Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 1998 menjadi tahun bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Banyak peristiwa penting telah terjadi terutama di bulan Mei 1998 yang menimbulkan rasa haru hingga luka mendalam, diantaranya Tragedi Trisakti, 12 Mei 1998.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat itu, rezim Orde baru telah berkuasa selama 32 tahun membuat masyarakat Indonesia merasa muak dan menuntut adanya perubahan. Terlebih saat itu Indonesia juga mengalami krisis moneter 1997/1998 yang sangat memengaruhi perekonomian masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun aksi protes dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa mendapat respon yang kurang baik dari pemerintah kala itu, hingga memicu terjadinya sederet peristiwa berdarah menjelang reformasi pada 21 Mei 1998.
Hari-hari di Tanggal 12-21 Mei 1998
12 Mei 1998
Dampak dari krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997-1998 mengakibatkan banyaknya pegawai yang di PHK hingga tingkat pengangguran juga meningkat di tahun tersebut. Hal itulah yang mendorong terjadinya aksi demonstrasi oleh berbagai elemen termasuk mahasiswa di Universitas Trisakti.
Aksi demonstrasi yang semula berjalan damai mulai memanas di sore hari. Negoisasi dengan aparat keamanan sempat dilakukan, namun pada 17.15 mahasiswa memutuskan bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan yang menghujani mahasiswa dengan tembakan gas air mata dan peluru karet.
Tepatnya pukul 20.00, dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak peluru tajam dari aparat. Adapun keempat mahasiswa yang gugur ialah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Tragedi kelam ini dikenang sebagai Tragedi Trisakti 1998.
13-15 Mei 1998
Adanya penembakan yang merenggut nyawa empat mahasiswa Universitas Trisakti memicu kemarahan dan amukan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Mulai 13 Mei 1998, berbagai daerah gencar melakukan demonstrasi menuntut keadilan.
Dilansir dari laman sejarah.fib.undip.ac.id, pada 13 Mei 1998, aksi berkabung di depan kampus Trisakti justru dihalangi oleh aparat keamanan. Akibatnya amarah massa semakin menjadi-jadi kepada aparat keamanan saat itu.
Sebuah truk sampah yang ada di perempatan jalan layang Grogol akhirnya dibakar massa, rambu-rambu lalu lintas dan pagar pembatas jalan dicabuti, bahkan gedung dan mobil di halaman parkir Mal Ciputra turut dirusak.
Pada 14 Mei 1998, kerusuhan lebih banyak menyasar pada warga Indonesia etnis Tionghoa. Suasana Jakarta berubah menjadi mencekam. Banyak kawasan pertokoan yang tutup dikarenakan banyaknya aksi penjarahan yang terjadi di sekitar Jakarta.
Puncak kerusuhan adalah pada 15 Mei 1998, dimana terjadi berbagai tindak kejahatan di Jakarta dan kota besar lain di Indonesia, ribuan toko, gedung maupun rumah-rumah dibakar dan dihancurkan. Tak hanya itu, serangan fisik seperti pelecehan hingga pemerkosaan juga banyak terjadi, khususnya pada mereka yang beretnis Tionghoa.
Sedikitnya 273 orang tewas terpanggang api di dua pusat perbelanjaan akibat dijarah dan dibakar massa, yakni Sentra Plaza Klender Jakarta Timur yang dikenal sebagai tragedi Mall Klender dan juga Ciledug Plaza Tangerang.
18 Mei 1998
Pada 18 Mei 1998, Harmoko yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997 - 1999 menyampaikan pidato yang berisi permintaan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.
Namun pukul 23.00, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyebut bahwa pernyataan Harmoko tersebut merupakan sikap dan pendapat individual, karena tidak dilakukan melalui mekanisme rapat DPR.
19 Mei 1998
Pada 19 Mei 1998, Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam, dimana para tokoh membeberkan situasi yang terjadi mengenai tuntutan masyarakat serta mahasiswa yang menginginkan Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Soeharto menegaskan bahwa dirinya tidak mau dipilih lagi menjadi Presiden, namun pernyataan tersebut tidak dapat meredam aksi massa. Bahkan Gedung MPR semakin dipadati oleh mahasiswa yang melakukan unjuk rasa.
20 Mei 1998
Pada 20 Mei 1998, Jalur menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade oleh petugas menggunakan pagar kawat berduri. Hal ini dilakukan untuk mencegah massa masuk ke kompleks Monumen Nasional.
Namun pengerahan massa tersebut batal dilakukan sebab pada dini harinya Amien Rais meminta massa untuk mengurungkan agenda karena khawatir kegiatan tersebut akan menelan korban jiwa. Ribuan mahasiswa akhirnya semakin memadati gedung MPR/DPR untuk mendesak Soeharto mundur dari jabatannya.
21 Mei 1998
Akhirnya, pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan mengundurkan diri dari tampuk kepresidenan di Istana Merdeka pukul 09.05, dan digantikan oleh BJ. Habibie.
Momen runtuhnya era Orde Baru selama 32 tahun itu, dirayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia dan disiarkan dimana-mana. Lahirnya reformasi ini juga tidak terlepas dari Tragedi Trisakti yang menjadi salah satu pendorong kuat untuk mengawal perubahan yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
SUKMASARI | DELFI ANA HARAHAP | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan editor: Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama