Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kiblat Ka’bahPasca-Hamzah

Partai Persatuan Pembangunan akan memilih ketua baru. Ada perselisihan lama yang masih berbekas.

27 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setahun lebih sudah lewat sejak konflik itu meletus. Februari 2005. Hamzah Haz dan Suryadharma Ali saling berhadapan. Yang satu Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, calon presiden yang tersingkir di putaran pertama pemilihan 2004. Yang satu lagi Ketua Pengurus Harian Pusat PPP yang menjadi menteri di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Setori lama itu tampaknya bakal terulang setelah muktamar PPP disepakati akan berlangsung awal tahun depan. Kepastian waktunya tergantung hasil rapat pimpinan nasional PPP pada akhir pekan ini. Ihwal perseteruan kedua petinggi PPP di atas berawal dari permintaan kubu Suryadharma untuk mempercepat jadwal muktamar partai yang seharusnya baru berlangsung pada 2008.

Tuntutan itu sama artinya dengan memotong masa kepemimpinan Hamzah. Selisih sempat meruncing, meski akhirnya pupus. Surat pemecatan Hamzah untuk Suryadharma dan lima pengurus harian lain dicabut.

Sekarang, konflik itu memanas lagi. Pertengahan November lalu, misalnya. Hamzah meminta siapa pun yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Ka’bah kelak tidak merangkap jabatan eksekutif. Banyak yang menilai pernyataan itu diarahkan ke Suryadharma.

Kepada Tempo yang menemuinya pekan lalu, Suryadharma Ali, yang juga Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dengan tegas menolak permintaan Hamzah. ”Kalaupun ada larangan rangkap jabatan, itu sebaiknya diputuskan oleh peserta muktamar,” katanya. ”Pak Hamzah tidak punya hak bikin aturan sendiri.” Karena itu, Suryadharma mengaku tak yakin Hamzah merestui pencalonannya. ”Merestui kok pakai syarat,” katanya sambil tertawa.

Soal kiblat politik, Suryadharma buka kartu. Dia berulang kali menegaskan bahwa di bawah komandonya, PPP tidak bakal beralih peran menjadi oposisi. ”Kalau mau konsisten menjadi oposisi, ya kader PPP harus mundur dari semua posisi eksekutif di pusat dan daerah,” dia memberi alasan.

Perseteruan lama Hamzah dan Suryadharma hanya satu cerita dari hiruk-pikuk PPP menjelang muktamar. Selain Suryadharma, ada sedikitnya empat calon Ketua Umum PPP. Mereka adalah Wakil Ketua Umum Alimarwan Hanan, Sekretaris Umum Junus Josfiah, Ketua Fraksi PPP di parlemen, Endin A.J. Soefihara, dan Ketua PPP Arief Mudatsir Mandan. Peta persaingan antarcalon ini masih belum jelas benar.

Yang rajin menggalang dukungan ke daerah-daerah sejauh ini baru Arief dan Endin, selain Surya-dhama. Arief dan Endin mewakili kaum muda di PPP, yang relatif tidak punya beban sejarah dengan pertikaian masa lalu. ”Partai ini butuh pemimpin yang mau bekerja keras,” kata Arief. Suara senada datang dari Endin, ”Jangan lagi, partai bekerja hanya menjelang pemilu,” katanya. Dia menunjuk kecenderungan menurunnya suara PPP dalam tiga pemilu terakhir sebagai tanda bahaya.

Siapa calon ketua yang dijagokan Hamzah sampai kini masih belum jelas benar. Chozin Chumaidi, Wakil Sekretaris Umum PPP, menegaskan, Hamzah memberi keleluasaan kepada semua calon ketua umum. ”Tidak ada yang tidak direstui, semua silakan maju,” katanya. Karena itu, dia tak sepakat jika pernyataan Hamzah soal rangkap jabatan ditafsirkan sebagai upaya mengganjal pencalonan Suryadharma. ”Itu untuk menjaga martabat partai, supaya ketua umum sejajar dengan pemerintah,” dia menjelaskan.

Chozin mengaku yakin bahwa siapa pun Ketua Umum PPP yang terpilih kelak, posisi partai itu sebagai pendukung pemerintah tidak bakal berubah. ”Kami memang tidak langsung di dalam, tapi juga bukan oposisi,” katanya. Karena itu, menurut dia, tidak relevan jika bursa Ketua Umum PPP dihubungkan dengan posisi partai dalam koalisi pendukung SBY-JK. Dia lebih sreg jika pemimpin baru PPP dikaitkan dengan reposisi politik partai Islam itu. ”Warna PPP sebagai Islam tengah, yang moderat dan jadi model Islam Indonesia harus lebih menonjol,” katanya.

Berbeda dengan pemilihan tiga tahun lalu yang menggunakan sistem formatur, peserta muktamar 2007 akan memilih langsung ketua umumnya. ”Semangatnya ke arah sana agar legitimasi ketua terpilih juga lebih besar,” kata Arief Mudatsir, yang menjadi ketua panitia pengarah muktamar. Total ada 1.168 suara yang diperebutkan dari 439 cabang dan 33 wilayah. Sebagian besar berasal dari cabang-cabang di Pulau Jawa.

Tampaknya para kandidat harus menyiapkan jurus yang jempolan untuk meyakinkan para muktamirin bahwa masa depan partai aman di tangan mereka.

Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus