Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Institut Yang Mengambang

Status ijazah ITT Bandung yang tidak di legalisasi dep p & k menjadi pembicaraan pada panel diskusi. rencana penggabungan dengan dep. p dan k terhambat sebab berada dibawah dep. perindustrian.

23 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STATUS Institut Teknologi Tekstil, Bandung, memang aneh. Sementara ia dipercaya Dep. P&K menguji mahasiswa perguruan tinggi tekstil swasta, ijazah mahasiswa ITT sendiri tak dilegalisasi departemen itu. "Susahnya lagi," kata Ismangun SH, Pembantu Rektor Bidang Administrasi ITT, "tidak semua orang tahu bahwa tidak ada bedanya antara ijazah ITT yang tidak dilegalisasi P&K dengan ijazah perguruan tinggi di bawah Dep. P&K." Status itulah yang pekan lalu menjadi pembicaraan ramai dalam panel diskusi tentang 'Peranan ITT dalam Pembangunan di Masa Mendatang'. Sebetulnya keresahan karena mengambangnya status ITT sudah muncul sejak 1972. Ini terutama dirasakan mahasiswanya. Kata Syafril, 25 tahun, mahasiswa angkatan 1975: "Belajar kami tidak tenang, karena status yang belum jelas itu." ITT berdiri 1922, dengan nama Textil Inrichting Bandoeng. Semula tujuannya memang hanya mendidik tenaga teknis pertenunan untuk kepentingan pemerintah (Hindia Belanda). Indonesia merdeka, dan institut tersebut dikelola Dep. Perindustrian (Tekstil). Berganti nama beberapa kali, sebelum ditentukan bernama Institut Teknologi Tekstil dengan SK Menteri Perindustrian Tekstil Februari 1966. Entah karena alpa atau memang terbentur peraturan, ternyata ITT belum dimasukkan secara struktural ke dalam Dep, Perindustrian. Hampir semua jabatan di ITT adalah jabatan rangkap. Staf pengajar dan pegawai administrasi (kecuali rektor) tercatat sebagai karyawan Balai Besar Tekstil, Dep, Perindustrian. Keluarnya Kepres 34 tahun 1972 dan Inpres 15 tahun 1974 -- yang menunjuk Dep. P&K sebagai satu-satunya instansi pembina pendidikan umum dan kejuruan --membuat status ijazah ITT tak jelas. Kecuali itu, jabatan rektor pun tak sesuai dengan peraturan pemerintah. Pemimpin institut yang seharusnya 4 tahun sekali ditetapkan pengangkatannya kembali itu, di ITT merupakan "jabatan kedinasan" -- yang diangkat oleh Menteri Perindustrian, kata D, Soenllno M.Sc. Pembantu Rektor Bidang Akademis. Dan Mayjen (Purnawirawan) Soerjosoejarso, 64 tahun, adalah Rektor ITT sekarang sejak 1966. Bab Ijazah Akibatnya, bagi karyawan ITT, kenaikan pangkat mereka sangat tergantung pada Dep. Perindustrian -- dan bukannya karir di ITT-nya sendiri. "Paling tinggi, sampai sekarang ini, pangkat karyawan di ITT III-D. Untuk mencapai lebih tinggi dari itu, karena formasi tak ada, sampai pensiun punya tak akan tercapai," kata Drs. K. Bangun, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan. Sampai tahun ini ITT sudah menghasilkan 100 sarjana tekstil dan sekitar 1.900 sarjana muda. Hampir semuanya, menurut K. Bangun, bekerja di perusahaan swasta. "Perusahaan swasta itu yang meminta tenaga ke sini," katanya. Jadi, apa persoalannya sehingga ada yang meminta pengesahan ijazah dari Dep. P&K? Prof. Dr. Setjadi, pejabat Sekretaris Tim Koordinasi Pembinaan Pendidikan dan Latihan, menafsirkan keresahan ITT sekarang disebabkan oleh tujuan lulusannya yang tak lagi seperti dulu. "Dulu, lulusan sudah ditampung perusahaan swasta, sehingga status ijazah tak begitu menentukan. Tapi rupanya sekarang banyak yang ingin jadi pegawai negeri," katanya kepada TEMPO benar. Tapi rupanya memang ada keinginan yang lain. Ijazah ITT, misalnya untuk mereka yang hendak melanjutkan ke program doktor, masih harus dilegalisasi P&K. Demikianlah misalnya dengan ijazah dua orang sarjana ITT yang sedang mengikuti program doktor di ITB dan IPB. Sebuah Kasus Bagi para pimpinan ITT, ini tentunya merupakan pertanda institut mereka itu "tidak boleh berkembang" ITT misalnya sampai sekarang belum punya senat guru besar. Di tahun 1975, satu Tim Konsorsium Pembina Science & Teknologi Dep. P&K, diketuai Dr. Ir Kho Kian Hoo, melaporkan bahwa ITT memenuhi standar Dep. P&K. Tapi lalu mengusulkan agar dalam bidang akademis institut tersebut dikelola saja oleh salah satu perguruan tinggi SKALU (UI, ITB, UGM, IPB atau Unair). Lalu Juli 1977, Menteri P&K dr. Sjarif Thajeb menjanjikan ITT akan diintegrasikan ke dalam salah satu perguruan tinggi yang dikelola Dep. P&K. Sebaliknya Ir. Wibowo Moerdoko, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil yang merangkap Pembantu Rektor ITT, mengarakan susahnya ITT digabung dengan perguruan tinggi P&K. Katanya, kepada Hasan Syukur dari TEMPO "Semua tenaga dosen administrasi dan sarana pendidikan ITT milik Dep. Perindustrian. Anggaran ITT setahun sekitar Rp 1 milyar." Jadi, menurut dia, itu agaknya akan menjadi beban berat bagi Dep. P&K. Beberapa waktu lalu, Menteri Daoed Joesoef juga mengatakan, kalau sampai sekarang masih ada lembaga pendidikan yang dikelola sendiri oleh masing-masing departemen, "itu karena, terus terang saja, Dep. P&K belum mampu sepenuhnya menampung semuanya." Dan sementara itu nasib ITT sendiri, setidaknya menurut para pimpinannya, terkatung-katung. Usaha pemecahan bukan tak ada. Januari tahun ini, pihak Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Dep. Perindustrian (yang selama ini mengelola ITT) mengirim surat kepada Tim Koordinasi Pembinaan Pendidikan dan Latihan Dep. P&K. Isinya berupa saran. Pertama: agar secara resmi pembinaan fungsional atas unit pendidikan diletakkan di bawah Dep. P&K. Tetapi pengelolaan administratif tetap pada Dep. Perindustrian. Adapun teknik edukatif disarankan pengelolaannya di bawah direktorat jenderal yang bersangkutan di P&K-atau diintegrasikan ke salah satu universitas yang ditunjuk Dep. P&K. Jawaban yang pasti memang belum ada. Menurut Sekretaris Tim tersebut Prof. Dr. Setijadi, "pihak Ditjen Perguruan Tinggi ingin menurunkan satu kebijaksanaan yang menyeluruh, bukan hanya untuk ITT saja." Jadi ini hanya sebuah kasus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus