Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUJUH puluh persen ajaran Hindu sama dengan ajaran Islam. Itulah kesimpulan I Gusti Agung Gde Putra, Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha, dalam diskusi berjudul Pandangan Hindu terhadap Islam, Jumat pekan lalu, di Universitas Nasional, Jakarta. Gde Putra, yang juga dosen Institut Hindu Dharma, Denpasar, sampai pada kesimpulan itu setelah mengkaji tiga aspek utama yang, menurut dia, merupakan dasar tiap agama. Tiga aspek itu yakni akidah, ibadah, dan muamalah. Pembicara menemukan banyak konsep dasar akidah dalam Quran sama dengan yang ada pada agama Hindu. Misalnya, selama ini orang umumnya menganggap bahwa agama Hindu menganut banyak Tuhan. Padahal, kata Gde Putra, Hindu juga menganut satu Tuhan seperti halnya Islam. Dalam kitab Weda, kitabnya agama Hindu, Tuhan Yang Mahaesa disebutkan dengan kata Ekam, yang berarti: esa, tunggal, dan satu. Lebih jelas lagi dalam Weda ada satu kalimat yang menggambarkan tentang Ekam itu: Ekam eva advityam Brahman. Arti kalimat itu, "Tuhan hanya satu, tidak ada yang kedua." Tapi karena dalam agama Hindu nama Tuhan yang satu itu berbeda-beda, maka muncul sangkaan bahwa umat Hindu mempunyai banyak Tuhan. Padahal soal "banyak Tuhan" itu, kata Gde Putra pula, adalah untuk menyebutkan berbagai sifat Tuhan. Ini lebih kurang sama seperti dalam Islam yang menyebutkan Allah sebagai Yang Mahasuci, Yang Mahapelindung, Yang Mahadamai, dan lain-lain. Hal lain yang berkaitan dengan akidah adalah tentang penciptaan. Dalam Islam disebutkan bahwa Allah pencipta alam semesta. Dalam kitab Weda, tentang penciptaan disebutkan sebagai om janmady asya yatah. Adapun maksudnya, Tuhan adalah asal mula penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan. Dan dunia, kata kitab Weda, adalah maya atau ilusi, tapi diciptakan secara lengkap dan sempurna. Wawasan ini mengandung persamaan seperti yang dijelaskan oleh Quran, "... kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Mahapemurah sesuatu yang tak seimbang. Karena itu, lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tak seimbang (pada ciptaan Tuhan)?" Bagi Islam, kehidupan di muka bumi adalah tempat persemaian untuk kehidupan di akhirat. Hidup itu akan diikuti oleh hari perhitungan ketika manusia dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan ketika hidup di dunia. Siapa berbuat dosa, ia sendirilah yang menanggungnya. Dosa itu tak bisa dialihkan pada siapa pun. Gde Putra menemukan persamaan konsep pertanggungjawaban itu dalam ajaran Karma Phala dalam agama Hindu. Hindu pun, kata Gde Putra, mengatakan bahwa tanggung jawab perbuatan baik atau buruk seseorang tidak bisa dialihkan pada orang lain. Tapi memang, adanya banyak persamaan tak lalu berarti tidak ada perbedaan antara Hindu dan Islam. Hanya, menurut pembicara, perbedaan yang hanya 30% itu tidak terlalu prinsipiil. Soalnya, perbedaan itu lebih disebabkan oleh tempat, waktu, dan sejarah Hindu yang memang berbeda dengan Islam. Dan sebabsebab itulah yang menyebabkan agama-agama di dunia ini jadi berbeda, kata Gde Putra pula. Misalnya, pada saat Islam muncul, banyak terjadi perbudakan. Maka, Islam menentang perbudakan itu. Begitu pula pada agama Kristen. Pada zaman Romawi, banyak terjadi ketidakadilan, maka ajaran Kristen lebih menekankan cinta kasih. Perbedaan itu, menurut tokoh Hindu yang suka mendengar ceramah Zainuddin Mz, juru dakwah Islam yang kini lagi populer, lebih bersifat fisik, lebih banyak berkaitan dengan penampilan agama tersebut. Gde Putra mengibaratkan soal ini dengan perbedaan makanan pokok penduduk suatu negara dengan yang lain. Warga suatu negara memilih jagung sebagai makanan pokok, sedangkan di negara lainnya memilih beras atau kentang. Dalam bentuk fisik dan penampilannya, jagung, kentang, dan beras jelas berbeda. Tapi, bila dilihat esensinya, ketiga makanan itu mengandung karbohidrat sebagai sumber energi bagi gerak kehidupan. Dengan dasar kajian akidah itulah, antara lain, dosen Institut Hindu Dharma itu akhirnya menyimpulkan, Hindu pun menerima pandangan umat Islam bahwa Islam adalah agama wahyu yang berpusat pada Tuhan. Sebab, pusat yang satu seperti itu juga dihayati oleh umat Hindu. "Konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah konsep yang mengakui adanya zat yang tertinggi, yang tak berwujud, tidak laki-laki maupun perempuan," kata Gde Putra. Tentang Nabi Muhammad utusan Allah, Gde Putra secara pribadi mengakui, dalam kitab Weda yang terdiri atas 30 jilid itu ada semacam pemberitaan bahwa nantinya akan datang seorang maharesi yang diturunkan untuk kaum pedagang. Sayangnya, tak dijelaskan kaum pedagang di mana yang akan memperoleh maharesi itu. Yang disebutkan adalah nama sang maharesi, yakni Mahamatan. Apakah ini maksudnya Nabi Muhammad, "Saya juga masih bertanyatanya," kata Gde Putra. Dalam diskusi yang dipimpin oleh Lukman Harun, Direktur Pusat Pengkajian Islam Universitas Nasional, itu boleh dikatakan tak ada sanggahan berarti dari peserta yang Hindu maupun yang Islam. Bekas Ketua Parisada Hindu Dharma Ida Bagus Oka Puniatmaja, yang juga hadir, menambahkan bahwa antara Islam dan Hindu di Bali tak ada masalah. Masjidmasjid di Bali, katanya, dulu yang membangun adalah raja-raja Bali yang Hindu. Bila ada soal di Bali, Hindu tak melarang judi sedangkan Islam jelas-jelas melarangnya. Tapi, kata Oka, sebenarnya kaum pendeta Hindu 100% menentang judi. Julizar Kasiri dan Siti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo