Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kejaksaan Agung masih meneliti berkas penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atas dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh semasa pemberantasan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada kurun 1989-1998.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan penanganan perkara pelanggaran HAM berat perlu lebih teliti lantaran berbeda dengan pelanggaran kejahatan biasa. "Memang sudah diserahkan Komnas HAM, tapi kami teliti dulu karena kasus pelanggaran HAM berat itu hasil penyelidikannya adalah pro justitia, nilainya sama dengan penyidikan di perkara pidana biasa," kata Prasetyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Prasetyo, penelitian itu diperlukan sebelum memutuskan untuk menaikkan berkas ke penyidikan. Ia mengatakan Kejaksaan perlu mengetahui sejauh mana bukti awal yang sudah dikumpulkan oleh Komnas HAM. "Kami juga akan lihat apakah bukti itu sudah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan," katanya.
Berkas penyelidikan yang diserahkan oleh Komnas HAM ke Kejaksaan Agung berkaitan dengan peristiwa yang dikenal dengan istilah Rumoh Geudong, sebuah rumah adat Aceh yang menjadi tempat penyiksaan keluarga dan anggota GAM. Ketika itu, pemerintah menetapkan status Daerah Operasi Militer di Aceh untuk menumpas GAM.
Sebanyak 40-118 korban yang tertangkap diduga disiksa, diperkosa, hingga dibunuh di Rumoh Geudong atau Pos Satuan Taktis dan Strategis (Sattis) yang dibentuk selama operasi yang dikenal dengan nama Jaring Merah. Komnas menuding Panglima TNI, Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Brimob, Pangdam Bukit Barisan, Komandan Jaringan Merah, dan Danrem Lilawangsa yang bertugas pada periode itu bertanggung jawab dalam kasus ini.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Santos Gunawan Matondang, irit komentar mengenai laporan Komnas HAM itu. "Tanyakan saja ke Komnas, dari kami tidak demikian," ujarnya. Kepala Penerangan Kopassus, Letnan Kolonel Czi Denden Sumarlin, juga enggan berkomentar. "Komentar kami sama dengan Kapuspen," kata dia.MAYA AYU PUSPITASARI | ANDITA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo