Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agitya melempar dadu sebesar bola sepak di atas karpet raksasa di halaman SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya. Lima siswa di dekatnya berdiri menunggu giliran. Puluhan anak lain dari beberapa sekolah dasar di Kota Buaya ini menonton dan mengitari karpet warna-warni bermotif kotak seluas setengah lapangan voli. ”Tiga langkah maju,” kata siswi yang disapa Agit ini.
Tanpa pikir panjang, siswa kelas empat ini melangkah ke kotak berwarna kuning sesuai dengan hitungan dadu. Sebuah pesan di kotak yang dituju Agit memberikan informasi, ”Tahukah kamu? Mengeringkan rambut menggunakan hair dyer selama 5 menit sama dengan menghasilkan listrik dengan naik sepeda listrik selama 40 menit”. Informasi ini wajib diteriakkan Agit agar semua siswa di sekitarnya mendengar.
Bermain sambil belajar, itulah permainan yang dipraktekkan Agit dalam acara Education Game Ular Tangga pada 2 Mei, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Sepintas, permainan ini tidak berbeda dengan ular tangga pada umumnya. Cara memainkannya sama. Bedanya, ada 80 kotak ular tangga raksasa, berisi pengetahuan tentang ke listrikan yang disusun bertingkat, dari pengetahuan tentang pemborosan listrik, pemahaman, hingga penerapan pola hidup hemat energi.
April lalu, Anindito Kusumojati dan empat orang rekan seangkatannya, M. Rizal Habibi, Dhuha Abdul Aziz, Rifgy Said, dan Nastiti Puspitosari, meluncurkan ular tangga hemat energi ini. Karya mahasiswa semester empat Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember ini telah diuji coba di beberapa sekolah dasar di Surabaya dalam ukuran standar. ”Ide nya menanamkan pemahaman hemat energi yang menyenangkan sejak dini,” kata Anindito.
Alasan mahasiswa teknik elektro ini menciptakan ular tangga hemat energi jelas, yaitu turut berkampanye hidup lebih lestari di planet ini. Eksploitasi energi secara masif oleh penghuni bumi mengakibatkan pemanasan glo bal, yang menjadi masalah kontemporer kita. Bumi berada di ambang kehancuran bila penduduknya tak segera berbuat untuk menyelamatkannya. Tanda-tandanya sudah di depan mata: bumi makin panas, perubahan musim yang tidak menentu, kekeringan, berkurangnya persediaan air, menurunnya produksi pangan, dan munculnya wabah penyakit.
Memang permainan ular tangga hemat energi sangat tidak cukup memberikan solusi dalam mengatasi masalah yang kompleks tersebut. Namun ikhtiar kreatif ini, kata Anindito, dinilai mampu membentuk pola pikir generasi muda, khususnya anak-anak dan siswa sekolah dasar, untuk menyadari pentingnya hemat energi. ”Pembentuk an pola pikir ini yang harus ditingkatkan,” katanya. Solusinya, kata Anindito, pembelajaran hemat energi masif dan menyenangkan harus terus dikampanyekan.
Memang banyak cara untuk melakukan ”langkah kecil” penyelamatan bumi, dengan pembelajaran hemat energi dan pemeliharaan lingkungan melalui permainan. Yang menggembirakan, berbagai upaya memasukkan pengetahuan tentang dampak pemanasan global ke sekolah kini makin luas dan menjadi tren. Misalnya di Sekolah Al-Falah Jakarta, yang didirikan pada 1996. Di sana sudah diajarkan ihwal memelihara lingkungan. Ada tujuh sentra bermain yang dikembangkan untuk membentuk tahapan psikomotorik, so sial, emosi, kognisi, bahasa, dan spiritual anak. Tujuh sentra itu meli puti seni, peran besar, peran kecil, balok, iman dan takwa, persiapan, dan bahan alam. ”Setiap sentra diguna kan agar murid bisa berinteraksi dengan bumi secara benar dan tidak eksploitatif,” kata Ismiarti, Direktur Al- Falah.
Menurut Ismiarti, setiap pekan tertentu Al-Falah memiliki tema besar bahasan. Pekan-pekan ini, kata Ismiarti, yang diajarkan kepada setiap murid prasekolah hingga tingkat mene ngah atas berkaitan dengan bumi. Enam pekan sebelumnya, tema besar yang diusung berkenaan dengan hutan.
Tempo melihat belasan anak prase kolah bermain air di sentra bahan alam. Seorang guru menjelaskan bahwa air harus digunakan secukupnya. ”Air mengalir,” kata Ikhlas, murid berusia tiga tahun, sambil menutup keran air. Begitu pun persiapan sebelum makan. Anak-anak dibiasakan mencuci tangan dan menggunakan tisu secukup nya. Hasil pembelajaran ini, Ismiarti bercerita, ada seorang anak yang selalu mengingatkan orang tuanya saat memetik daun dari pepohonan di halaman rumah. ”Jangan petik daun, Pa, karena tumbuhan menghasilkan oksigen,” tutur Ismiarti menirukan.
Di sentra bermain peran, seorang anak sibuk berperan sebagai pemilik mobil yang sedang membersihkan mobilnya. Salah satu nilai yang diajarkan adalah penghematan energi dengan cara menggunakan air secukupnya. ”Bukan hanya hemat energi, kami ajarkan bagaimana siswa mampu menempatkan diri dan sopan di jagat yang luas ini,” kata Ismiarti.
Pembelajaran hemat energi dengan cara permainan pun sudah menjadi kesatuan di sekolah-sekolah alam yang tumbuh subur di republik ini. Lendo Novo, pendiri Sekolah Alam School of Universe, mengatakan ada dua masalah besar yang dihadapi dunia, ya itu krisis pangan dan krisis energi. ”Ini akibat ketidakadilan terhadap alam,” kata mantan anggota staf ahli khusus Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara ini. Alam, kata Lendo, akan membalas segala perbuatan manusia yang meng aniaya lingkungannya. Meningkatnya fenomena pemanasan glo bal adalah akibatnya.
Di sekolah alam, kepada para siswa diajarkan prinsip-prinsip ramah lingkungan. Semua komponen yang ada di alam, dari air, tumbuhan, hingga udara, bisa digunakan sebagai bahan dasar berinteraksi siswa dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Konsep ini yang kurang diajarkan di sekolah formal pada umumnya. Tapi, di sekolah alam, pembelajaran yang menyenangkan lewat permainan wajib hukumnya. Contoh kecilnya siswa bebas bermain dengan cara mengkonservasi alam sekitarnya.
Sekolah alam ini muncul dari pengalaman masa kecil Lendo, yang merasa tersiksa tatkala harus duduk manis di ruang kelas. ”Belajar jadi tidak menyenangkan,” katanya. Tapi, di sekolah alam yang dikembangkannya, siswa dari umur prasekolah sudah belajar berinteraksi langsung dengan alam sebagai media belajarnya setiap hari. Para siswa belajar mengamati, bertanya, mengumpulkan data, membuat hipotesis, dan menguji hipotesisnya langsung dengan alam. ”Cara belajar menjadi aktif plus kreatif, anak belajar mandiri, belajar tentang kepemimpinan, lebih akrab dengan lingkungan, dan mengasah karakter diri,” katanya.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta, Arief Rachman, menambahkan bahwa proses pembelajaran yang menyenangkan sangat jitu jika diterapkan lewat permainan. Syaratnya, harus diciptakan proses yang bisa mengundang anak senang belajar ”Hati siswa harus disentuh lebih dulu sebelum menyentuh akalnya.” Akhirnya, setiap siswa diharapkan memiliki kemampuan memecahkan masalah, termasuk hemat energi.
Rudy Prasetyo, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo