Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan genting itu digelar sehabis sembahyang Jumat, pekan lalu. Suryadharma Ali, calon terkuat untuk kursi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menggelar rapat dengan sejumlah operator politiknya. Lokasinya di sebuah bungalo di Kompleks Paus Nomor 100, di pojok Putri Duyung Cottage, Ancol, Jakarta Utara.
Selama Muktamar VI PPP yang berakhir pada Sabtu pekan lalu, kompleks peristirahatan mewah yang menghadap Teluk Jakarta itu menjadi markas besar kubu Suryadharma. Jaraknya hanya 200 meter dari Hotel Mercure, Ancol, yang menjadi tempat utama penyelenggaraan muktamar. Persis di sebelah bungalo Paus 100, ada tempat menginap Zarkasih Noor, sesepuh partai berlambang Ka’bah itu. Tempat peristirahatan terakhir ditempati Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial pendukung utama Suryadharma. Hanya ada tiga bungalo superdeluks di Kompleks Paus.
Sepanjang siang, Suryadharma tak bisa lepas dari telepon genggamnya, sibuk menelepon ke sana kemari. Sesekali ia memencet tuts telepon genggamnya, mengirim pesan pendek menanyakan kabar daerah-daerah pendukungnya. Duduknya gelisah. ”Bagaimana Jakarta Selatan?” terdengar suara Suryadharma bertanya. Nadanya khawatir.
Gerilya kandidat lain memang makin gencar mendekati jam pemilihan. Jauh-jauh hari, sebelum muktamar dibuka, Suryadharma mengaku punya 720 suara dukungan. Kini kekhawatiran menggayut: suara-suara itu bisa melompat ke kubu lain.
Menjelang pukul 15.00, satu demi satu anggota tim sukses Suryadharma merapat ke Putri Duyung. Ada Emron Pangkappi, tangan kanan Suryadharma. Lukman Hakim Saefuddin, yang kerap mengambil peran sebagai juru bicaranya, menyusul dengan tergesa. Ada pula Irgan Chairul Mahfiz, Ketua Generasi Muda Pembangunan Indonesia—organisasi sayap PPP—yang bertugas menggalang dukungan dari daerah-daerah. Ketegangan amat terasa. Waktu pemungutan suara tinggal empat jam lagi.
Pesaing terdekat Suryadharma adalah anggota parlemen Arief Mudatsir Mandan. Dia juga membuka markasnya di Putri Duyung Cottage. Nama kompleks bungalo yang ditempati kubu Arief adalah Marlin, sekitar 100 meter dari Paus. Berbeda dengan kubu Suryadharma, yang pendukungnya menyebar di sejumlah penginapan di Ancol, sebagian besar pendukung Arief bermalam di Hotel Raddin, di samping taman hiburan ”Dunia Fantasi”.
Suasana optimistis tampak benar di kubu Arief. Sumber Tempo di kubu itu berbisik, konsolidasi pendukung mereka sudah matang sejak enam bulan lalu. Untuk menjaga komitmen dukungan bulat dari para pengurus cabang dan wilayah, dibentuklah sebuah tim intelijen khusus. ”Kami ini ibaratnya tim siluman,” kata seorang anggota tim. Dia menolak disebut namanya. Mereka stand by di setiap lantai Hotel Raddin. Satu lantai satu orang. ”Tugas saya menjaga pendukung Arief lantai ini supaya tidak disusupi tim sukses kandidat lain,” katanya. Pagi sebelum pemilihan, Arief mengaku 800 suara peserta muktamar sudah ia kantongi.
Untuk mengintip kekuatan calon-calon lain di luar Suryadharma dan Arief Mudatsir, mari kita beranjak ke Hotel Mercure, juga di kawasan Ancol. Ali Marwan Hanan, Wakil Ketua Umum PPP, menguasai lantai tiga. Lantai tujuh dipegang kubu Dimyati Natakusumah, Bupati Pandeglang yang juga Ketua Pengurus Wilayah Banten. Adapun Endin Soefihara, Ketua Fraksi PPP di Dewan Perwakilan Rakyat, memilih lantai 10, level tertinggi Mercure. Royal suite-nya punya pintu khusus ke kamar Hamzah Haz yang tepat di sebelahnya. Sejumlah sumber Tempo menilai, posisi kamar berdampingan itu adalah ”pernyataan tersirat” Hamzah bahwa Endin adalah calon yang mendapat restunya.
Selama lima hari muktamar, hotel berbintang lima itu sudah mirip pasar malam. Ke mana mata memandang, yang tampak adalah orang-orang berbaju hijau. Di pelataran depan, kubu Suryadharma mendirikan posko konsumsi dari sebuah mobil van yang bagasinya dibuka lebar-lebar. Posko itu menyediakan makan dan minum dari pagi sampai malam, kepada semua orang yang berjas hijau PPP. Kandidat lain, Eggi Sudjana, memamerkan mobil limusin miliknya yang dicat hijau tua, warna khas PPP.
Meski meriah dan hiruk-pikuk, perhelatan politik PPP kali ini tak bisa lepas dari bayang-bayang konflik lama antara Hamzah Haz dan Suryadharma Ali. Pelaksanaan muktamar pada awal 2007—maju dari jadwal seharusnya pada 2008—adalah hasil kompromi politik Hamzah-Suryadharma. Sebelumnya, lewat Silaturahmi Nasional PPP pada Februari 2005 lalu, kubu Suryadharma menuntut Hamzah mempercepat pelaksanaan muktamar.
Tanda-tanda perseteruan kedua tokoh yang berlanjut dalam muktamar ini sudah terbaca sejak awal. Ahad dua pekan lalu, misalnya, lima kandidat Ketua Umum PPP minus Suryadharma dikumpulkan di kediaman Hamzah di Matraman, Jakarta Pusat. Mereka adalah Arief Mudatsir, Endin Soefihara, Ali Marwan Hanan, Yunus Yosfiah, dan Dimyati Natakusumah. Kepada mereka, Hamzah mengaku lebih suka jika hanya ada satu kandidat yang maju mewakili kubu mereka. Jelas Hamzah berharap jagoannya bertarung satu lawan satu dengan Suryadharma.
Tawaran itu kandas. Tidak ada kandidat yang bersedia mundur. ”Memang sulit kalau semua calon merasa kuat,” kata Chozin Chumaidi, pengurus pusat partai, yang dikenal dekat dengan Hamzah. Apalagi konsesi yang kabarnya dijanjikan untuk mereka yang mengalah—kursi menteri pascapemilu 2009—tak terlampau menggiurkan.
Gagal di sana, Hamzah punya amunisi lain. Dia mendesak agar calon ketua umum dilarang merangkap jabatan sebagai menteri. ”Saya tidak ingin partai ini gagal membawa aspirasi rakyat di parlemen hanya karena ketua umumnya berada di kabinet,” kata Hamzah berdalih. Usaha ini juga gagal karena usul ini tak muncul pada saat pembahasan tata tertib pemilihan.
Jumat malam pekan lalu pukul 20.30, pertarungan yang ditunggu-tunggu itu pun dimulai. Delapan kandidat ketua umum memasuki ruang muktamar diiringi tempik sorak dan aplaus. Yang terakhir memasuki ruang sidang paripurna adalah Hamzah Haz. Mengekor di belakangnya: Endin Soefihara.
Ada 1.168 suara dari 33 provinsi dan 439 kabupaten diperebutkan. Dimulai dari utusan pengurus wilayah Irian Jaya Barat, satu demi satu utusan pengurus daerah memasuki bilik suara berlapis kain hijau dan memasukkan kertas suaranya ke sebuah kotak kaca.
Tepat pukul 06.15 keesokan harinya, setelah hampir sepuluh jam menunggu, surat suara terakhir diumumkan. Semua hening. ”Suryadharma Ali,” teriak panitia. Peserta muktamar bersorak. Suryadharma mengantongi total 365 suara, unggul tipis atas Arief yang memperoleh 325 suara.
Selawat badar berkumandang. Imam baru Partai Ka’bah telah terpilih.
Wahyu Dhyatmika, Erwin Dariyanto, Pramono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo