Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menelusuri ulang seleksi jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Alasannya, KASN baru mengetahui ternyata Haris Hasanudin terpilih sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, padahal Komisi Aparatur sudah merekomendasikan agar Kementerian membatalkan Haris sebagai calon pejabat pimpinan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satu calon yang tidak direkomendasikan KASN malah dilantik oleh Menteri Agama dan tertangkap dalam operasi tangkap tangan. Karena itu, kami sedang memeriksa anggota panitia seleksinya," kata Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sofian mengatakan lembaganya baru mengetahui Haris dilantik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkapnya, Jumat pekan lalu. Haris diduga menyuap M. Romahurmuziy, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, sebesar Rp 250 juta agar bisa menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur. Walau tidak memiliki wewenang di Kementerian, KPK menduga Romy-panggilan Romahurmuziy-bekerja sama dengan pejabat di Kementerian Agama untuk melancarkan dugaan dagang jabatan ini. Dalam satu dekade terakhir, kursi Menteri Agama diduduki kader PPP, yaitu Suryadharma Ali, mantan Ketua Umum PPP (Menteri Agama 2009-2014), dan Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama saat ini-pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (1997-2009) dari PPP.
KASN menyelidiki tahapan seleksi jabatan pimpinan tinggi Kementerian Agama karena menerima laporan pada Januari lalu. Hasilnya, KASN merekomendasikan agar panitia seleksi tidak meloloskan Haris sebagai calon kepala kanwil karena tak memenuhi syarat. "Rekomendasi itu kami sampaikan kepada panitia seleksi dan Kementerian Agama," kata Waluyo, anggota KASN.
Komisi Aparatur dua kali mengirim rekomendasi kepada Kementerian Agama pada 29 Januari dan 27 Februari lalu yang isinya meminta Kementerian membatalkan Haris sebagai kepala kanwil. Alasan pembatalan adalah Haris dinilai tidak layak menduduki jabatan pimpinan tinggi. Ia pernah dikenai hukuman disiplin sedang, yaitu penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, pada 2016. Padahal syarat menjadi kepala kanwil adalah tidak pernah dikenai hukuman disiplin dalam lima tahun terakhir. "Kementerian tidak mematuhi rekomendasi kami," kata Waluyo.
Menurut Waluyo, karena perkembangan terbaru ini, lembaganya memanggil anggota panitia seleksi karena hendak mengklarifikasi alasan mereka tidak mematuhi rekomendasi KASN. Komisi Aparatur juga ingin mengetahui sikap anggota panitia seleksi terhadap rekomendasi tersebut. "Kami ingin melihat apakah anggota pansel mengetahui surat KASN," ujar Waluyo.
Panitia seleksi jabatan pimpinan tinggi Kementerian Agama ini terdiri atas lima orang, yaitu ketua panitia seleksi-sekaligus Sekretaris Jenderal Kementerian Agama-Nur Kholis Setiawan dan sekretaris Abdurrahman Mas’ud, yang juga menjabat Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Kementerian Agama. Lalu ada tiga anggota, yakni Khasan Effendy, Wakil Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri; S. Kuspri-yomurdono, Deputi Bidang Mutasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara; serta Rini Widyantini, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Rini mengatakan, selama menjadi panitia seleksi, ia tidak mengetahui adanya surat peringatan dari KASN. Dalam rapat, kata dia, panitia seleksi juga tak pernah membahas status Haris. "Kami sendiri sedang mencari tahu kenapa bisa seperti ini," kata Rini. Dia juga mengaku belum dipanggil oleh KASN.
Nur Kholis enggan mengomentari urusan ini. "Sudah masuk ranah penyidikan KPK," katanya. Juru bicara Kementerian Agama, Mastuki, menjelaskan proses seleksi ini kepada Tempo, tapi ia meminta pernyataannya tidak ditulis. Saat diperiksa KPK, Haris, yang dimintai konfirmasi oleh wartawan, sama sekali tak menjawab. RUSMAN PARAQBUEQ | INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo