Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seharusnya menggandeng pihak swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“PPDB harus berkeadilan untuk semua, sehingga jangan ada sistem seleksi untuk PPDB. Jadi semua harus kebagian kursi,” kata Ubaid dalam diskusi ‘Catatan Masyarakat Sipil untuk Perbaikan Sektor Pendidikan’ di Rumah Belajar Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Jakarta Selatan, pada Selasa 22 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ubaid, sistem zonasi harus dilanjutkan, namun dengan penambahan daya tampung dan pemerataan mutu di satuan pendidikan. Untuk itu, kata dia, sekolah swasta harus dilibatkan agar bisa menambah daya tampung.
"PPDB jangan menjadi hajatan sekolah negeri,” ujar Ubaid.
Sistem zonasi dalam PPDB mulai diberlakukan pada 2017 oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Zonasi merupakan jalur pendaftaran yang disesuaikan dengan wilayah domisili siswa. Sistem ini diberlakukan dengan tujuan pemerataan mutu pendidikan, sehingga tidak ada lagi istilah ‘kasta’ dan sekolah favorit dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya, sistem ini rentan dimanipulasi. Berdasarkan catatan Tempo, pelaksanaan PPDB pada 2023 dihantui berbagai masalah, mulai dari kasus jual beli kursi untuk calon siswa, manipulasi data domisili pada sistem PPDB, pemalsuan Kartu Keluarga, hingga adanya pejabat yang menitipkan calon siswa ke SMA tertentu.
Manipulasi ini terjadi salah satunya di Bogor. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menemukan pemalsuan alamat setidaknya oleh 155 calon siswa. “Kita enggak siap untuk zonasi, ketika sistem data kependudukan masih bisa diakali dan juga infrastruktur pendidikan masih belum merata,” kata Bima pada Jumat, 7 Juli 2023.
Meski masih banyak catatan, pada PPDB 2024, sistem zonasi tetap diberlakukan. Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Anindito Aditomo, mengatakan menghapus jalur zonasi bukan solusi menyelesaikan akar masalah dalam PPDB.
Menurut Anindito, akar masalah PPDB ada dua, yaitu kurang daya tampung sekolah negeri dan ketimpangan kualitas antar sekolah. "Menghapus jalur zonasi bukan menyelesaikan masalah itu," kata Anindito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Rabu, 10 Juli 2024.
Anindito mengatakan, masalah itu dapat diselesaikan dengan menggandeng sekolah swasta untuk meningkatkan daya tampung. Kemendikbudristek juga secara bertahap berupaya menyetarakan kualitas pendidikan.
Hendrik Yaputra dan Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.