Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terseok-seok Penyelesaian Konflik Agraria

Pemerintah kesulitan menuntaskan konflik agraria di banyak daerah. Baru 19 lokasi yang tertangani.

25 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Polisi membubarkan aksi memblokir akses jalan ke PT FPIL oleh warga Dusun Pematang Bedaro di Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, 20 Juli 2023. ANTARA/HO-IST

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kendala penyelesaian konflik agraria karena tidak ada data pemilikan tanah.

  • Penyelesaian konflik agraria lewat Satuan Tugas tidak mampu menuntaskan persoalan di lapangan.

  • Penegakan hukum seharusnya menjadi pilar utama mengatasi konflik pertanahan.

JAKARTA – Ratusan petani Teluk Raya, Dusun Pematang Bedaro, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, berunjuk rasa di depan Markas Polda Jambi, Senin kemarin. Mereka mendesak Polda Jambi membebaskan lima warga Pematang Bedaro yang ditangkap dengan tudingan mencuri buah sawit di area perkebunan PT Fematang Indah Lestari (PT FPIL).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang petani, Lisnawati, mengatakan kelima orang tersebut ditangkap saat mencari kroto untuk makanan burung di kawasan kebun sawit PT Fematang. Tapi mereka justru dituding hendak mencuri sawit.

“Kelima warga itu tidak bersalah,” kata perempuan berusia 37 tahun ini, Senin, 24 Juli 2023.

Polda Jambi menahan kelima warga tersebut atas tuduhan pencurian buah sawit pada 3 Juli lalu. Kelimanya lantas ditetapkan sebagai tersangka.

Warga Dusun Pematang Bedaro melakukan aksi memblokir akses jalan ke PT FPIL di Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, 20 Juli 2023. ANTARA/HO-IST

Petani Teluk Raya sudah berulang kali memprotes penangkapan dan penetapan tersangka tersebut. Misalnya, mereka memblokir akses jalan ke PT Fematang Indah Lestari, beberapa hari setelah penangkapan. Setelah dua pekan pemblokiran, kepolisian membubarkan paksa aksi ratusan petani ini pada Kamis, 20 Juli lalu. 

“Mereka mendorong, menyeret, dan mengintimidasi kami,” kata Lisnawati. Polisi juga mengamankan 26 petani. Tapi belakangan polisi membebaskan mereka. 

Penangkapan terhadap lima petani tersebut sesungguhnya masih rangkaian dari konflik agraria di Pematang Bedaro yang sudah menahun. Awalnya, warga setempat menyerahkan tanah mereka kepada PT Purnama Tusau Putra untuk ditanami sawit pada 1998. Perusahaan lalu mengelola tanah masyarakat dengan sistem kemitraan. Tercatat 237 keluarga mengikuti sistem kemitraan ini. 

Namun, program kemitraan tersebut belum terealisasi, kebun PT Purnama Tusau Putra justru diambil alih oleh PT Fematang Indah Lestari pada 2003. Selanjutnya PT Fematang mendapat hak guna usaha (HGU) seluas 1.059 hektare dari pemerintah. Penerbitan HGU ini tanpa disertai proses clean and clear lebih dulu. Akibatnya, lahan warga yang awalnya diserahkan ke PT Purnama Tusau Putra justru masuk dalam area HGU PT Fematang. 

“Ini yang membuat permasalahan berkepanjangan sampai sekarang. Lahan kami belum pernah dikembalikan PT FPIL,” ujar Lisnawati.

Kuasa hukum PT Fematang, Ikbal Pulungan, mengatakan luas lahan PT Fematang sesungguhnya sudah berkurang dan tersisa 400 hektare. Warga setempat juga menduduki sisa lahan tersebut. 

Ia juga mengakui pihak perusahaan memang melaporkan kelima warga yang diduga mencuri buah sawit di perkebunan perusahaan. Di luar lima warga itu, kata dia, perusahaan sudah berkali-kali melaporkan dugaan pencurian buah sawit di lahan PT Fematang. “Kami berterima kasih kepada kepolisian sudah menindaklanjuti laporan kami,” kata Ikbal. 

Konflik tanah di Pematang Bedaro tersebut merupakan satu contoh dari puluhan konflik agraria di Jambi. Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Jambi, Fransdody, mengatakan akar masalah konflik agraria di Pematang Bedaro ini karena pemerintah tidak meredistribusikan tanah ke petani setempat, padahal mereka berhak mendapatkannya. “Apa salahnya tanah masyarakat diberikan. Perusahaan juga tidak layak karena izinya tidak clear and clean,” kata dia, kemarin.

Fransdody menyebutkan luas konflik agraria di Jambi merupakan yang terbesar kedua di Indonesia. Karena itu, lembaganya pernah meminta Satuan Tugas Reforma Agraria memprioritaskan Jambi sebagai lokasi prioritas reforma agraria (LPRA). 

Kendala Reforma Agraria

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Yulia Jaya Nirmawati, mengatakan pemerintah berfokus menangani konflik agraria yang masuk dalam LPRA. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria yang dibentuk pada 2021 diserahi tanggung jawab dalam menangani kegiatan LPRA. Satuan tugas ini terdiri atas Kementerian ATR, pemerintah derah, organisasi masyarakat sipil, serta sejumlah kementerian atau lembaga terkait. 

Satuan Tugas, kata Yulia, tengah memverifikasi sejumlah LPRA untuk melihat langsung permasalahan di lapangan. Satuan Tugas menargetkan penyelesaian 70 LPRA. Dari angka tersebut, Satuan Tugas sudah menyelesaikan 19 lokasi dan meredistribusi tanah. “Di antaranya ada di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah,” kata Yulia.

Petani sawit Desa Talang Arah bentrok dengan karyawan PT Daria Dharma Pratama (DDP) di Desa Talang Arah, Malin Deman, Kabupaten Mukomuko. Dok Petani Maju Bersama

Yulia mengatakan konflik agraria di Kecamatan Malin Deman, Kabupataen Mukomuko, Bengkulu, menjadi salah satu contoh konflik tanah yang sudah dituntaskan Satuan Tugas. Pemerintah melepaskan tanah seluas 953 hektare dari HGU PT BBS pada 20 Juli lalu. Tanah itu lantas ditetapkan sebagai tanah obyek reforma agraria (TORA) dan segera didistribusikan ke petani melalui kegiatan redistribusi tanah atau pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

Ia mengakui Satuan Tugas terhambat dalam mempercepat penyelesaian konflik agraria di beberapa daerah. Sebab, terdapat sejumlah persoalan dalam LPRA, di antaranya tidak ada data pemilikan tanah dan belum tercapai kesepakatan di antara para pihak yang berkonflik. “Untuk itu dibutuhkan bantuan berbagai pihak,” kata dia.

Kendala lain, kata Yulia, lokasi konflik berada dalam kewenangan kementerian lain, bukan Kementerian ATR. Misalnya, terdapat 6 lokasi berhubungan dengan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta 22 lokasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Saat dimintai konfirmasi, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Bambang Supriyanto, mengaku tengah mempersiapkan jawaban soal ini. Tapi hingga berita ini tayang, Bambang belum memberi jawaban yang dijanjikan tersebut. Adapun juru bicara Kementerian BUMN, Arya Mahendra Sinulingga, belum membalas pertanyaan Tempo hingga kini.

Petani sawit Desa Talang Arah bentrok dengan karyawan PT Daria Dharma Pratama (DDP) di Desa Talang Arah, Malin Deman, Kabupaten Mukomuko. Dok Petani Maju Bersama

Pakar hukum agraria dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona mengatakan penyelesaikan konflik agraria bersifat sporadis. Misalnya, kata dia, penyelesaian konflik agraria lewat Satuan Tugas ternyata tidak mampu menuntaskan persoalan di lapangan. Kendala utama, kata Yance, karena Satuan Tugas tidak berwenang mencabut izin perusahaan yang bermasalah. Satuan Tugas justru hanya memberi legalitas atas lahan masyarakat yang cenderung tidak berkonflik. “Ujungnya hanya memberikan sertifikat tanah,” kata Yance. 

Yance menilai Kementerian ATR juga tidak mampu menyelesaikan konflik agraria secara efektif. Apalagi Kementerian belum menjadikan dimensi penegakan hukum sebagai pilar utama dalam mengatasi konflik pertanahan, khususnya perusahaan yang menerima hak dari kementerian tersebut. 

Yance menuturkan banyak perusahaan mendapat HGU dari Kementerian ATR. Tapi perusahaan itu tidak kunjung mengelola area HGU-nya atau tidak menggunakan area konsesi sesuai dengan peruntukan. Area HGU seperti ini, kata Yance, seharusnya ditetapkan sebagai tanah telantar, lalu dimasukkan dalam obyek reforma agraria.

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus