ISTANA Mangkunegaran, Solo, tampak seperti gawat. Sejak Kamis pekan lalu, beberapa petugas keamanan terlihat berjaga-jaga di sekitar istana. Esoknya, ketegangan yang mencekam itu terjawab sudah. Di depan sejumlah wartawan, penguasa keraton, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Sri Mangkunegoro IX, mengatakan bahwa dirinya tetap bertugas memimpin Mangkunegaran. ''Saudara-saudara saya tidak punya hak memecat saya,'' katanya. Inilah pernyataan yang ditunggu-tunggu masyarakat, khususnya warga Solo, sejak Mangkunegoro IX dituntut mengundurkan diri sebagai pengageng (raja) Puro Mangkunegaran oleh saudara- saudaranya, pertengahan bulan lalu. Pertikaian antarsaudara di Puro Mangkunegaran ini mulai jadi gunjingan umum ketika Mangkunegoro IX memecat adik kandungnya, Gusti Pangeran Hariyo (G.P.H.) Saktyo Kusumo, sebagai Kepala Dinas Istana Mangkunegaran. Saktyo, 34 tahun, yang bertanggung jawab terhadap ketertiban dan keamanan istana, dipecat karena dianggap lalai melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Ia, menurut Mangkunegoro IX, membiarkan orang-orang bermain judi di sekitar pintu gerbang istana. Selain itu, Saktyo juga dituduh telah berlaku ceroboh dalam tugas, sehingga banyak benda antik berlogo Mangkunegaran diperdagangkan di toko-toko di Kota Solo. Berdasarkan kecurigaan itu, April lalu, Mangkunegoro IX lalu menjatuhkan sanksi terhadap adiknya: Saktyo bersama keluarganya harus angkat dari istana, dan tidak boleh menginjakkan kaki ke Puro Mangkunegaran. Tindakan Mangkunegoro IX itu memancing kemarahan saudara-saudaranya Gusti Raden Ayu (G.R.A.) Retno Satuti, G.R.A. Retno Rosati, Saktiyo, G.P.H. Herwasto Kusumo, G.P.H. Suryohamiseno, dan G.R.A. Retno Astrini. Mereka lalu melayangkan petisi terhadap Mangkunegoro IX. Selama lima tahun Mangkunegoro IX menjadi pengageng Puro Mangkunegaran, menurut keenam penandatangan petisi, kerukunan keluarga telah terancam. ''Akan bijaksana apabila Saudara mendahului mengajukan pengunduran diri dari jabatan pengageng Puro Mangkunegaran sebelum lembaga lain mengukuhkan dan mengesahkan keputusan kami,'' tulis mereka. Pengukuhan terhadap tuntutan pengunduran diri Mangkunegoro IX itu turun sebagaimana diharapkan keenam saudaranya. Dewan Pertimbangan Puro Mangkunegaran, Kamis pekan lalu, sepakat untuk memakzulkan Mangkunegoro IX sebagai orang Nomor 1 Puro Mangkunegaran, dan mengangkat Gusti Raden Ayu Nurul Kamaril Ngasarati Kusumowardani, 71 tahun, sebagai kepala kerabat Mangkunegaran yang baru. Meski Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) tidak menyebut wewenang pemberhentian itu ada pada Dewan, ketika Mangkunegoro IX diangkat sebagai pengageng Puro Mangkunegaran adalah Dewan yang mengesahkan. Pemakzulannya sebagai pengageng Puro Mangkunegaran oleh Dewan, menurut Mangkunegoro IX, merupakan tindakan melawan pimpinan, dan telah menimbulkan opini yang buruk terhadap Puro Mangkunegaran di masyarakat. ''Bersamaan dengan disahkannya Mangkunegoro IX, maka seluruh keluarga Mangkunegoro VIII (almarhum), termasuk putra-putrinya, langsung menjadi anggota kerabat biasa, dan tidak punya hak untuk memecat raja,'' kata Mangkunegoro IX. Selain itu, tambah Mangkunegoro IX, pergantian dinasti Mangkunegoro hanya dapat dilakukan apabila raja yang bertahta meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jurus lain yang digunakan Mangkunegoro IX untuk mempertahankan kedudukannya, konon, karena buktinya tak diperlihatkan, adalah surat yang memuat isyarat bahwa Pak Harto dan Ibu Tien (kerabat Mangkunegaran) tetap menghendaki pengageng Puro Mangkunegaran yang sekarang menjalankan fungsinya. Surat itu dikabarkan ditandatangani oleh Kanjeng Pangeran Hariyo Ibnu Hartomo, adik Ibu Tien Soeharto. ''Berdasarkan semua itu, saya tetap akan menjalankan tugas,'' ujarnya. Penolakan Mangkunegoro IX terhadap keputusan Dewan, menurut Raden Mas Haryo (R.M.H.) Hudionoto Haryoto, juru bicara Dewan, karena yang bersangkutan belum menyadari kekeliruan yang selama ini dilakukannya. Hudionoto tak merinci kekeliruan yang telah dilakukan Mangkunegoro IX. Adakah kekeliruan itu soal pemecatan Saktyo? ''Lebih besar dari itu,'' kata sebuah sumber TEMPO, yang juga menolak merinci kesalahan pengageng Puro Mangkunegaran tersebut. Keputusan pemecatan Mangkunegoro IX dan pengangkatan Gusti Nurul sebagai pemangku jabatan kepala keluarga Mangkunegaran, yang dikeluarkan Dewan Pertimbangan Puro, kemudian dikukuhkan oleh peserta Musyawarah Besar HKMN, yang berlangsung di Solo sejak Kamis sampai Sabtu pekan lalu. Tapi kakak Almarhum Mangkunegoro VIII itu tidak akan mengendalikan Puro Mangkunegaran. HKMN menetapkan jabatan pengageng puro tidak lagi dilekatkan pada mereka yang jadi Mangkunegoro sebagaimana sebelumnya. Pengageng Puro Mangkunegaran yang baru (untuk masa jabatan lima tahun, dan dapat dipilih kembali) ditetapkan dua orang Sudarmo Martonagoro dan K.R.M.H. Sudarsono. Duet ini dibantu oleh Retno Satuti (Kepala Rumah Tangga), R.A. Hilmiah (Sekretaris), K.R.M.H. Wuryanto (Kepala Keuangan), serta R.M. Yapto Soerjosoemarno dan K.R.M.H. Didith (Keamanan). Keputusan penting lain, HKMN, yang sekarang dipimpin Surarmo Suryosutarso (menggantikan Suryosumpeno), menetapkan untuk memindahkan kantor pusat dari Solo ke Jakarta sesuai dengan undang-undang ormas. Laporan Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini