Oetojo Oesman, tokoh lama Partai Golkar, kembali naik panggung. Ketua Umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) ini terpilih menjadi Ketua Panitia Konvensi Partai Golkar. Panitia konvensi inilah yang akan melakukan penjaringan dan kemudian menetapkan calon presiden dan wakil presiden dari Golkar. Menurut jadwal, Oktober mendatang sudah terkumpul lima nomine yang kemudian diperas menjadi satu nama pada awal tahun depan, sebelum pemilu. Kenapa Oetojo yang terpilih?
Perdebatan siapa yang akan memimpin Panitia Konvensi sudah muncul dalam rapat harian Partai Golkar, Minggu 18 Mei lalu. Theo L. Sambuaga menginginkan Slamet Effendy Yusuf, dalam kedudukannya sebagai Ketua Bidang Pemenangan Pemilu. Theo didukung Fahmi Idris. "Saya setuju dengan itu. Karena peran dan fungsi Slamet berkaitan dengan konvensi," kata Fahmi Idris. Tetapi keputusan tidak bulat karena ada nama lain yang masuk.
Akhirnya disepakati Ketua Panitia Konvensi diputus dalam rapat kecil, yang diselenggarakan esok harinya di tempat yang sama, Kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta. Rapat kecil itu dihadiri oleh Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, Sekjen Budi Harsono, Ketua DPP Bidang Politik Mahadi Sinambela, Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi Agung Laksono, dan Slamet Effendy Yusuf sendiri. Pada Senin 19 Mei itu keluarlah nama Oetojo Oesman.
Munculnya nama Oetojo tak urung memancing dugaan. Oetojo ditengarai dapat membantu Akbar memenangkan perkaranya yang saat ini masih berada di tangan Mahkamah Agung. Oetojo dianggap dekat dengan Ketua MA Bagir Manan. Ketika Oetojo menjabat Menteri Kehakiman pada era Soeharto, Bagir Manan adalah Dirjen Hukum dan Perundang-undangan di departemen itu.
Namun Oetojo membantah semua dugaan itu. "Itu tidak terkait. Sama sekali tidak ada pertimbangan ke arah sana dalam pengangkatan saya. Yang jelas, lantaran saya adalah penasihat Partai, itu saja," katanya. Dia juga menambahkan dirinya tidak pernah melakukan kesepakatan khusus dengan Akbar Tandjung.
Akbar Tandjung pun dengan nada keras menolak adanya dugaan itu. "Tak ada hubungannya dengan kasasi saya di MA. Saya minta perhatianlah, supaya jangan mengait-ngaitkan hal ini. Memangnya MA itu bisa diatur-atur, kan tak bisa," kata Akbar dengan nada tinggi kepada Yandi dari Tempo News Room.
Bagi Zainal Bintang, salah satu Ketua DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), terpilihnya Oetojo adalah efek menguatnya kembali ormas-ormas partai Golkar dalam naungan Hasta Karya. Delapan ormas yang pernah berafiliasi ke Golkar itu adalah kelompok Trikarya, yakni Kosgoro, SOKSI, dan MKGR, ditambah lima ormas bentukan Golkar sendiri seperti AMPI, Satkar Ulama, Himpunan Wanita Karya, dan Majelis Dakwah Islamiyah (MDI). "Itu adalah efek dari Rapim VI Mei lalu, Trikarya memperoleh angin kencang, maka Oetojo dari SOKSI ditarik masuk menjadi ketua panitia konvensi," ujar Zainal.
Dalam Rapim Golkar lalu, Hasta Karya memperoleh 8 suara. Sedangkan DPP Golkar hanya mendapat 18 suara dari jumlah awal 97 suara. "Selain itu, dalam suara DPP Golkar masih terpecah karena ada kelompok yang berseberangan dengan Akbar Tandjung. Sehingga suara Hasta Karya menjadi penting," kata Zainal Bintang.
Soal kemungkinan pengaruh Oetojo dipakai oleh Akbar untuk membereskan kasusnya di MA, Zainal menganggap hal itu tidak masalah. Menurut Zainal, secara hubungan antarmanusia hal itu bisa saja terjadi, manusiawi untuk menjaga persahabatan. "Secara pribadi saya akan membantu Akbar untuk menyelesaikan kasusnya di MA kalau saya memiliki pengaruh di sana," kata Zainal.
Sebagai Ketua Panitia Konvensi, Oetojo Oesman akhirnya dibantu oleh Slamet Effendy Yusuf, yang duduk sebagai ketua harian. Slamet sendiri menampik kerancuan kerja antara ketua panitia dan ketua harian, serta menyebut susunan panitia konvensi ini sebagai sesuatu yang ideal. Yang ditunggu-tunggu adalah siapa nama calon presiden yang dihasilkan panitia konvensi ini.
Cahyo Junaedy
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini