BANJIR di beberapa tempat di Jawa Barat Januari lalu dihubungkan
anggota DPRD Jawa sarat Ishak Abdoel Karim dengan keadaan
sebagian hutan di daerah tersebut yang masih gundul. Hal itu
dikesankannya dalam sidang pleno DPRD Jawa Barat Pebruari
kemarin.
Menyinggung soal penghijauan hutan Abdoel Karim dari Fraksi
Karya Pembangunan dalam sidang pleno itu menyangsikan
keberhasilannya. Usaha penghijauan yang dikatakannya sering
diembel-embeli berbagai upacara besar dan seluruhnya menelan
biaya bermilyar-milyar rupiah itu "hasilnya tidak memadai".
Buktinya? "Hutan masih banyak yang gundul dan banjir (sebagai
akibar dari gundulnya hutan itu) masih sering terjadi," kata
Abdoel Karim dalam sidang DPRD tadi.
Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi dan Ketua DPRD Jawa Barat,
Adjad Soedradjad, tidak menyangkal apa yang dikemukakan Ishak
Abdoel Karim seminggu sebelumnya.
"Bagaimana ya, antusiasme rakyat memang kurang. Mereka lebih
suka tanaman yang cocok dengan seleranya. Artinya tak mau
menanam pepohonan yang diprogramkan dalam usaha penghijauan,"
kata Aang kepada TEMPO ketika ia menghadiri Raker Gubernur pekan
lalu di Jakarta. Jenis tanaman yang dipakai dalam usaha
penghijauan antara lain turi, mahoni dan beberapa jenis lagi.
Menurut Aang tanah yang dihijaukan milik rakyat. Tanah milik
mereka itu diakui rata-rata sedikit sekali. Akibatnya mereka
lebih suka menanam pohon yang hasilnya bisa dipetik dalam waktu
singkat untuk makan atau dijual. "Kita bisa saja keluarkan
banyak biaya dan tiap hari memerintahkan mereka mengadakan
penghijauan menanam pohon ini atau itu, tapi kalau mereka tak
suka bagaimana? Harap semua pihak termasuk pemerintah pusat
mengetahui hal ini, tutur Gubernur Jawa sarat itu.
Tapi menurut Aang pemerintah pusat agaknya memang memaklumi
kekurangberhasilan itu. Dan tidak hanya menjadi di Jawa Barat.
Juga di daerah lain. Paling banter rata-rata hanya berhasil 50%.
Dari segi lain, pemerinrah pusat sendiri lewat tangan Opstib
beberapa bulan lalu sudah menindak antara lain seorang pejabat
kehutanan di daerah Bogor. Si pejabat ini menyelewengkan
anggaran penghijauan meliputi ratusan juta rupiah. Sungguh pun
begitu sebagaimana beberapa kali dikemukakan Presiden Soeharto
pelaksanaan penghijauan secara nasional dari tahun ke tahun
senantiasa meningkat. Dalam pidato kenegaraan di depan DPR 16
Agustus tahun lalu misalnya menurut presiden penghijauan tahun
ke-4 Repelita II (1977/1978) mencapai lebih dari 619 ribu hektar
sementara tahun-tahun sebelumnya di hawah jumlah itu.
Namun usaha itu-jelas masih belum memuaskan. Setidaknya jika
diingat bahwa banjir yang terjadi di banyak daerah lain selain
Jawa Barat awal tahun ini disebut-sebut para pejabat setempat
juga berkaitan dengan adanya hutan yang gundul.
Jawa Timur termasuk di antara daerah yang juga masih perlu
dihijaukan. Sebab seperti dikatakan Ketua DPRD Jawa Timur,
Blegoh Soemarto kepada TEMPO pekan lalu, Jawa Timur tetap rawan
banjir karena mempunyai dua sungai besar, sengawan Solo dan
Berantas.
Namun sementara Gubernur Soenandar sendiri menyatakan bertekad
menanamkan kesadaran agar rakyat gandrung penghijauan, masalah
kepadatan penduduk disebut-sebut Blegoh Soemarto sebagai satu
hambatan. Maksudnya, "kalau tanah terdesak oleh penduduk, kan
makin berkurang bagian untuk penghijauan? ". Lantas?
"Penghijauan perlu tetapi transmigrasi juga penting," Blegoh
menjelaskan.
Perlu transmigrasi atau tidak, caracara penghijauan itu sendiri
seperti halnya di Jawa sarat beberapa tahun lalu disebut
sebagian orang perlu disempurnakan. Salah satu cara itu ialah
menaburkan benih tanaman penghijauan dari pesawat udara. Karuan
saja benih itu banyak yang hilang. "Mungkin benih-benih itu
tersangkut di pohon lain," seperti pernah dikatakan seorang
pejabat di sana. Alhasil, hasilnya juga tidak memuaskan. Padahal
usaha penghijauan di Jawa Barat pernah terdengar lebih ramai
ketimbang di daerah lain. Yakni dengan diselenggarakannya
operasi Rakgantang (Gerakan Gandrung Tatangkalan -- pepohonan)
di masa Gubernur Solichin GP 5 tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini