Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kawan Diangkat, Lawan Didepak

Kepala Kepolisian RI Jenderal S. Bimantoro memutasi 50 perwira tinggi. Langkah kuda menjelang pensiun?

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPUCUK kabar melayang ke sejumlah wartawan, Jumat pekan lalu. Isinya, Markas Besar Kepolisian RI akan melakukan mutasi 50 perwira tinggi. Mutasi itu berdasarkan telegram Kapolri Jenderal Surojo Bimantoro nomor Skep/1407/IX/2001 tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Polri. Acara serah-terima jabatan dilakukan Senin pekan ini di Ruang Yudha Mabes Polri, Jakarta. Sekilas, kabar ini terdengar biasa saja. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Didi Widayadi, pemutasian dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi yang mendesak serta untuk penyegaran para personel Polri. Mutasi sama sekali tidak mempengaruhi kinerja dan sistem operasi Polri yang ada dan sedang berjalan di berbagai bidang, baik di daerah maupun pusat. Toh, mutasi tersebut memicu kontroversi. Maklum, mutasi dilakukan menjelang Bimantoro pensiun, November nanti. Selain itu, Bimantoro memang dikenal sebagai pejabat yang gemar bongkar-pasang personel. Sejak menduduki jabatan puncak kepolisian, September 2000, sudah tiga kali dia memutasikan perwira menengah dan tinggi Polri. Langkah kontroversial itu, menurut sumber TEMPO di Polri, tidak mempertimbangkan masukan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti). Hal ini dimungkinkan karena Wanjakti diisi oleh rekan-rekan seangkatan Bimantoro—ia lulusan Akabri Kepolisian tahun 1970. Sebut saja, Sekretaris Jenderal Polri Komisaris Jenderal Yun Mulyana, Deputi Pendidikan dan Latihan Komisaris Jenderal Noegroho Djajoesman, Deputi Operasi Komisaris Jenderal Syahroedin Pagar Alam, dan Kepala Korps Reserse Komisaris Jenderal Engkesman R. Hillep. Salah satu mutasi paling kontroversial terjadi Juli lalu. Saat itu Bimantoro, yang sudah dinonaktifkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, dengan tergesa-gesa melantik 90 perwira tinggi dan menengah pada hari Minggu. Namun, pelantikan ini sempat tertunda karena Abdurrahman menolak meneken surat kenaikan pangkat dan pengangkatan jabatan baru di lingkungan korps baju cokelat. Akibatnya, kenaikan pangkat beberapa jenderal yang seharusnya sudah naik dari bintang dua ke bintang tiga sempat tertunda. Contohnya, Deputi Operasi Komisaris Jenderal Polisi Syahroedin Pagar Alam, Deputi Pendidikan dan Latihan Komisaris Jenderal Polisi Djajoesman, dan Direktur Logistik Inspektur Jenderal Binarto. Persoalan baru beres setelah Megawati menjadi presiden dan meneken surat mutasi itu. Mutasi yang terkesan asal-asalan membuat beberapa perwira menengah yang belum sempat menduduki jabatan harus bergeser kembali. Contohnya, Kepala Direktorat Reserse Polda Sumatra Utara Komisaris Besar Iskandar Hasan, yang sebelumnya ditunjuk menjadi Kepala Sub-Direktorat Fiskal, Moneter, dan Devisa Mabes Polri. Belum sempat ia pindah kantor, mendadak muncul surat ke-putusan baru yang menyebutkan bahwa ia tetap duduk di kursi lamanya. Komisaris Besar Zulkarnaen, yang belum satu bulan menjadi ajudan Wakil Presiden Hamzah Haz, juga sudah digeser lagi menjadi Wakil Kepala Polisi Kota Besar Barelang, Batam. Bimantoro juga royal membagi bintang dan jabatan kepada rekan seangkatannya. Contohnya, Komisaris Jenderal Taufiq Rochman Ruki, yang menjadi anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri dan tak lama lagi akan pensiun, diberi jabatan baru sebagai Deputi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Sebaliknya, Bimantoro mendepak mereka yang ia anggap berseberangan. Dari 50 orang yang dimutasi, ada sekitar 10 perwira yang disebut-sebut dekat dengan mantan Wakil Kapolri Jenderal Polisi Chaerudin Ismail. Di antaranya, Brigadir Jenderal Polisi Timbul Silaen (mantan Kepala Pusat Represif Badan Koordinasi Narkotik Nasional) digusur jadi Wakil Kepala Akademi Polisi. Lalu, Brigadir Jenderal Polisi Edi Darnadi (mantan Kapolda Maluku) digeser menjadi staf ahli tingkat II bidang kriminal. Ada dugaan, mutasi di tubuh polisi merupakan langkah kuda Bimantoro untuk melindungi dirinya. Menurut sumber TEMPO, Bimantoro diduga terlibat korupsi. Nah, demi menutupi jejak tangannya yang kotor inilah ia pun mengangkat para perwira yang loyal dan mendepak musuh-musuhnya. Bekas Deputi Operasional Mabes Polri, Koesparmono Irsan, menyangsikan prasangka itu. "Untuk apa Bimantoro memperkuat jaringannya?" kata Koesparmono. Lagi pula, ia menambahkan, banyak di antara perwira yang dimutasi itu sudah memasuki masa pensiun. Bantahan senada datang dari Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Ajun Komisaris Besar Polisi Prasetyo. Kepada Koran Tempo, dia menyanggah bahwa mutasi dilakukan sebagai upaya Bimantoro menempatkan orang-orangnya di posisi strategis. Bimantoro sendiri tak bisa dimintai komentarnya karena sedang bertugas di Budapest, Rumania. Wicaksono, Edy Budiyarso, Rian Suryalibrata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus