Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu mobil mikrolet tiba-tiba ber-henti di depan Plaza 89 di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Subuh belum tiba, baru sekitar pukul tiga dini hari. Dua puluh lima pria berkulit hitam buru-buru turun dari mobil. Mereka melompati pagar, lalu merangsek ke kantor PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas di Papua. Barang-barang yang ada dihajar, kaca-kaca pecah, kursi-kursi jum-palitan, satu ruangan dibakar.
Serangan pada Rabu pekan lalu itu tak terhalau. Satuan keamanan berjumlah hitungan jari tak siap menandingi-nya. Massa beratribut Badan Eksekutif Mahasiswa Papua itu dengan mudah me-nyelonong masuk gedung. ”Mereka baru bu-bar setelah polisi datang,” kata Butar Hu-tasoit, tukang ojek di depan kantor Free-port.
Kedatangan polisi membuat penyerbu kocar-kacir dan kembali naik mobil. Mereka meluncur ke kantor Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Keke-ras-an (Kontras). Mereka berniat sembunyi di kantor di Jalan Diponegoro itu, ta-pi terkejar polisi. Tiga belas orang dici-duk dan ditahan di Kepolisian Daerah Me-tro Jaya. Sembilan dari mereka kemu-dian ditetapkan sebagai tersangka.
Rupanya, mereka melancarkan protes atas keributan yang meletik di ujung ti-mur sana. Mereka menggugat perla-ku-an polisi dan satuan keamanan PT Freeport dalam menertibkan penambang emas tradi-sio-nal di mil 72 hingga 74 Temba-gapura, Papua. ”Orang tua kami di Pa-pua dibantai, dipukul, dan dianiaya polisi, jadi kami tidak terima,” kata Dedy Pa-ra-gaya, salah satu tersangka.
Sehari sebelum aksi terjadi di Jakarta, suasana di satu titik jalan menuju Freeport memang memanas. Pukul sembilan pagi, Selasa pekan lalu, polisi dan satu-an pengamanan Freeport mendatangi para penambang tradisional di Kali Kabur. Tim ini memaksa mereka menghentikan kegiatan di sepanjang jalur tailing pembuangan limbah, wilayah yang masuk dalam penguasaan Freeport.
Kedatangan pasukan yang dipimpin Ajun Komisaris Polisi I Ketut Suratnya itu membikin gerah warga yang mendulang emas. Negosiasi buntung. Sekitar pukul dua siang, massa justru bertambah banyak. Siang terik menambah suhu emosi mereka kian mendidih. Bentrok pun tak terbendung.
Para pendulang emas menghujani de-ngan batu dan menyarangkan anak panah ke aparat. Karena terdesak, aparat mem-balas dengan tembakan peringat-an. Korban berjatuhan dari dua belah pi-hak. Dua penambang luka parah, dua pe-tugas keamanan Freeport dan satu po-lisi tertancap anak panah. Tak ada korban jiwa.
Dikabarkan, dua penambang itu, Yu-lan Murib dan Melianus Murib, terluka karena ditembak. Inilah yang membuat ma-hasiswa Papua di Jakarta ikut berang. Namun, Kepala Polda Papua In-spek-tur Jenderal Tommy Yakobus membantah. ”Kesimpulan visum rumah sa-kit Tembagapura tak ditemukan bubuk mesiu,” katanya.
Penjelasan Kepala Polda tidak melu-merkan emosi massa penambang tradi-sio-nal. Mereka malah memblokir jalan di mil 72 dengan alat-alat berat. Aksi ber-langsung lima hari, hingga akhir pekan lalu. Mereka menginap dalam tenda-tenda darurat. Negosiasi yang di-upa-yakan polisi pada Jumat siang tak di-tang-gapi.
Aksi pemblokiran di jalan menuju Ridge Camp itu berdampak besar. Jalan tersebut merupakan jalur utama da-ri Kota Timika menuju Tembagapura, tem-pat penambangan Freeport. Aksi massa yang dijaga 400 personel polisi telah melumpuhkan aktivitas perusahaan tambang milik Amerika Serikat itu hingga ber-hari-hari.
Menurut Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon Sembiring, pemblokiran menimbulkan keru-gi-an tak sedikit. Dia memperkirakan ne-gara kehilangan US$ 3 juta per hari bila di-hitung dari pajak kotor setoran Freeport tahun lalu, US$ 1,1 miliar.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, telah melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Freeport di-tutup sementara. ”Ini obyek vital yang ha-rus diamankan,” kata Purnomo.
Pertemuan mendadak lantas digelar di Departemen Dalam Negeri, Kamis pekan lalu. Ikut hadir di sana, Menteri Koordi-nator Politik Hukum dan Keamanan Wi-dodo A.S., Menteri Agama Maftuh Ba-syuni, dan Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf, serta Kepala Polri Jenderal Sutanto dan Panglima TNI Jenderal Djoko Su-yanto. Mereka membicarakan pe-na-ngan-an konflik di Freeport. ”Perlu nego-siasi dengan mere-ka (penambang) agar diyakinkan operasionalisasi Freeport itu penting,” kata Widodo.
Menurut juru bicara Polda Papua, Komisaris Besar Pol. Kartono Wangsadisastra, negosiasi telah dilakukan esok harinya, tapi gagal. Massa berjanji bubar hari Sabtu, setelah ada pertemuan tertutup tanpa aparat keamanan dan pihak Freeport. Pertemuan dipimpin Bupati Mimika Klemen Tinal bers-ama tokoh adat dan perwakilan massa. ”Palang akan dibuka, sekaligus diadakan pembacaan tuntutan,” kata Klemen kepada Tempo. Tapi dia tidak tahu isi tuntutan yang dibacakan para pendulang emas tradisional.
Juru bicara Freeport, Siddharta Moer-sjid, sangat mengharapkan situasi segera pu-lih. ”Ini karena pentingnya penghasil-an dari produksi tersebut bagi pemerin-tah pusat dan pemda, serta bagi pereko-nomian setempat di Papua,” katanya pe-kan lalu.
Penertiban yang berbuntut bentrok itu, menurut Siddharta, tak ada kaitannya dengan kedatangan tim investigasi Ke-menterian Lingkungan Hidup untuk me-meriksa sistem tailing limbah. Sebab, 21 orang anggota tim tersebut sudah kembali ke Jakarta pertengahan Feb-ruari, sebelum penertiban.
Nasib penambang tradisional sebenar-nya sudah lama menjadi bahan investi-ga-si Els-HAM Papua. Penambang tradi-sio-nal tak pernah surut di Freeport lan-taran menjadi lahan bisnis aparat ke-amanan. ”Ini salah satu sumber konflik-nya,” ujar Direktur Els-HAM Papua, Aloy-sius Renwarin, di Abepura.
Me-nurut Aloysius, selama ini para pe-nambang tradisional mudah masuk ke wilayah terlarang milik Freeport atas kerja sama aparat. Mereka masuk Freeport memanfaatkan mobil aparat untuk me-nuju lokasi pendulangan emas. Tidak gratis. Satu penumpang wajib memba-yar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta untuk sampai ke lokasi pendulangan emas.
Kedatangan penambang di luar warga tujuh suku asli di Timika memperkuat dugaan tersebut. Aloysius menerima laporan dari pemantau di loka-si pemblokir-an, ada pula orang dari Maluku, Jawa, dan Sulawesi. Ini fakta warga mudah lolos melewati pos-pos penjagaan tentara maupun polisi yang su-perketat. ”Orang yang bisa mengi-zinkan masuk jelas orang berseragam,” ia mengungkap-kan.
Sumber Tempo mengatakan, pener-tiban sudah dilakukan sejak 2002. Tahun ini sudah dua kali diadakan, tapi selalu gagal. Penambang masih ngeyel keluar-masuk. Mereka malah kian menjamur. Tak cuma warga Kampung Banti di Kali Kabur, ada lagi dari Kampung Utini Lama, Beoga, warga Satuan Permukiman XII dan IX di Kota Timika.
Komandan Kodim 1710 Mimika, Letnan Kolonel Gustav Irianto Kusumowibowo, membantah tudingan Els-HAM. ”Kami akui memang ada pendulang bukan warga setempat. Tapi persentasenya sangat kecil,” kata perwira menengah yang membawahkan personel TNI yang mengamankan Freeport itu. Dia juga mengaku tak tahu dari mana me-reka bisa lolos. ”Kami baru tahu setelah mereka di lokasi,” ujarnya.
Bantahan juga dilontarkan juru bicara Polda Papua, Komisaris Besar Kartono Wangsadisastra. ”Saya tak tahu soal itu dan tak pernah mendengarnya,” kata-nya. Hanya, berbeda dengan Gustav, dia tidak pernah melihat ada warga di luar suku asli Papua yang mendulang emas.
Sabtu sore pekan lalu, massa menepati janjinya untuk membuka blokade menuju pertambangan Freeport, setelah diadakannya pertemuan antara aparat keamanan, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan PT Freeport Indonesia dengan perwakilan pendulang emas tradisional hari itu.
Para pendulang emas tradisional mengeluarkan beberapa tuntutan sebelum palang dibuka. “Inti tuntutan adalah perbaikan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar kawasan PT Freeport Indonesia. Tuntutan itu sudah di-sam-paikan ke Freeport dan akan dibahas dalam pertemuan berikutnya,” kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal, Tommy Yakobus, yang tengah berada di Timika
Eduardus Karel Dewanto, Cunding Levi (Jayapura), Ramidi, Maruli Ferdinand, Bagja Hidayat (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo