Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jenderal Edi Sudradjat dan Pengaruhnya ke Karier Gatot Nurmantyo

Masa menjadi ajudan Jenderal Edi Sudradjat ternyata mempengaruhi karir Gatot Nurmantyo.

1 April 2018 | 14.39 WIB

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmanty. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Perbesar
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmanty. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sosok Jenderal Edi Sudradjat ternyata berpengaruh pada karier Gatot Nurmantyo.  Edi Sudradjat, eks Kepala Staf Angkatan Darat, Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan era Presiden Soeharto itu menjadikan Gatot sebagai ajudan pribadinya tak lama setelah lulus dari Akademi Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, Edi masih menjabat sebagai Pangdam Siliwangi. Sebagai sosok yang malang melintang dalam operasi militer, Edi cukup berhati-hati. Pun juga waspada, mengingat Edi, salah satunya pernah ikut operasi pemberantasan Gerakan 30 September 1965.  "Itu membuat beliau trauma," ujar mantan Panglima TNI itu di kantor Tempo, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kemana-mana, Edi selalu membawa senjata. Bahkan, kata Gatot, Edi selalu menyelipkan pistol dan pisau komando di bawah bantal.

Edi bahkan selalu mencari kamar dengan pintu penghubung dengan ajudan jika bepergian. Pun dengan Gatot saat jadi ajudan. “Dan tidak boleh dikunci,” kata Gatot. 

Suatu ketika, Gatot diuji oleh Edi. Saat berada di sebuah hotel untuk mengawal Edi. Sang Jenderal yang mengenakan piyama, tiba-tiba masuk ke kamar Gatot. Saat itu, pistol Gatot diletakkan di meja. Edi tiba-tiba menodongkan senjatanya kepada Gatot. “Kalau begini, bagaimana kamu bisa melindungi saya?”

Jenderal Edi  memperingatkan Gatot bahwa kecepatan menembak hanya sepersekian detik. “Kamu ambil pistol, sudah keluar duluan pelurunya,” tuturnya menirukan ucapan Edi.

Edi juga mengajarkan Gatot teliti dan disiplin. Misalnya suatu malam, Gatot dibangunkan Edi. Sang bos mengingatkan ada  banyak hal yang belum dicek, terkait pengamanan.  “Apa saja kerjaanmu? Itu ada yang belum dikunci.”

Gatot mengaku baru ngeh, ia baru bisa tidur jika bosnya rehat dan seluruh tempat aman. Mengingatnya, Gatot mengaku sering tertawa. Menurut Gatot, sehabis teguran itu dan agar keteledoran itu tak terulang, Gatot berkoordinasi dengan putera bungsu Edi. “Kalau aman, tidur,” kata Gatot.

Bagi Gatot, Edi adalah sosok yang perlu diingat. Terutama cara mendidiknya. Edi menjadikan Gatot sebagai staf begitu ia tiba di kantor. “Kamu bukan ajudan. Kamu staf saja.”

Pernyataan Edi itu punya makna. Sebagai staf sekaligus ajudan, Gatot harus mengetahui segala jenis surat, agenda, dan catatan yang masuk dan diketahui Edi.

Agar urusan lancar, Gatot pernah membuat konsensus dengan para Komandan Resor Militer (Danrem). Para Danrem dimintanya menyiapkan beberapa surat kabar yang sudah diberi tanda sebelum dibaca Edi. “Jadi beliau tinggal baca saja, enak sekali. Ha-ha-ha,” ucapnya.

Pertemuan dengan Edi membawa keberuntungan bagi Gatot. Menjadi ajudan, kata Edi, Gatot seperti berada di lembaga pendidikan, tapi lembaga pendidikan itu tidak ada dan tidak ada yang tahu kapan ia tamat. “Tapi, apabila kamu berhasil, kamu jadi orang hebat.” Kata-kata di awal pertemuan dengan Edi itu selalu diingat Gatot.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus