hanya saja, di negeri yang rata-rata pengeluaran per kapita sebulan sekitar Rp 25.000 ini, biaya periksa dan vaksinasi sebesar puluhan ribu rupiah mengakibatkan derita psikologis tersendiri. Di satu pihak orangtua tidak ingin anak dan keluarga tercinta terkena serangan penyakit yang konon belum ada obat manjurnya. Di sisi lain, harga yang harus dibayar sangat jauh dari jangkauan kemampuan koceknya. Di sinilah pada hakikatnya anggota DPR sebagai wakil rakyat, ataupun pemerintah sebagai abdi masyarakat, didambakan untuk mencegah jangan sampai terjadi fear based industry dalam dunia kesehatan. Pencegahan harus dilakukan sedini mungkin untuk menghindari penyebaran virus bisnis yang mengeksploitasi rasa takut masyarakat. Bukankah kita sepakat lebih baik mencegah daripada mengobati? SOEN'AN HADI POERNOMO Jalan Tawes Dalam 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini