Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kereta api terakhir

Jalur rel ka solo-wonogiri-baturetno terakhir kalinya mengangkut batu kapur (gamping) dari stasiun baturetno. sepanjang jalur ini masuk kawasan waduk serba guna wonogiri, sehingga harus dibongkar. (dh)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Minggu akhir April jam 12.20. Kepala stasiun kereta-api Baturetno melambaikan perintah berangkat kepada masinis tua yang berkucur keringat karena udara panas dalam kabin Loko Diesel 601. Dan dengan 1 gerbong penumpang herikut 13 gerbong berisi batu kapur (gamping) kereta itu merangkak dengan nafas berdengus. Alhamdulillah sejam kemudian sampai juga di stasiun Wonogiri. Inilah kereta-api terakhir yang merayapi rel sepanjang 20 km Baturetno-Wonogiri sejak jalur ini diresmikan pemakaiannya Juli 1923. Sebab mulai hari itu juga diresmikan pembongkaran rel-rel kereta sepanjang jalur tadi. Barangkali masih sulit dibayangkan bahwa jalur kereta yang sudah dikenal penduduk Wonogiri selama lebih setengah abad, pada akhirnya nanti akan ditelan genangan air waduk Serba Guna Wonogiri. Untuk itulah jalur kereta sepanjang 20 km tadi dimatikan. Sementara itu di kiri kanannya tampak bukitbukit sedang berhamburan dibelah dinamit, berikut puluhan buldoser dan truk hilir mudik meratakan permukaan tanah. Pemandangan selebihnya adalah ladang-ladang gersang yang telah ditinggal pemiliknya bertransmigrasi. Rp 3 Juta Kereta-api itu biasanya menjalani rute Solo-Wonogiri-Baturetno 2 kali sehari. Dari segi angkutan penumpang jelas jurusan itu rugi. Sebab tarif antara Wonogiri-Baturetno hanya Rp 75 setiap orang. Dan orang makin enggan menaikinya lebih-lebih setelah colt pik-ap mulai menggebu di daerah itu dengan tarif Rp 50 per orang untuk jurusan yang sama. Satu-satunya yang diandalkan PJKA selama ini adalah mengangkut batu kapur dari Baturetno ke Solo. "Setiap bulan PJKA mendapat penghasilan Rp 3 juta dari pengangkutan gamping," ungkap seorang penjabat PJKA. Meskipun demikian hapusnya jalur kereta ini tetap merupakan kehilangan bagi penduduk sekitar sana. Sebab bayangkan saja, kereta-api itu adalah satu-satunya kendaraan yang selama ini dapat disuruh berhenti di mana saja dan untuk apa saja. Suatu ketika misalnya, seorang guru dapat saja menghentikannya di sembarang tempat hanya untuk menurunkan murid-muridnya yang pulang piknik. Atau seorang petani jagung yang kebunnya dilintasi rel, hanya dengan melambaikan tangan dapat menyetop sang kereta untuk menaikkan seonggok jagung untuk dijual di pasar Wonogiri atau Solo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus