Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sejumlah aktivis hak asasi manusia mendesak Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani, mengatakan usaha pemerintah menyelesaikan kasus pembunuhan Munir masih sebatas janji tanpa bukti menjelang masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yati mengkritik sikap pemerintah yang cenderung mengabaikan keberadaan dokumen penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) Pembunuhan Munir. Kata dia, Jokowi cenderung menghindari kewajiban untuk membuka hasil penyelidikan Pencari Fakta kepada publik. "Pernyataan Presiden justru bertolak belakang dengan tindakannya," ujar Yati di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, ia menilai peluang untuk mengungkap dalang dalam pembunuhan Munir masih terbuka. Hasil penyelidikan dan rekomendasi Pencari Fakta, kata Yati, bisa menjadi salah satu pintu masuk untuk membuka kembali temuan dan fakta kasus ini. Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST, Yati berpendapat bahwa Pollycarpus tak menjadi pelaku tunggal dalam pembunuhan tersebut.
Kemarin, tepat peringatan 14 tahun pembunuhan Direktur Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Imparsial itu. Munir dibunuh dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Perkara ini menyeret bekas pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto dan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono. Muchdi dibebaskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008. Sedangkan Pollycarpus dinyatakan bebas murni pada 29 Agustus 2018 setelah sempat divonis 14 tahun penjara.
Istri Munir, Suciwati, kecewa atas bebasnya Pollycarpus. Menurut dia, Pollycarpus patut diduga menutupi peran pelaku lain dalam kasus ini. Di antaranya, Pollycarpus tak pernah menjelaskan sejumlah telepon yang diterima dari Muchdi Pr. Selain itu, ia menilai banyak kesaksian yang tak menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara. "Remisi itu sangat melukai rasa keadilan," kata Suciwati.
Adapun Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam, mengatakan penyelidikan kembali kasus ini masih bisa dibuka. Menurut dia, bukti penting berupa rekaman suara antara Muchdi Pr dan Pollycarpus belum diungkap ke pengadilan. Informasi itu diperoleh Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala Badan Reserse Kriminal saat itu, dan Direktur Pra-penuntutan Kejaksaan Agung, Suroso. "Fakta tersebut sebetulnya menjadi modal untuk menelusuri dalang pembunuhan Munir," ujarnya.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto, mengatakan polisi membutuhkan alat bukti baru untuk mengungkap dalang kasus pembunuhan Munir. Ia mengatakan hingga kini belum ada penutupan perkara dan masih mencari fakta hukum baru untuk melanjutkan penyelidikan kasus ini. "Kalau polisi punya alat bukti baru, pasti akan melanjutkannya," ujarnya.
Menurut Arief, kepolisian tak bisa menjadikan berkas dokumen Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir sebagai barang bukti di pengadilan. Kepolisian pun tengah mencari bukti-bukti baru untuk penyelidikan. "Kami harus mencari fakta-fakta lain. Kalau ada fakta dan bukti baru, akan kami mulai lagi." AJI NUGROHO | BUDIARTI UTAMI | TAUFIQ SIDDIQ | ARKHELAUS WISNU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo