Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua berjingkrak, debu mengepul, teriakan spontan mengoyak biru langit kemarau. Ya, di bawah terik matahari, ratusan orang membentuk barisan pagar empat persegi, arena pacuan kuda yang belakangan ini semakin kerap dipadati penonton.
Ahad dua pekan lalu, pacuan tradisional ini diselenggarakan di Desa Keleyan, Kecamatan Socah. Tepatnya di atas lahan sawah sepanjang 350 meter yang habis dipanen. Aba-aba diberikan, dan diiringi sorak-sorai, dalam sekejap dua ekor kuda melesat dari garis start menuju garis finis.
Beberapa kali, satu-dua orang menerobos pagar penonton, mendekati kuda yang tengah melesat. "Seru, kita bisa masuk arena sambil melempar kuda pakai batu, supaya lebih kencang," kata Maria, 25 tahun, seorang mahasiswi asal Bangkalan.
Seperti pada balap kuda tradisional di Sumbawa, penunggang kuda tidak menggunakan pelana, sepatu, apalagi helm. Bedanya, sementara di Sumbawa anak-anak menjadi joki, para joki Madura adalah pria dewasa. Untuk menarik perhatian, kuda milik mereka diberi nama selebritas di panggung musik, dari Ayu Tingting, Anak Manja, hingga Scorpions, grup musik cadas dari Jerman.
Ahad itu, lebih dari 100 kuda bertanding. Dan otomatis mereka akan masuk satu di antara tiga kelas berdasarkan tingginya. Kelas C khusus untuk kuda berukuran di bawah 133 sentimeter, kelas B 133-138 sentimeter, dan kelas A 138-148 sentimeter. Pemenang setiap race akan dipertemukan sampai akhirnya keluar satu juara. Bukan cuma itu, kuda yang kalah diadu lagi. Cuma, pemenangnya disebut "juara bawah".
Balap kuda tradisional Bangkalan pertama kali muncul di Desa Parseh, Kecamatan Socah, pada 1985. Tradisi ini bermula dari keisengan sekelompok penarik andong yang biasa mangkal di pasar. Kusir andong di desa lain mulai menggelar lomba serupa. Sesekali diadakan lomba antardesa dengan puluhan peserta. Sempat vakum, lomba kembali digelar di Parseh pada 2008.
Dalam perkembangannya, sejumlah pengusaha dan kiai mulai tertarik nimbrung, sehingga ukuran kuda pun kian beragam. Ketika peminat balap kuda semakin marak, dibentuklah Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) cabang Bangkalan. Organisasi membuat berbagai aturan, termasuk mengeluarkan sertifikat untuk joki.
Karapan kuda kini menjadi ajang bergengsi. Para penggemar kuda mencari binatang pacuannya ke mana-mana: mulai Surabaya hingga Sumbawa, Nusa Tenggara Timur. Kuda yang diincar pun berharga Rp 30-50 juta, bukan lagi belasan juta seperti yang biasa dipakai untuk menarik andong.
Biaya pemeliharaan kuda tidak murah. Ali Fahri menghabiskan Rp 1,5 juta per bulan untuk merawat Anak Manja, kuda andalannya. Perawatannya juga tidak mudah. Sekitar pukul 6 pagi, kuda dibawa jalan-jalan hingga 5 kilometer. Setelah itu dilap dengan air hangat dan digosok campuran jahe parut dan spirtus. Kuda dijemur satu jam hingga bulunya kering serta diberi makan dedak, dicampur bubuk gandum dan vitamin. Rumput hanya diberikan sesekali.
Untuk menambah kebugaran, setiap pekan kuda diberi jamu khusus: telur ayam kampung 25 butir, kelapa muda, bubuk kopi, dan madu. "Meski saya hanya bertani, ada saja rezeki untuk merawat kuda. Sama sekali tidak membebani," kata lelaki berusia 41 tahun ini.
Meski butuh biaya mahal, hadiah yang disediakan sebuah lomba sama sekali tidak menggiurkan: sebuah televisi 14 inci dan uang Rp 150 ribu. Tapi para pemilik kuda merasa prestise mereka naik jika bisa menjadi juara. "Harga jual kuda kita juga bisa lebih mahal jika menang," kata Muji Masri, seorang peserta.
Joki dibayar Rp 200 ribu untuk satu rangkaian lomba. Biasanya satu joki bisa disewa 2-4 pemilik kuda sekaligus. "Paha saya sakit sekali karena naik kuda tanpa pelana," kata Suki. Balapan kuda ini diharapkan bisa menarik minat wisatawan, seperti karapan sapi yang sudah lebih dulu melaju.
Yudono Y. Akhmadi, Musthofa Bisri (Bangkalan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo