EKSEKUTIF Manager Hotel Sanur Beaeh. dy Karmawan, pernah
mengeluh. "Yang paling saya risaukan sekarang ini bukan karena
keadaan tamu yang sedikit, tetapi semakin banyaknya pencuri batu
karang laut di Pantai Sanur. Pencurian itu menyebabkan erosi",
katanya. Barangkali ini kerisauan yang sudah kesekian kalinya
dari pengusaha-pengusaha hotel di sepanjang Pantai Sanur.
terhadap sebagian penduduk Sanur yang melakukan pekerjaan
sebagai pencuri batu karang.
Pemerintah Kabupaten Badung tentu saja menaruh perhatian besar
terhadap keluhan itu. Maklum pajak yang didapat dari hotel
50%, dari seluruh anggaran pembangunan Kabupaten Badung. Maka
sejak pertengahan tahun lalu, tindakan yang cukup keras sudah
diambil terhadap pencuri batu karang laut ini. Pernah pula
sejumlah karang disita meskipun harus tega hati melihat air mata
para pencuri yang kebanyakan perempuan itu. Bukan tindakan ini
tidak cukup main sita. Untuk menunjukkan pada pihak hotel sudah
ada perlakuan yang setimpal, sang pencuri digiring ke
pengadilan. Tak lama prosesnya - konon diperlakukan seperti
perkara "tilang" saja - sekitar 14 pencuri batu karang mendapat
ganjaran 2 minggu penjara. Namun toh, selepas mereka dari
penjara pekerjalah yang berpredikat mencuri itu masih tetap
dilakukan bahkan sekarang ini sudah dilakukan siang hari,
tanpa sembunyi. "Pekerjaan lain susah", kata seorang ibu dengan
anaknya yang kecil ketika menjunjung batu karang.
Tukang Kebun
Sebenarnya pemerintah punya landasan hukum untuk menindak
pencuri batu karang laut ini, yaitu Perda Nomor 02/PD/DPRD/73.
Perda ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan bangunan-bangunan
umunl di pinggir pantai akibat erosi. Perda ini bermaksud pula
untuk melindungi nelayan. Dengan dicurinya batu karang laut, zat
makanan buat ikan berkurang, dan ikan pun akan punah. Lalu yang
lebih penting, Perda inipun menyebut-nyebut soal pariwisata,
sebab pantai di Bali merupakan barang komersil yang harus dijaga
kelestariannya.
Tapi masyarakat Sanur dan sekitarnya, terutama pengusaha kapur
berpendapat lain. "Sebelum - Hotel Bali Beach berdiri, batu
karang laut itu sudan diambil. Tidak ada perobahan di pantai,
kenapa baru sekarang ada alasan erosi?", ujar Gusti Singkreg,
seorang buruh yang bertahun-tahun bekerja di perusahaan kapur
Br. Sindhu. Pengusaha kapur yang memakai bahan baku karang laut
ini tentu saja sudah diberi penjelasan tentang adanya peraturan
daerah itu. Tetapi kebanyakan mereka menyebut usaha lain tidak
ada sementara kapur demikian larisnya apalagi di daerah bencana
gempa sedang ramai-ramai membangun rumah.
Di desa Sanur saja ada 58 buah usaah pembakaran kapur, semuanya
memakai karang laut. Pemda Badung ketika menangkap sebagian
kecil pencuri itu pernah berjanji menyalurkan karyawan-karyawan
perusahaan itu ke usaha lain. Sayang sampai tahun 1977 ini,
belum ada tanda-tanda usaha pembakaran kapur di daerah wisata
itu terhenti, konon tenaga-tenaga di pembakaran kapur itu pernah
ditawarkan ke hotel-hotel. "Ternyata semuanya menolak, sekalipun
dengan jabatan tukang kebun", tutur Ida Bgs. Ketut Beratha,
Kepala Desa Sanur. Bahkan, "dengan bangkrutnya sejumlah hotel
menengah, dikuatirkan pencuri karang menjadi bertambah".
Alasan hotel menolak tenaga kerja itu, tentu saja masuk akal.
Mereka tak punya kecakapan bekerja di hotel, walau tukang kebun
sekalipun. amun alasan yang dikemukakan pencuri karang juga
cukup menarik. "Pihak hotel bukan takut karena erosi. Tapi hotel
tidak senang melihat kita yang kotor-kotor begini melewati
pantainya". Seorang pemilik jukung di depan "Market Beach" milik
LSD Sanur menambahkan: "kalau ada turis yang kehilangan barang
di pantai, sering kali hotel mencurigai para pengambil batu
karang". Memang penduduk Sanur tak enak-bahkan merasa dihina -
disebut pencuri. Mereka merasa berhak atas kekayaan alam yang
tak habis-habisnya di laut itu.
Keresahan pengusaha hotel ini terdengar juga oleh Gubernur.
Kepada Dinas Perindustrian Bali dianjurkan agar terus
mengetrapkan ide baru mengembangkan potensi industri rakyat
untuk menyerap tenaga kerja. Pihak Perindustrian cukup bijaksana
melihat permasalahannya. Mencegah pengambilan karang laut hanya
bisa dilakukan kalau pengusaha kapur di Sanur mengganti bahan
bakunya ini. Dari batu karang laut menjadi batu bukit yang
berwarna putih keras. Bahan ini baulyak terdapat di pantai Bali
selatan. Untuk memperkenalkan bahan baku baru ini. Dinas
Perindustrian Bali membuat proyek contoh di Jimbaran, 8 km dari
Sanur. Proyek yang menghabiskan uang Rp 12,22 juta ini
menghasilkan 0,5 meter kubik kapur hanya dalam satu jam. Kepala
Kanwil Perindustrian Bali Rachmat Soewoto menyebul biayanya
semua diambil dari APBD Bali. "Ini proyek bermanfaat ganda.
Selain produksi kapur besar, erosi dan penggundulan hutan dapat
dikurangi karena pembakarannya memakai kompor", kampanye
Soewoto. Adakah ke 58 pengusana kapur di Sanur tertarik pada
proyek di Jimbaran itu? Komentar seorang pengusaha kapur di
Sanur: "Wah jangan mimpi di mana cari uang jutaan?".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini