Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 1 Mei, Indonesia bersama dengan negara-negara lain di seluruh dunia mengenang Hari Buruh Internasional. Hari ini berasal dari kejadian kelam di Chicago, AS pada 1 Mei 1886, yang dikenal sebagai Haymarket Affair. Peristiwa demo besar-besaran tersebut menjadi penting dalam sejarah perjuangan pekerja global. Sebagai tanda solidaritas, Konferensi Sosialis Internasional pada 1889 menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak itu, Hari Buruh Internasional ditandai dengan demonstrasi, mogok kerja, dan berbagai upaya untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang layak. Di Indonesia, Hari Buruh pertama kali dirayakan pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Perjuangan mereka pada awal abad ke-20 menjadi awal dari gerakan buruh yang terus berkembang di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marsinah
Marsinah yang dilahirkan di Nglundo, Jawa Timur pada tanggal 10 April 1969, adalah seorang aktivis dan buruh di pabrik PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Dia aktif dalam membela hak-hak buruh dan salah satu kegiatannya adalah ikut dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa. Marsinah merupakan salah satu dari 15 perwakilan karyawan yang terlibat dalam perundingan dengan manajemen perusahaan.
Namun, setelah Marsinah hilang, 13 buruh yang dianggap terlibat dalam menghasut unjuk rasa dibawa ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mayat Marsinah kemudian ditemukan pada tanggal 8 Mei 1993 di hutan di dusun Jegong, desa Wilangan, dengan tanda-tanda penyiksaan yang parah.
Kasus ini mencatat perhatian Organisasi Buruh Internasional (ILO), seperti yang tercatat dalam ilo.org. Sebagai hasilnya, Hari Buruh di Indonesia sering kali dihubungkan dengan peringatan atas perjuangan Marsinah dalam memperjuangkan hak-hak kaum buruh.
Muchtar Pakpahan
Muchtar Pakpahan, Ketua Umum SBSI 2018-2022, adalah pendiri serikat buruh independen pertama di Indonesia pada era Orde Baru di mana hanya ada satu serikat buruh, yaitu SPSI. Pada 2003, ia mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat sebelum meninggalkannya pada 2010.
Sebelumnya, ia dipenjara sebagai tahanan politik di era Soeharto karena karya tulisnya dianggap melanggar hukum, tetapi setelah lengsernya Soeharto, ia diberi amnesti oleh Presiden Habibie. Meskipun sering dipenjara dan menjadi target pembunuhan, ia tetap berjuang untuk kaum buruh. Ia meninggal karena kanker pada 21 Maret 2021.
Widji Thukul
Dilansir dari ensiklopedia.kemendikbud.go.id, Wiji Thukul dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 1963 di Kampung Sorogenen, Solo, yang penduduknya sebagian besar bekerja sebagai tukang becak dan buruh. Ia berasal dari keluarga tukang becak dan merupakan anak tertua dari tiga bersaudara.
Wiji Thukul tercatat sebagai anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD). Pada tanggal 27 Juli 1996, terjadi peristiwa kerusuhan yang dikenal sebagai Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau Kudatuli.
Pemerintah menuduh PRD di bawah kepemimpinan Budiman Sudjamitko sebagai dalang di balik peristiwa tersebut, dengan pernyataan dari Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI, Letnan Jenderal Syarwan Hamid. Akibatnya, aktivis PRD, termasuk Wiji Thukul, menjadi buronan. Thukul saat itu berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), sebuah organisasi yang terafiliasi dengan PRD.
Jacob Nuwa Wea
Jacob Nuwa Wea, lahir di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada tanggal 14 April 1944, menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabinet Gotong Royong.
Selain itu, dia juga merupakan anggota pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Minatnya terhadap masalah tenaga kerja mendorongnya untuk belajar di Akademi Ilmu Perburuhan Jakarta pada 1978, setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah rakyat, SMP, dan SPMA.
Meskipun tidak pernah bercita-cita menjadi pejabat tinggi, Jacob tergerak oleh nasib buruh yang teraniaya dan tidak sejahtera untuk turut memperjuangkan nasib mereka. Sebagai mantan Ketua DPP Konfederasi SPSI, dia memimpin buruh dalam unjuk rasa untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Aktivitasnya di SPSI dan keanggotaannya di DPP PDI-P membawanya menjadi anggota DPR dan akhirnya diangkat sebagai menteri oleh Presiden Megawati Sukarnoputri.
SUKMA KANTHI NURANI I ANANDA RIDHO SULISTYA | EKA YUDHA SAPUTRA | RACHEL FARAHDIBA REGAR