Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Lintas Malapetaka

Sejak di resmikan jalan lintas Sumatera telah terjadi 21 kecelakaan. Petunjuk jalan dan rambu lalu lintas tak ditaati. Dulu mengeluh tak ada perbaikan, kini dianggap terlalu mulus.

19 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIHAK Kepolisian Lalulintas Sumatera Barat merasa perlu berseru: "jalan mulus jangan menjadi sebab malapetaka". Seruan ini dikumandangkan setelah memperhatikan jalur lintas Sumatera yang amat mulus itu (TEMPO 7 Agustus 1976) ternyata telah mengundang banyak malapetaka lalulintas. Bahkan juga Gubernur Harun Zain merasa perlu ikut terbirit mengeluarkan perintah agar di setiap bagian jalan tertentu disiagakan ambulans yang bisa segera memberikan pertolongan apabila terjadi kecelakaan lalulintas dalam jalur lintas Sumatera itu. Jalan lintas Sumatera sepanjang 201,7 km membentang antara Sawah Tambang, Bukit Sebelah, Kota Baru dan Muara Bungo (wilayah Jambi) sejak diresmikan Presiden Juli tahun lewat. Jalan lintas ini sekarang masih terus dirampungkan dua kontraktor asing dari Taiwan dan Korea Selatan dan termasuk jalur paling sibuk dipakai oleh pemakai jalan mulai dari mobil, sepeda, pedati kerbau dan pejalan kaki. Kesibukan itu nampaknya tak kenal istirahat baik siang maupun malam hari. Dan sejak diresmikan sampai Desember tahun lewat menurut catatan polisi lalulintas Sumbar sudah pernah terjadi 21 kecelakaan lalulintas. Tentunya angka ini tak mencakup yang tak dilaporkan atau hanya diselesaikan secara damai antara yang saling tabrakan. Jumlah korban manusia saja tercatat 7 orang mati, 44 luka berat dan 53 luka ringan. Sedangkan kerugian harta benda mencapai Rp 13.760.000. Dalam permulaan tahun 1977 angka ini tampak melonjak dan tercatat hampir setiap hari ada saja peristiwa kecelakaan. Musibah lalulintas itu umumnya karena para pemakai jalan kurang hati-hati. Jelasnya karena jalan mulus para pengemudi merasa ringan saja untuk injak gas tanpa disadari kecepatan sudah keliwat tinggi. Ini terutama bagi supir-supir yang sebelumnya melalui jalan yang bukan terbilang lintas Sumatera sehingga ketika bersua dengan jalan mulus menjadi keasyikan nancap gas. "Walaupun larinya sudah mencapai 100 km rasanya mobil belum juga kencang", tutur Siregar seorang supir bus asal Sumatera Utara yang sudah lama mukim ditanah Minang dengan profesi supir bus penumpang. Apalagi jika dipotong oleh mobil lain Siregar selalu merasa ditantang untuk mengejar dengan menginjak gas sedalam-dalamnya. Apalagi biasanya mobil bus di sini umurnya sudah agak uzur sehingga banyak yang alat penunjuk kecepatan kilometernya tidak berfungsi lagi. "Pengemudi biasanya baru kehilangan kontrol bila tiba-tiba berhadapan dengan kendaraan dari depan atau slip di pengkolan", ucap Mayor Polisi drs Syahrul Mahmud Kasi Lantas DAK III Sumatera Barat yang turut gundah melihat makin naiknya angka kecelakaan lalulintas dalam jalur lintas Sumatera itu. Sebelumnya problem lintas Sumatera itu diperkirakan hanya berkisar pada masalah menyelamatkan kerusakan jalan akibat pemakai jalan seperti pedati beroda besi dan kebiasaan membiarkan kerbau berkubang di tepi parit atau melintasi jalan. Tapi kini sudah ditambah lagi dengan masalah bagaimana menyelamatkan pemakai jalan itu sendiri. Terlebih baB pengendara sepeda atau pejalan kaki di jalur kecepatan tinggi. Sebab rupanya sekian ratus petunjuk tanda lalulintas dan rambu jalan di sepanjang lintas itu belum cukup mempan mengajak kesadaran pemakai lintas Sumatera untuk berhati-hati Malah kini sedang difikirkan mengadakan penerangan terutama bagi supir bus penumpang tentang cara sebaiknya membawa kendaraan dalam lintas Sumatera itu. "Sudah, dulu waktu masih bobrok masyarakat mengeluh seakan pemerintah banyak tidur tak memperbaiki jalan. Sekarang setelah mulus datang lagi keluhan baru dianggap keliwat mulus sehingga banyak mengundang musibah". Begitu pernah Gubernur Harun Zain yang bergelar Datuk Sinaro itu menanggapi keluhan masyarakat. Serba repot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus