Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - THEMIS Indonesia Law Firm dan Yayasan Keadilan Indonesia merilis hasil riset soal potensi kecurangan dalam pilkada 2024. Riset tersebut mengungkap adanya penerapan pola kecurangan yang sama seperti yang dipakai pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli hukum tata negara, Feri Amsari, yang terlibat dalam penyusunan riset tersebut, menjelaskan ada sejumlah bentuk kecurangan yang dilakukan dalam pelaksanaan pilkada. Seperti rekayasa calon tunggal, pengerahan aparat kepolisian, pengerahan ASN dan kepala desa dan politisasi bantuan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada dasarnya pola yang dipakai untuk mengakali pilkada ini sama persis dengan apa yang terjadi pada pilpres kemarin,” katanya saat memaparkan riset tersebut di sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024.
Feri mengatakan, pengerahan aparat kepolisian untuk memenangkan calon tertentu terjadi secara terang-terangan di pilkada Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Namun demikian, dia melanjutkan, tidak ada aparat kepolisian yang ditindak secara tegas hingga saat ini.
“Cara-cara seperti itu, sayangnya tidak dilihat secara serius oleh Bawaslu, lembaga ini seolah-olah tidak melihat berbagai kecurangan yang ada,” kata Feri.
Feri juga menyoroti penggunaan bansos di sejumlah daerah. Dia mengatakan politisasi bansos menjelang pilkada rentan terjadi di 37 daerah dengan calon tunggal dan diikuti oleh petahana. “Sasaran politisasi bansos ini juga terjadi di daerah yang pilkada-nya diikuti oleh dinasti politik,” ujarnya.
Menanggapi dugaan bentuk kecurangan tersebut, Anggota Badan Pengawas Pemilu bidang Penindakan, Puadi, mengatakan lembaganya telah bekerja sesuai kerangka aturan yang ada. Dia mengatakan Bawaslu telah mengawal sebanyak 25 kasus pelanggaran netralitas di 10 provinsi.
“Ada 25 kasus pelanggaran atas pasal 71 UU Pilkada yang sudah diputus oleh pengadilan,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 November 2024.
Berdasarkan rekapitulasi data laporan pelanggaran selama pilkada 2024, Puadi mengatakan Bawaslu telah menerima 1.713 aduan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 745 laporan tergolong sebagai pelanggaran.
“Jenis pelanggarannya itu 152 pelanggaran administrasi, 119 pelanggaran kode etik, 117 pelanggaran pidana dan 436 kasus pelanggaran hukum lainnya,” kata Puadi. Dari semua kategori pelanggaran tersebut sebanyak 125 pelanggaran tengah diproses.
Dia mengatakan semua laporan yang telah diproses menunjukkan komitmen Bawaslu dalam menangani dugaan pelanggaran yang ada. “Itu bukti ketegasan Bawaslu,” katanya.