Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Menghabisi soerjadi dengan klb

Jelas, soerjadi akan tergusur. pemilihannya sebagai ketua umum tak diakui pemerintah. pendukungnya menyeberang. kongres luar biasa disiapkan, dan caretaker segera ditunjuk.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Menghabisi soerjadi dengan klb
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DENGAN mata kuyu kurang tidur, dan wajah lelah, Nico Daryanto menemui Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memed, di kantornya, Jumat pagi pekan lalu. Ketua Panitia Kongres PDI di Medan itu, bersama empat stafnya, melaporkan pelaksanaan kongres yang kacau-balau, yang berakhir Ahad pekan silam. Setelah hampir dua jam, mereka keluar dari ruang Menteri. Wajah Nico makin loyo. ''Pak Menteri meminta kami terus menjalin kontak dengan Dirjen Sosial Politik,'' ujar Nico. Kongres PDI itu memang seru. Ada aksi pendudukan aula kongres, baku hantam dengan sejumlah korban berdarah. Putusan yang dihasilkan pun kontroversial. Pengukuhan Soerjadi menjadi ketua baru secara aklamasi dinilai kelompok lawan melanggar tata tertib karena muncul tiga hari lebih cepat dari jadwal kongres. Tata cara pemilihan pengurus belum ditetapkan, Soerjadi sudah dipilih. ''Soerjadi lupa pada aturan-aturan kongres,'' ujar Ismunandar, salah seorang calon ketua umum. Selain itu, keputusan lainnya dinilai cacat: tak disahkan sidang pleno. Selanjutnya SoerjadiNico Daryanto dan kelompoknya tambah terpojok. Sudah transparan sekali kalau Pemerintah tak berkenan dengan hasil kongres. Usai menerima Nico, misalnya, Yogie S. Memed mengatakan kepada pers bahwa kongres luar biasa atau semacamnya bisa saja dipilih sebagai jalan keluar dari kemelut PDI. Mudah ditafsirkan bahwa kongres luar biasa itu akan mengoreksi keputusan memilih Soerjadi di Medan. Dua hari sebelumnya, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Soesilo Soedarman menegaskan, ''Soerjadi gagal memimpin, nyatanya masih ada radikalisme di PDI.'' Yang ia maksudkan tentu kericuhan dan perkelahian berdarah yang terjadi di Medan. ''Terpilihnya Soerjadi secara aklamasi itu tak wajar,'' kata Menteri Soesilo. Rencana kongres luar biasa dengan motif utama menggusur Soerjadi tampaknya sudah sulit dibendung. Pangdam Jaya Mayjen TNI A.M. Hendropriyono, misalnya, merasa siap mengamankan kongres itu bila dilaksanakan di Jakarta. Ia menjamin bahwa perhelatan itu akan berlangsung lancar. Di kalangan PDI sendiri, ide kongres luar biasa ini sudah bergema. Kwik Kian Gie, ekonom kondang yang selama ini dikenal sebagai tokoh netral di partai banteng, berpendapat kongres itu bisa menyelesaikan aksi gontok-gontokan antara pendukung dan kelompok anti-Soerjadi yang ada di luar kandang karena menjadi korban pemecatan. ''Asal Pemerintah tak campur tangan,'' ujarnya. Bukan hanya Kwik, tapi sejumlah daerah yang sebelumnya menjadi pendukung setia Soerjadi kini berlompatan satu per satu. DPD PDI Sumatera Selatan dan Jawa Barat, yang dua pekan lalu mati-matian membela Soerjadi, kini menyeberang. ''Kami mencabut dukungan untuk Soerjadi,'' ujar Muzir Dachman, Sekretaris PDI Jawa Barat. Malah, setelah mengadakan pertemuan semua cabangnya di Bandung, hari Minggu lalu, PDI Jawa Barat menyatakan siap mengikuti kongres luar biasa. Kok mudah betul berubah? ''Kalaupun kami ikut secara aklamasi berdiri mendukung Soerjadi, atau ikut tanda tangan untuk kelompok lainnya, itu karena situasi saja yang sudah lelah. Itu tidak mengikat,'' kata Slamet Mulayadi, Ketua DPD PDI Jawa Barat. Sebelum Jawa Barat dan Sumatera Selatan, DPD PDI Jakarta dan Yogyakarta sudah jelas-jelas menyeberang dari kubu Soerjadi. Agaknya, yang kelihatan tetap tegas dan terbuka mendukung Soerjadi tinggal DPD PDI Jawa Tengah, Bali, dan Sumatera Utara. ''Kami tetap mengakui hasil kongres, termasuk terpilihnya Soerjadi sebagai ketua umum,'' kata Bambang Mintoko, Wakil Ketua DPD PDI Jawa Tengah. Mintoko juga tak setuju adanya kongres luar biasa. Entah sampai kapan Mintoko mampu bertahan. Soalnya, sayup-sayup sudah terdengar suara mbalelo di sejumlah cabangnya di Jawa Tengah. Ada juga pimpinan daerah yang bingung dengan situasi ini, seperti Andi Idris Mattonronkang, Wakil Ketua PDI Sulawesi Selatan. Tanpa menuding bahwa keributan kongres itu dikipas dari luar, Andi Idris sangsi kongres luar biasa bisa menjamin partai banteng damai sampai lima tahun mendatang. ''Siapa berani menjamin kalau Soerjadi mundur semua jadi baik?'' ujarnya. Toh realisasi kongres luar biasa, cepat atau lambat, tampaknya hanya soal waktu. Anggaran dasar dan rumah tangga PDI mensyaratkan kongres seperti itu baru bisa diselenggarakan dengan dukungan 50% ditambah satu dari semua cabang PDI yang kini berjumlah 300-an. Itu pun tampaknya bukan hal yang mustahil, sekarang. Menteri Yogie S. Memed sendiri sudah melangkah lebih jauh. Dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh PDI, Sabtu lalu, di kantornya, Yogie sudah minta mereka untuk menyusun caretaker yang bertugas menjalankan fungsi DPP sehari-hari dan, yang lebih penting lagi, menyiapkan kongres luar biasa dalam beberapa bulan mendatang. Tokoh yang diterima Yogie datang dari berbagai kelompok yang bertikai. Ada Sukowaluyo (duduk dalam DPP Soerjadi), ada Kwik Kian Gie, Ketua Litbang PDI. Tokoh lainnya, Tarto Soediro dan Aberson Sihaloho, kandidat ketua umum PDI. Ada pula Nyonya Soenawar Soekowati, istri almarhum Soenawar, kelompok anti-Soerjadi. Apalagi Soerjadi dan kelompoknya tampak mulai kehabisan upaya. Soerjadi sendiri menghilang dari peredaran. Nico pun tak jelas ikhtiarnya untuk membendung tuntutan kongres luar biasa. Sumber yang dekat dengan kedua tokoh ini mengatakan bahwa Soerjadi dan Nico sedang mencari jalan kompromi, dengan menempatkan sejumlah penentang mereka di dewan pimpinan pusat (DPP) versi Soerjadi. DPP lama yang menyediakan 16 buah kursi akan dimekarkan menjadi 33 kursi dalam format baru. ''Ini untuk mengakomodasikan barisan anti-Soerjadi di intern PDI, dan kompromi terhadap kepentingan lain,'' ujar sumber itu. Namun, dari sinyal yang ada, agaknya tawaran ini dianggap sudah terlambat dan kurang menarik. Agenda PDI dalam pekan-pekan mendatang, tampaknya, adalah penyusunan caretaker dan kongres luar biasa. Kemungkinan besar, menurut sumber TEMPO, caretaker itu ditetapkan oleh sebuah surat keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri, atas usul dari kelompok-kelompok di PDI. Bila itu terjadi, berarti terpaksa urusan PDI kembali dicampuri SK pemerintah. Tujuh tahun yang lalu, Soerjadi dan kawan-kawannya memegang kepengurusan PDI dengan SK Menteri Dalam Negeri jua. Sebab itu, tetap menjadi tanda tanya: mengapa kini Soerjadi digusur? Seorang pejabat tinggi menduga, itu karena Soerjadi sering membuat gerah Pemerintah karena manuver-manuver politiknya. Di antaranya, ketika Soerjadi meniupkan opini pembatasan masa jabatan presiden, dan voting untuk pemilihan presiden kendati hanya ada calon tunggal. Isu yang dilempar Soerjadi dalam musim kampanye tersebut dianggap tak pas dengan penafsiran baku selama ini terhadap UUD 1945. Dan itu riskan karena, menurut sumber itu, muncul dari seorang ketua umum partai. Selain itu, gebrakan Soerjadi yang terus menggelembungkan perolehan suara PDI dalam dua pemilu belakangan dikhawatirkan kelak mengganggu kedudukan Golkar sebagai peraih suara mayoritas sepanjang Orde Baru. Pejabat yang lain menyebutkan, selama ini Soerjadi terlalu mendapat proteksi sehingga seenaknya menggusur tokoh-tokoh tua PDI semacam Ahmad Subagyo, Marsoesi, Dudy Singadilaga, dan belasan lainnya, yang cukup punya pengikut. Akibatnya, PDI terus dilanda pertentangan. Demonstrasi menyerang Soerjadi hampir tak putus, dan mencapai puncaknya dalam kongres di Medan. Upaya kelompok Soerjadi mengatasi aksi-aksi itu berekor perkara kriminal: penganiayaan dan penculikan yang kini menjadi urusan pengadilan. Kini proteksi itu dicabut terutama setelah peta di suprastruktur agak bergeser maka Soerjadi pun terguncang. PTH, IQH (Jakarta), dan SN (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus